Home / Horor / Rombongan Pengantin dari Alam Gaib / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Rombongan Pengantin dari Alam Gaib: Chapter 21 - Chapter 30

42 Chapters

Kekacauan Desa

Tawa Nilam membuat ibunya yang berada di dapur buru-buru mematikan kompor. Bu Rosidah dan Indah langsung menuju ke kamar untuk melihat apa yang terjadi, sedangkan Nur hanya berdiri di pinggir ranjang dengan tubuh gemetar. "Kenapa, Teh?" tanya Bu Rodiah. Nur tidak menjawab, ia hanya menunjuk ke arah Nilam di mana gadis itu berselonjor kaki. Kepalanya bergerak-gerak perlahan, bibirnya melantunkan nyanyian berbahasa Sunda. "Istigfar, Neng. Nyebut. Ini Ibu, Nak." Bu Rosidah hendak mendekat, tetapi tangannya ditarik oleh Nur, sebab ia takut terjadi sesuatu pada ibunya. Lir janji kembang malati nu GeulisBray ebon-ebon cing gurinyaiTapak kembang sajagad Marurag kana wastu palastra Setelah melantunkan tembang tersebut, Nilam menoleh ke arah tiga wanita yang berdiri ketakutan juga khawatir akan keadaan gadis itu. Perlahan tubuhnya memutar perlahan, lantas turun dari ranjang sembari tersenyum. Bola matanya berputar ke kanan dan kiri, mengikuti gerak kepalanya. Nur yang yakin kalau ada
Read more

Kerjasama

Desas-desus tentang pulangnya Nilam tentu jadi topik utama pagi ini di Desa Wangunsari. Matahari belum sepenuhnya naik, kokok ayam sibuk membangunkan mereka yang masih berselimut mimpi. Begitu juga burung yang berkicau sembari mengelilingi daun-daun hijau di ladang sayuran. Namun, para warga sudah berbondong-bondong mendatangi rumah Pak Wahyu. Bagas dan Hafiz sampai berjaga di luar. Sebisa mungkin, mereka menahan warga untuk masuk dengan alasan Nilam masih butuh istirahat. Mereka yang tak sabar tentunya memprotes penahanan itu karena dianggap tidak menghargai bantuan mereka dalam mencari Nilam selama gadis itu menghilang. Hanya tiga orang yang diizinkan masuk, yaitu Bah Karsun, Jajang, juga Dokter Desa. Sengaja Pak Wahyu memanggil sang dokter, memintanya mengecek kesehatan secara fisik—itupun atas dasar perintah dari Bah Karsun. "Kenapa harus ditahan kayak gini? Kita juga pengen tahu atuh keadaan si Nilam kayak gimana!" ucap Basir, seakan jadi provokasi, membuat suasana kian memana
Read more

Orang-Orang Aneh

Sementara Bagas pergi, Teh Rita dan ibunya datang untuk menjenguk Nilam. Bagaimanapun, Teh Rita adalah orang yang pertama kali membawa baju milik Nilam ke rumah, maka Bu Rosidah mengizinkannya sebagai tanda terima kasih. Mereka merasa kasian setelah mendengar kabar tentang Nilam. Sampai Bu Rahayu pun yang kakinya terasa sakit jika berpergian jauh, merasa harus menengok gadis itu. Beliau hanya takut, ada campur tangan Nyai Kusuma pada kasus ini. Beberapa hari ini Nyai Kusuma memang sering menampakan diri di sekitar rumah Bu Rahayu. Tak jarang pula benda-benda digerakkan. Piring yang semula berada di tempatnya, tiba-tiba saja jatuh ke lantai sampai belingnya berhamburan. Kejadian ini sebelumnya tidak ada, entah mengapa hilangnya Nilam, seperti membangkitkan kembali sosok Nyai Kusuma. Dengan datang ke rumah Pak Wahyu, setidaknya Bu Rahayu bisa merasakan intensitas yang sama ketika Nyai Kusuma datang ke rumahnya. Saat masuk ke pintu utama lalu mengucapkan salam, terlihat Nur tengah dud
Read more

Penjabaran Dosa

"Jang, tos ti mana?" tanya Bu Rahayu saat melihat Jajan datang dari arah utara dengan tangan yang dipenuhi tanah. Ia menepuk-nepuk kedua telapaknya, mencoba membersihkan sisa tanah. "Nguburin bangkai kucing, Mak," jawab Jajang tanpa menoleh. Kini ia sibuk menepuk-nepuk kaos oblong bagian depannya. Bu Rahayu dan Bah Kasrun saling melirik satu sama lain. Bah Karsun pun berkata, "Naha meni jauh? Di sini juga tanah mah ada." "Sekalian bakar sampah, Bah." "Ya sudah gak usah dibahas. Tadi teh kamu yang lari-lari ke belakang?" Dahi Jajang mengernyit, pria itu pun menjawab, "Enggak, Bah. Kan, Jajang mah dari sana. Udah bakar sampah." Merasa hal itu tidak penting untuk dibahas, Bah Karsun pun mulai mengganti topik pembicaraan. Ia meminta Jajang mengantarkan Bu Rahayu pulang dengan motor matic jadul milik Jajang. Pria yang sehari-hari bekerja sebagai pengurus kambing itu mengiyakan. Sebelum mengantar, Jajan minta izin untuk membersihkan diri. "Ingat pesanku, Rahayu. Kamu teh kudu hati-ha
Read more

Tipu Daya Setan

Semenjak pulangnya Nilam, suasana malam di Desa Wangunsari semakin hening. Orang-orang memilih menepi di rumah, bergemelut pada rasa takut yang selalu menjadi buah bibir ketika mereka bekerja. Apalagi Darsan memberi tahu beberapa warga, bahwa ia mendengar suara aneh di rumah Pak Wahyu. Tentu saja kabar itu cepat sampai dari mulut ke mulut. Keheningan yang terjadi, menciptakan sebuah desa layaknya kota mati. Ditambah, gerimis malam ini membawa kabut tipis yang menghalangi pemandangan. Burung kecil hinggap dari genting satu ke genting lain, berhenti tepat di atas rumah Bah Karsun. Masih dengan rasa sakit di tubuh, pria itu terbangun dari pingsannya. Kepalanya berdenyut hebat, pandangannya sedikit mengabur. Maka, ia masih berusaha untuk mengembalikan kawarasannya. Setelah dirasa bisa melihat secara jelas lampu neon yang berada di atas sana, Bah Karsun mencoba bangkit. Jajang yang baru datang dengan dua botol obat di tangan buru-buru berlari. Disimpannya benda di tangan ke atas nakas,
Read more

Sebuah Tuduhan

Bah Karsun yang sudah kembali ke badannya, mulai membuka mata. Ia beristigfar beberapa kali sembari menggeser badan. Punggung renta itu disandarkan pada papan sisi ranjang. Kaki kiri diselonjorkan, yang kenan ditekuk sampai lutut bersentuhan dengan dada. Ia terbatuk-batuk, merasakan dada yang sesak. Masuk ke alam mereka membuat tenaganya terkuras habis. Pria itu membuka kopiah, lalu mengusap rambut putihnya. Bah Karsun memanggil Jajang untuk masuk agar bisa mengambilkan air dalam mugh karena tenggorokannya begitu kering. Tanpa menunggu lama, Jajang membuka gorden. Ia mendekat ke arah bapaknya. Paham dengan telunjuk yang mengarah ke lemari kecil samping ranjang, pria itu langsung mengambilkan mugh yang berisi teh bari—teh pagi yang sengaja diendapkan.Bah Karsun meneguk teh tersebut sampai habis tak bersisa. Ia kembali mengatur napas sembari mengusap-ngusap dadanya. "Gagal, Jang," ucapnya sedikit menghela napas. Jajang yang sudah bersila di depan sang bapak pun berkata, "Enggak apa-
Read more

Dibuang ke Sungai

"Bukannya masuk ke sana harus nyalain obor, ya, supaya tahu ada orang yang sedang melakukan ritual. Tapi dilanggar?" tanya Bagas. Keduanya masih mencoba mengintip aktivitas orang tersebut. Bagas dan Ridwan mengendap masuk ke makam keramat, lantas kembali bersembunyi di balik pohon beringin yang paling besar—saking besarnya bisa menutup tubuh dua pria itu. Mereka masih mengintip aktivitas orang yang mereka untit, di mana ia tengah duduk bersila dengan telapak tangan yang saling menyatu. "Kayaknya emang sengaja, supaya gak ada orang yang tau," jawab Ridwan asal. "Bukannya malah risikonya lebih besar?" Kedua bahu Ridwan terangkat saat merespons ucapan Bagas. Sebenarnya Ridwan sudah gemas, ia menangkap orang tersebut. Namun, Bagas meminta sabar sejenak. Jangan terlalu gegabah, karena justru akan membahayakan diri sendiri. Menurut Bagas, tempat yang mereka datangi itu tempat yang dihormati oleh warga desa, maka celakalah jika sampai semena-mena. Sosok itu masih bersila di salah satu m
Read more

Tumbal Pertama

"Coba atuh WA lagi ke Pak Wahyu, Eni masih di situ, gak?" tanya Mak Ajeng pada Dokter Hendi, suaminya Bu Eni. Sudah hampir jam 11 malam, tetapi Bu Eni belum juga pulang. Padahal, setelah dinas di desa tadi, ia berpamitan akan ke rumah Pak Wahyu, setelah itu tidak ada tugas lagi. Kalaupun ada, Bu Eni selalu memberi kabar lewat telepon atau pun WA. "Sudah, Bu, Nur bilang dari sore udah pulang. Saya juga sudah telepon semua staf desa, tapi gak ada yang tau ke mana perginya Eni," jawab pria itu dengan wajah cemas. Sedari tadi pria yang berprofesi sebagai dokter itu mondar-mandir tidak jelas, berusaha menelepon nomor Bu Eni yang tidak aktif. Kalau saja Mak Ajeng tidak mengalami kelumpuhan, mungkin akan beliau susuk anak tercintanya, mencari ke semua sudut desa. Sayang, wanita itu hanya bisa duduk di kursi roda sembari mengusap pipinya yang basah oleh air mata. Entah mengapa perasaan Mak Ajeng sangat tidak enak, apalagi saat gelas di meja tiba-tiba saja pecah—tanpa ada angin. Dokter Hen
Read more

Sebuah Ancaman

"Bu Eni ditemukan, Bu Eni ditemukan!" Gema suara itu berpadu dengan riaknya air sungai. Bu Eni ditemukan tepat ketika lantunan azan Subuh berkumandang. Jasadnya terbaring kaku di tepi sungai, dekat gua. Si pria tua yang melakukan persembahan semalam, sengaja menyimpan korbannya di sana. Semua orang sontak mengucap syukur, tetapi berubah istigfar kala melihat keadaan jasad almarhumah. Salah satu warga menelepon Pak Lurah untuk mendekat ke perbatasan. Tak berapa lama, pria itu datang bersama Dokter Hendi. Tentu reaksi yang ditunjukan adalah sama. Tak peduli bagaimana keriputnya tubuh wanita itu—layaknya nenek-nenek berumur ratusan tahun, sang suami tetap memeluknya, menangisi kepergian Bu Eni dengan begitu menyayat hati. Semua orang yang berkumpul di tempat hanya bisa menunduk, turut merasa sedih dengan kejadian mengenaskan ini. Akhirnya Pak Lurah memanggil ambulance desa untuk ke lokasi. Sebagian sudah membubarkan diri karena akan melaksanakan salat Subuh. Menjelang pagi, ambulance
Read more

Kusuma yang Malang

"Menurut Ibu, apa kematian Bu Eni ada hubungannya dengan kutukan yang dibawa Nilam?" tanya Teh Rita membuka percakapan setelah mereka pulang dari pemakaman. Bu Rahayu terdiam sejenak, mencoba merenungi apa yang terjadi dulu pada Nyai Kusuma dan kejadian yang menimpa Nilam. Sementara itu, Teh Rita menuang air panas pada cangkir berisi teh celup, memberinya sedikit gula. Satu gelas diberikan pada Bu Rahayu, satu gelas untuk dirinya.Bau khas dari teh Ciwalini menguar, memenuhi tempat mereka duduk. Teh Rita selalu punya langganan untuk pembelian teh, dikarenakan Bu Rahayu tidak bisa minun teh lain, selain dari Ciwalini. "Dulu pas Nyai Kusuma menghilang, gak ninggalin jejak apa-apa. Ya hilang, tapi gak seheboh sekarang. Mungkin sekarang mah karena banyak pihak yang coba ikut campur," jawab Bu Rahayu sembari mengambil tehnya, lalu menyeruput dengan perlahan. Sebenarnya, banyak hal yang ingin Teh Rita tanyakan pada Bu Rahayu. Lebih tepatnya, ingin bertanya tentang masa muda ibunya itu. S
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status