Aura mengernyit, keningnya terasa berputar. Pusing. Tubuhnya lemah, enggan bergerak sama sekali, namun meski begitu Aura tetap memaksakan diri, mencoba untuk duduk hingga satu suara yang sangat dikenalnya menerpa telinga Aura. Suara Axel.“Kamu harus banyak istirahat, Aura! Jangan banyak bergerak,” tegur Axel, nada suaranya sarat akan kecemasan yang tidak bisa ditutupi. Wajah tampannya juga ikut cemas.“Axel? Kenapa kamu bisa ada di sini?” lirih Aura, wajahnya terlihat heran.Bagaimana tidak heran kalau sesaat setelah siuman dari pingsan, yang Aura lihat pertama kali justru Axel! Darimana pria itu tau Aura berada di sini? Apa Axel mengikuti Aura? Membuntutinya seperti seorang stalker?“Jangan berpikiran macam-macam, tadi aku merasa cemas dan memutuskan untuk pergi ke rumahmu, tapi tidak ada yang membukakan pintu. Aku menghubungi ponselmu berulang kali hingga akhirnya dijawab oleh salah seorang suster yang memberitahuku kalau kamu pingsan di rumah sakit ini!” jelas Axel, berharap Aura
Baca selengkapnya