All Chapters of Sebatas Istri Di Atas Kertas: Chapter 81 - Chapter 90

106 Chapters

81. Menyusulmu

**Karan tercenung di tepian jendela, menatap hamparan langit biru dan awan-awan kapas yang mengapung rendah di sampingnya. Pandangannya kosong, terombang-ambing di atas ketinggian tiga puluh lima ribu kaki di atas daratan bersama pesawat besar serta puluhan penumpang di dalamnya. Ia berangkat, akhirnya. Menyusul sosok yang sempat ia sia-siakan hingga pergi sejauh ini. Ia menghela napas, terasa sekali sesak yang menghimpit dada. Karan sama sekali tidak berani berekspektasi lebih selain bisa menemukan Kiran. Itu saja. Meski ia juga sama sekali tidak tahu di bagian sebelah mana Jepang mantan istrinya berada. Ia sama sekali tidak mau berharap banyak perempuan itu masih mau kembali kepadanya. Karan tahu sakit yang ia goreskan pada hati Kiran terlalu dalam untuk dimaafkan.“Kalau nggak salah, nama kotanya Kyoto ….”Hanya itu yang Karan bisa jadikan pegangan. Sepotong informasi dari wanita yang menempati rumah lama Kiran. Kyoto saja, tanpa ada petunjuk yang lain. Jadi, lewat jalan yang mana
Read more

82. Tidak Sengaja

**Axel kecil mendudukkan diri di kursi kafe paling sudut. Ia letakkan tas sekolahnya di sana, kemudian menaikkan celana panjang yang ia kenakan dengan hati-hati. Kedua netra bulatnya yang berbinar bening memandang baik-baik lututnya yang ternyata mendapat sedikit memar merah.“Oh, ini nggak apa-apa,” gumamnya dengan kepala mengangguk-angguk. “Axel is okay.”“Axel-Chan apa lututnya luka? Apakah sakit?” Reita datang, meletakkan segelas susu di hadapan si bocah sebelum berjongkok dan turut memandangi kedua kaki mungil itu.“Ie.” Axel menggeleng. “Tidak luka, Sensei. Tidak apa-apa.”“Lain kali hati-hati, hm? Memangnya kenapa tadi lari-lari begitu?”“Arisu mengejarku. Dia pegang ulat bulu, aku kan takut.”Sebentar kemudian, celoteh riang Axel tentang teman-teman sekolahnya mulai mengalir. Ditanggapi dengan senang hati oleh Reita yang sudah berpindah tempat duduk ke samping si bocah. Dari kejauhan, Kiran memandang keduanya dengan senyum mengembang di bibir. Hanya melihat putranya ceria sep
Read more

83. Berjumpa Lagi

**Kiran memasukkan beberapa box plastik berisi beberapa jenis makanan ke dalam tote bag yang sudah ia siapkan. Memeriksa sekali lagi apa-apa yang sudah ia bawa, sebelum beralih kepada Mila yang sedang berada di pantry.“Tante, maaf ya, aku tinggal pergi sebentar,” ucapnya dengan nada penuh sesal. Membuat wanita yang sedang sibuk dengan panci-panci besar itu meninggalkan kegiatannya sejenak. Mila keluar dari pantry dan menghampiri sang keponakan.“Lama juga nggak apa-apa, sih.”“No, aku cuma akan jemput Axel dan temenin dia makan siang aja, kok.”“Dan kencan sama Pak Reita yang ganteng.”“Tante, please.”Mila tertawa renyah. Senang hati saat melihat wajah cemberut keponakan tercintanya. Akhir-akhir ini, hobi Mila adalah menggoda Kiran terkait kedekatannya dengan pak guru tampan itu. Meski yang bersangkutan sendiri selalu berusaha menampik.“Asal kamu tau aja, Tante malah akan dengan senang hati mengizinkan kalaupun kamu mau makan siang di luar setiap hari sama Pak Rei, Ki. Tante senen
Read more

84. Gagal Bertemu

**Dua minggu sudah.Karan termenung di bangku taman yang kini sudah menjadi tempat favoritnya. Dua minggu berlalu, dan ia sama sekali belum menemukan jejak Kiran yang seperti hilang ditelan semesta. Karan bahkan sudah mencarinya lewat media sosial setiap malam. Namun nihil, bahkan jejaknya saja tak ada yang tahu.“Mungkin aku memang salah tempat,” gumamnya sementara mengawasi sepasang burung gereja yang beterbangan dengan riang gembira di dekatnya. “Mungkin Kiran memang nggak ada di sini. Karena jujur saja, aku nggak membawa informasi apapun. Hanya nekat datang ke sini dan mencari sebisaku.”Pria itu menghela napas sembari menyandarkan punggungnya di sandaran kursi taman. Pandangannya menerawang, mengitari sudut-sudut taman yang terasa hening pada siang hari seperti ini. Ia baru bergerak saat ponselnya berdering nyaring. Pria itu menengok layarnya sekilas sebelum menerima panggilannya.“Halo, Ibu?” Benar, itu Soraya yang menelepon.“Karan?”“Iya, Bu.”“Sudah ada kemajuan, Nak? Kamu m
Read more

85. Mimpi

**“Mas Karan?”Kiran menyipitkan mata, mencoba memandang siluet itu, menembus halimun pekat yang menyelubungi semesta. Gelap sekali, bahkan Kiran tidak tahu apakah ini siang atau malam.“Mas Karan, apa itu kamu?” Kiran yakin, namun tidak yakin. Hanya siluet yang bisa ditangkap oleh penglihatannya. Namun hanya dari siluet saja, ia yakin bahwa itu adalah bayangan mantan suaminya. Ya, ia masih mengingat dengan baik bagaimana postur mantan prianya.Perempuan itu maju selangkah untuk mendapatkan atensi yang lebih baik. Benar, perlahan kabut pekat mulai tersingkap, menampakkan rupa dari siluet yang sedari tadi mengusik rasa ingin tahunya. Kiran terkesiap, kedua netranya membulat penuh. Ya, benar. Itu adalah Karan. Karan Raditya Gathfan, mantan suaminya.“Mas Karan, kamu lagi apa di sini?”Ia mendekat, sosok itu. Menampakkan dengan jelas raut wajahnya yang tampan, masih sama seperti yang terakhir Kiran lihat.“Kiran?”“Mas, kamu kenapa ada di sini?”“Aku mencarimu. Aku mencarimu ke mana-man
Read more

86. Sungai Kamo

**Pria keturunan Jepang-Korea bermarga Lee itu tersenyum senang saat sekali lagi memandang benda di tangannya. Berbinar-binar, berkilauan, dan tampak elegan. Sebuah cincin perak dengan desain sederhana yang bertahtakan berlian kecil pada permukaannya.“Utsukushidesu yo ne, Axel-Chan?” Reita tunjukkan cincinnya kepada Axel untuk meminta pendapatnya, bagaimana menurut si bocah kecil cincin tersebut.Axel yang sedang menjilati es krim menoleh, menjatuhkan atensi dengan serius kepada benda berkilau yang dipegang sang sensei.“Bagus sekali, Sensei.” Axel mengangguk-angguk. “Tapi itu seharusnya dipakai orang perempuan, kan? Sensei suka yang seperti perempuan, ya?”Reita terkekeh geli mendengar itu. Axel polos dan pintar, selalu berhasil membuat suasana hati Reita menjadi bagus dengan kata-katanya yang jujur apa adanya.“Menurut Axel, siapa yang seharusnya memakai ini?”“Hum?”“Sensei mau memberikan ini kepada seorang perempuan. Menurutmu harus diberikan kepada siapa, Axel-Chan?”Kedua bola
Read more

87. Menemukan Fakta

**Karan menemukannya, tempat itu.Ia berdiri dengan gamang di depan sebuah kafe yang tampak nyaman dan estetik. Ragu-ragu untuk melangkah ke dalam, sebelum ingat bahwa ia menempuh perjalanan yang cukup sulit untuk ke sini.“Apa yang aku harapkan?” Ia bergumam, menatap nyalang tempat itu. Rasa hatinya hampa mengingat bahwa tidak akan ia temukan apa yang ia cari di tempat ini. Orang Indonesia ibu si bocah yang ia temui di taman waktu itu, bernama Mila Dewanti. Sudah sangat jelas dituliskan dalam artikel yang dibacanya dalam mesin pencari. Namun, Karan pikir tak ada salahnya mampir sejenak. Kalaupun tak ada Kiran, ia bisa menyapa si bocah dan menanyakan siapa namanya, kan?“Irasshaimase ….”Suara ramah itu menyapa pendengaran saat Karan melangkahkan kakinya masuk. Ia memaksakan diri untuk tersenyum kepada seorang wanita yang sepertinya berusia pertengahan tiga puluhan, yang membungkuk menyambutnya. Dan ya, wajahnya sangat Indonesia. Karan pikir inilah orangnya, owner tempat ini. Mila De
Read more

88. Sudah Terlambat?

**Sudah terlambat?Seharusnya itu bukanlah sebuah pernyataan yang mengagetkan. Bukankah Karan sudah tahu semuanya? Ia bahkan sudah bertemu dengan pria yang ia pikir suami Kiran dua kali. Pria tampan bermata sipit yang waktu itu, kan? Memangnya apa lagi hubungannya dengan Kiran kalau bukan suami istri? Bahkan ia dengan senang hati menyebut Axel putranya, kan?Ya, seharusnya Karan tidak perlu lagi merasa kaget dan terpukul seperti ini. Tapi tidak bisa. Setelah menemukan bahwa semua ini fakta dan bukan hanya dugaannya, rasanya justru jauh, jauh lebih menyesakkan.Maka, pria itu bergumam pelan seraya mengalihkan pandangan dari Mila ke atas meja yang masih kosong, sebab sedari tadi keduanya hanyut dalam percakapan sampai Karan lupa memesan sesuatu. “Ah, ya … Ibu Mila–”“Panggil tante saja.”“Tante.” Karan mengulum senyum. “Ya, ya. Saya juga sudah tahu, kok. Saya sudah bertemu Axel dua kali. Dan tentu saja, saya juga sudah ketemu sama ayah barunya.”Mila sudah membuka mulut hendak mengatak
Read more

89. Tidak Percaya

**“Aku mencintaimu. Menikahlah denganku.”Reita meraih sepasang tangan Kiran. Menggenggamnya dengan hangat, kemudian mengecupnya lembut. Membuat perempuan itu tertegun dalam diam.Tidak ada kata yang bisa Kiran ucapkan. Ia hanya memandang Reita yang juga tengah memusatkan atensi kepadanya. Pria itu tersenyum kecil dan memiringkan kepala, memberikan afeksi lembut kepada jemari Kiran yang masih belum ia lepaskan.“Re-Rei-San … saya ….”“Tidak apa-apa, aku akan menunggumu. Jika tidak saat ini, mungkin besok atau lusa.”Kiran tercekat. Ia masih tak bisa mengatakan apapun, hanya bisa menunduk dengan menyesal. Reita memiliki sebagian besar yang perempuan impikan dari sosok suami idaman. Ia tampan rupawan, baik hati, finansialnya juga tidak buruk. Namun entah mengapa Kiran seperti memiliki satu sekat dalam hati yang belum bisa ia buka.“Maafkan aku, Rei-San.”“No, you shouldn’t.” Pria itu masih tersenyum, memandangi Kiran dengan lembut sekali. “Aku bilang, aku akan menunggu. Tidak masalah u
Read more

90. Galau

**Hari sudah cukup larut ketika Kiran memastikan putranya sudah tidur lelap. Ia menutup pintu kamar pelan-pelan sebelum melangkah dalam hening, ke arah luar ruangan. Tak ada siapapun di rumah itu, sebab Mila belum pulang dari kafe. Kiran memilih langsung pulang ke rumah setelah jalan-jalan bersama Reita dan Axel tadi sore tanpa mampir ke tempat kerjanya lebih dahulu, sebab ia lelah. Lelah hati dan pikiran.“Axel sudah tidur?” Reita meletakkan ponsel yang sedang menyala dalam genggaman tangannya begitu melihat Kiran datang. Pria itu sedang duduk di sofa ruang tamu yang berpenerangan lembut temaram.Kiran mengangguk, menjawabnya, “Sudah. Terimakasih banyak, Rei-San. Terimakasih sudah menggendongnya sampai ke kamar, padahal Axel sudah besar dan pasti berat.”Reita hanya tertawa kecil. Benar, pria itu tadi menggendong Axel dari stasiun hingga ke rumah karena si bocah sudah kelelahan dan tertidur dalam perjalanan pulang.“Aku tidak pernah keberatan, Kiran-Kun.”Kiran mengulum senyum. “And
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status