All Chapters of Sebatas Istri Di Atas Kertas: Chapter 91 - Chapter 100

106 Chapters

91. Permintaan Maaf

**Mila terdiam mendengar pertanyaan itu. Ia memandang keponakannya dengan intens. Namun, ia pikir sebaiknya memang segera meluruskan semua ini sebelum segalanya menjadi semakin berlarut-larut. Maka, wanita itu menghela napas.“Sebelumnya, Tante tanya, Ki. Apakah kamu dan Reita sudah memiliki ikatan? Kalian menjalin hubungan?”Pandangan Kiran naik perlahan, beradu tatap dengan tantenya. “Dia memang menyatakan perasaannya kepadaku, Tan. Hari ini.”“Dan kamu jawab apa?”“Aku bilang, aku masih nggak bisa memutuskan. Tapi dia juga bilang dia nggak buru-buru. Dia akan nunggu aku sampai aku bisa balas perasaannya.”“Kamu suka sama dia? Menurutmu, kamu akan jawab apa nantinya?”Kiran diam dan mengalihkan pandang kepada langit-langit ruangan yang temaram. “Itulah, aku aja ragu sama diriku sendiri.”Sekali lagi hela napas terdengar dari sekitar Mila. Wanita itu berujar pelan. “Karena ternyata Karan juga masih mengharapkan kamu. Dia memang datang untuk mencarimu.”“Dia sudah punya keluarga,” tu
Read more

92. Satu Hari Bersama Axel

**Bocah kecil itu memandang Karan dengan manik jernihnya yang berbinar. Raut wajahnya terlihat takut, namun sekaligus tertarik.“Halo, Axel,” sapa Karan dengan senyum tersungging. Ia membalas pandangan bocah manis itu dengan tatapan lembut.“Mama, ini Paman yang Axel ceritakan waktu itu.” Si bocah bertutur dengan polos kepada ibunya. “Paman yang bisa ngomong kayak kita.”“Honto?” Kiran menanggapi pernyataan putranya, pura-pura tidak ingat dengan apa yang bocah tersebut ceritakan. “Axel kapan bertemu sama beliau itu?”“Sudah lama. Paman, Paman ke sini naik apa?”Karan tidak bisa menahan senyum. Karena justru pertanyaan semacam itu yang diajukan bocah ini kepada dirinya. Meski ia merasa sedikit sedih. Axel memanggilnya dengan sebutan paman. “Naik kereta, Sayang,” jawab Karan, masih dengan senyum manis tersungging. “Paman mau ketemu Axel, makanya datang ke sini.”“Ketemu Axel?”“Benar sekali.”“Kenapa mau ketemu Axel?” “Axel mau jalan-jalan sama Paman, nggak?”Untuk sesaat, kedua nera
Read more

93. Berpamitan

**Kata-kata Karan sebelum ia berpamitan pulang malam itu tak urung membuat Kiran tidak bisa memejamkan mata sesudahnya. Semalaman suntuk ia terjaga, hanya berguling ke kanan dan ke kiri di atas futon. Gelisah memikirkan, apakah ia harus mengatakan perasaan yang sebenarnya kepada mantan suaminya itu, atau tetap memendamnya. Sekali lagi membiarkannya berlalu dan terlupakan saja.“Mama!”Perempuan itu terkesiap saat tangan mungil sang putra menarik ujung bajunya.“Mama melamun terus.”“Ah, maaf, Sayang.”“Mama pusing, ya? Axel kalau pusing suka melamun.”Kiran tersenyum manis. Ia mengusap lembut pipi kemerahan pangeran kecil itu. “Nggak, Baby. Mama hanya nggak bisa tidur semalam, makanya sekarang agak mengantuk.”“Mama habis lihat film hantu, ya? Kok nggak bisa tidur?”Sekali lagi, Kiran terkekeh kecil mendengar celetukan putra kecilnya itu. Ia menggusak surai lembut Axel sementara menempatkan mangkuk sereal di atas meja.Ini hari libur sekolah, ngomong-ngomong. Jadi Kiran tidak terburu
Read more

94. Deep Talk

**“ … Kiran?”Kiran terlonjak kaget saat merasakan sentuhan di bahunya. Saat sadar dirinya melamun dari tadi, maka ia buru-buru mengusap wajah dengan telapak tangan.“Ah, sorry, Rei-San. Anda bilang apa, tadi?”Pria yang sedang duduk di samping Kiran itu terdiam sesaat. Sebelum mengangkat kedua sudut bibirnya menjadi lengkungan manis.“It’s okay.” “Ah, ini kacau sekali. Entah apa yang terjadi dengan diriku hari ini.”“Kamu hanya harus mengejarnya, Kiran.”Perempuan itu menatap pria di sampingnya dengan wajah tidak mengerti. “Apa maksud anda, Rei-San?”“Aku tahu, kamu tidak ingin kehilangan dia lagi. Jujurlah kepada hatimu sendiri, hm?”“Saya benar-benar tidak mengerti apa yang anda sedang bicarakan.”“Aku tahu kamu mengerti.” Reita beranjak dari tempatnya duduk, dan bersiap-siap meninggalkan tempat, kemudian. “Kiran, kamu pantas bahagia. Aku akan mendukung apapun keputusanmu selama kamu bahagia karenanya. Aku sama sekali tidak masalah apapun itu, hanya saja, kamu harus bahagia. Aku
Read more

95. Pelukan Pertama dan Terakhir

**Apakah semuanya memang sudah terlambat?Tapi Kiran masih tetap tidak bisa melakukan apapun. Tidak bisa memulai bagaimana seharusnya. Karan sudah pergi hari ini, begitu yang ia dengar dari tantenya. Dan pada akhirnya, Kiran tetap membiarkan pria itu pergi lagi.Langit kota Kyoto sedang bertabur bintang malam ini. Udara sejuk nyaman memeluk, saat Kiran berdiam diri di halaman belakang rumahnya. Netranya memandang tak bosan-bosan pada gelaran angkasa raya yang penuh pendar-pendar cantik di atas sana.“Kiran?” Suara Mila terdengar memanggil. Membuat perempuan itu menoleh.“Ya, Tante?”“Ada Pak Reita di dalam. Katanya mau ngobrolin sesuatu. Tante juga mau minta izin bawa Axel ke rumah Ani-Obasan, ya? Sebentar aja, katanya ulang tahun kecil-kecilan.”“Oke, Tan.” Kiran mengangguk seraya tersenyum. “Bilang aja sama Reita kalau aku di sini.”“Kamu mau ajak si Pak Guru ganteng gelap-gelapan di sini? Are you sure?”Mila akhirnya hanya terkikik geli saat Kiran melayangkan bombastic side eye. W
Read more

96. Ayahnya Axel?

**“Ayahnya Axel? Benar nggak, Mama? Mama, benar nggak?”Nyatanya, pertanyaan itu Axel ulang-ulang selama beberapa hari sesudahnya. Membuat Kiran pusing.“Axel ….” Akhirnya, hari ini Kiran berujar dengan lembut. Terpaksa mengalah dengan ego, perempuan itu berjongkok di hadapan sang putra dan tersenyum lembut kepadanya. “Memangnya kalau benar dia ayahnya Axel, Axel mau bagaimana, Nak?”“Mau marah.”Kedua alis Kiran terangkat otomatis. “Kok mau marah?”“Iya. Karena nggak datang-datang. Kan Axel kangen. Terus kemarin cuma datang sebentar, sekarang sudah kembali lagi ke Indonesia. Berarti ayahnya Axel nggak sayang sama Axel.”Ah, Kiran lupa. Putranya kini sudah besar dan semakin pintar mengekspresikan rasa.Perempuan itu tersenyum dan kembali mengusap pucuk kepala sang putra.“Axel, kita cukup hidup bertiga saja di sini, ya. Axel, Mama, dan Obasan. Meski nggak ada ayah, tapi selama ini kita baik-baik saja kan, Nak? Selanjutnya, Mama juga akan pastikan semuanya seperti itu. Kita akan selal
Read more

97. Jatuh Sakit

**Papa ….Kiran kembali tenggelam dalam rasa galau pada malam harinya. Sudah lebih dari tengah malam saat ia masih terjaga, belum bisa mengantar dirinya sendiri memasuki alam mimpi.“Apakah aku memang harus kembali mengawali semua cerita denganmu, Mas?” Perempuan itu berkata lirih, sementara memandang kosong kepada layar televisi yang menyala tanpa suara.“Tapi aku takut gagal lagi mencintaimu. Rasa trauma itu terlalu dalam membekas. Meski jujur saja, aku rindu.”Kiran merapatkan tubuhnya. Duduk memeluk lutut melawan udara musim gugur yang semakin dingin. Bayangan wajah Karan yang penuh haru saat Axel menyebutnya Papa beberapa saat yang lalu, seperti menari-nari memenuhi benaknya.Axel terlihat bahagia, dan Karan juga.“Jika Axel bahagia, lalu aku bisa apa? Jika Axel saja bisa memaafkanmu, lalu sebaiknya aku bagaimana?”“Mama ….”Suara lirih itu membuat Kiran terkesiap. Ia menajamkan pendengaran, berpikir dirinya berhalusinasi. Namun saat sekali lagi suara lirih memanggil namanya, ia
Read more

98. Telepon Tengah Malam

**Kiran sungguh tidak ingin. Ia tidak ingin mendengar suara mantan suaminya, terutama pada tengah malam seperti ini. Namun suara rengekan lemah dari sang putra membuatnya tidak memiliki pilihan lain.“Telepon aja,” desak Mila, “Nggak ada salahnya, pun. Ini demi anak kalian.”Anak kalian? Betapa anehnya istilah itu. Kiran yang susah payah membesarkan Axel sendirian rasanya tidak rela jika ada yang menyebut bocah manis itu anak orang lain.“Kiran, ayolah. Apa lagi yang kamu tunggu?”“Baiklah, baiklah.” Kesal, namun Kiran tidak bisa menolak. Ia kemudian menjauh sementara mendial nomor ponsel Karan yang sebelumnya sudah disimpan Mila di sana. Setengah berharap pria itu sudah jauh terlelap dan tidak akan mengangkat panggilannya. Namun apa yang terjadi, justru pada dengung nada sambung detik pertama, teleponnya seketika diangkat.“Kiran?” Suara husky itu terdengar dari seberang, membuat Kiran buru-buru berdehem untuk mengatasi gugup. “Ada apa, Kiran? Kenapa menelepon malam-malam?”“Sorry,
Read more

99. Langkah Maju

**“Axel sudah sembuh, Mama. Ayo kita pulang sekarang.”Bocah manis itu berujar dengan gembira setelah dua hari penuh berada di rumah sakit. Ia sudah kembali sehat dan ceria seperti biasa.“Mama, Axel mau sekolah. Axel boleh sekolah, kan?”“Jangan dulu.” Kiran mengusap surai hitamnya yang lembut. “Besok saja, ya. Kalau badannya sudah benar-benar enakan.”“Tapi sekarang nggak ada Rei-Sensei ya, Mama?” Axel bergumam, wajahnya mendadak murung saat menyebut nama Reita. “Nggak ada yang antar Axel dan ajakin Axel jalan-jalan beli taiyaki lagi.”“Kan bisa sama Mama,” hibur Kiran sembari memberikan senyuman manis lagi. Dua tahun dekat seperti ayah dan anak, tak pelak meninggalkan kenangan yang pasti sulit dilupakan oleh bocah itu.“Kenapa Rei-Sensei pergi ya, Mama?”“Kan Rei-Sensei sudah bilang kalau mau sekolah lagi, Nak. Beliau sedang mengejar cita-cita, jadi kita semua harus mendukung.”“Nggak ada yang ajak Axel jalan-jalan lagi.”“Siapa bilang? Kan bisa jalan-jalan sama Papa.”Sepasang ib
Read more

100. Ayo Kita Menikah Lagi

**Kiran menemukan Mila sedang berada di dapur rumah. Perempuan itu tidak peduli sang tante sedang apa, ia menabrak tubuhnya dan memeluknya dari belakang. Diam dengan posisi seperti itu sampai beberapa saat waktu berlalu. “Kiran, hei … kok tiba-tiba?”Kiran tenggelamkan wajahnya di punggung sang tante sembari mendengung tidak jelas. Entah apa yang ia katakan.“Apa, sih? Tante nggak dengar kamu ngomong apa. Sini, biar Tante balik badan dulu, eh!”Perempuan itu mundur perlahan, membiarkan Mila membalikkan tubuh dan menghadap ke arahnya. Menemukan wajah yang lebih muda terlihat membara seperti sedang terkena demam.“Kamu baik-baik saja? Kok wajahnya merah begitu? Apa jangan-jangan kamu kedinginan? Karan biarin kamu di luar ruangan terlalu lama?”Tadinya, Kiran kan berpamitan untuk bertemu dengan Karan sebentar. Ketika pulang, kenapa keadaannya seperti ini?“Tante ….”“Gimana, Ki?”“Aku nggak menemukan alasan untuk menolak dia lagi.”Nah, sampai di titik ini, Mila akhirnya mengerti walau
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status