Home / Urban / Ashraf: Penguasa Terakhir / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Ashraf: Penguasa Terakhir : Chapter 31 - Chapter 40

110 Chapters

Pelabuhan Gunsan Part 2

Yoriko terus berlari, dia merapatkan tubuhnya di salah satu kontrainer. Nafasnya memburu saat ini, tapi dia harus bisa menemukan pria misterius itu secepatnya. Kemudian matanya kembali awas saat melihat pria itu berlari melewati tempat Yoriko bersembunyi. Pria itu tidak sadar kalau Yoriko sudah tidak lagi mengejarnya, melainkan mengawasi dirinya dari kejauhan. Yoriko mengendap-endap, mencari waktu yang tepat untuk menyerang. Kemudian saat pria itu lengah Yoriko keluar dari persembunyiannya dan menghantam tengkuk pria itu dengan satu buah balok yang cukup besar. Bugh!"Akh!"Pria itu jatuh tersungkur begitu saja setelah terkena hantaman tepat di tengkuknya, dia jatuh pingsan saat itu juga. Yoriko berjongkok, memastikan kalau lawannya sudah terkapar tidak berdaya. Tidak lama kemudian dia menelfon Tuan Mun, karena saat dirinya asik kejar-kejaran tadi. Jarak Tuan Mun dan dirinya cukup jauh sehingga pria itu tidak mungkin tahu. "Tuan Mun, kau bisa ke sini bersama beberapa anggota? aku
Read more

Mencari Target

Yoriko bangkit dari duduknya, dia mengeluarkan pistol yang disembunyikan dari balik pakaiannya. Para anggota yang lain juga bersiap setelah mendengar tembakan itu. "Berpencar! cari ke semua penjuru pelabuhan!" perintah Yoriko pada anggota yang lain.Mereka kemudian berpencar dan mencari orang yang telah menembak mati pria misterius itu. Yoriko berlari ke arah Tuan Mun, rupanya pria itu tidak membawa senjata api. "Ini, Tuan Mun bawa saja pistol ku," ucapnya menyerahkan pistol Glok 45 Gap yang dia pegang. Kemudian Yoriko pergi meninggalkan Tuan Mun tanpa menunggu lama. Untung saja Yoriko selalu membawa senjata cadangan, jadi dia tidak kewalahan di saat seperti ini. Perempuan itu berlari ke luar pelabuhan, dia memperhatikan sekeliling. Kondisi yang ramai di pelabuhan membuatnya harus ekstra hati-hati. Selain itu, Yoriko juga semakin kesusahan mencari target yang dia tuju. "Sial! aku tidak menemukan apa pun," geram Yoriko sembari memberikan pukulan mentah ke awang-awang. Dia frustasi
Read more

Perang Batin

Di Gangnam sendiri, Ashraf tengah duduk melihat beberapa anggota yang tengah berlatih bela diri di ruangan yang ada di bagian belakang kediaman. Para anggota El Abro itu memang berlatih di dalam ruangan hari ini karena di luar masih tertutup salju. Akan tetapi pikirannya tidak bisa fokus pada para anak buahnya. Pikirannya menjelajah ke mana-mana, beberapa hari terakhir dia memang merasa gelisah. "Ashraf, kau baik-baik saja? Tampaknya kau kurang sehat," ucap Master Wang yang memang ikut berlatih di ruangan itu. Dia baru saja beristirahat setelah setengah jam Wushu. Ashraf yang ditanya pun hanya tersenyum kaku. Dia tidak terlalu dekat dengan Master Wang, tapi dia juga tidak bisa menjauhinya. Sekarang, pria di sampingnya ini adalah bagian dari El Abro dan dia sendiri yang sudah membawanya masuk ke kelompok mafia. "Aku baik-baik saja Master, mungkin sedikit kelelahan?" Balas Ashraf. Master Wang mengangguk samar, dia ikut duduk di samping Ashraf sembari meneguk air mineral dari dalam
Read more

Tindakan Bodoh

"Bu-bukan seperti itu, hanya saja kali ini aku ingin mempercayai perasaan ku sendiri." Entahlah hanya jawaban seperti itu yang akhirnya keluar dari mulut Ashraf. Lizi di seberang sana makin tertawa terbahak-bahak dibuatnya. ["Hah! Sudahlah, terserah kakak saja. Aku akan beristirahat malam ini, sampai jumpa."] Setelah mengatakan itu Lizi mematikan sambungan telepon. Ashraf masih diam di tempatnya, dia memandang kosong ke layar ponselnya. "Kalau saja ibu masih hidup, aku pasti akan meminta nasihat darinya." Ashraf bergumam pelan sembari tersenyum getir. Dia benar-benar merindukan sang ibu sekarang, mendadak Ashraf kembali mengingat saat dimana ibunya dinyatakan tiada hari itu. Hatinya terasa sakit dan sesak, dia tidak berbuat apa-apa saat berhadapan dengan takdir. "Aku akan membalas Blair Fulton bagaimana pun caranya," gumam pria itu dengan lirih. Sedangkan di pelabuhan Gunsan, Yoriko dan Tuan Mun tengah bersembunyi di balik tumpukan tong kosong yang ada di pelabuhan. Dari jarak k
Read more

Masalah Hati

Tuan Mun memejamkan matanya sejenak, dia mengeraskan rahangnya menahan emosi. Pria itu berusaha menenangkan diri atas ucapan kurang ajar yang dia dengar dari Yoriko. "Ada alasan kenapa aku melakukan semua ini Yoriko," jawab Tuan Mun pada akhirnya.Dia juga menurunkan egonya dengan memelankan nada bicaranya pada perempuan yang pantas dia sebut putrinya. "Alasan apa lagi Tuan Mun? Sungguh aku tidak mengerti," balas Yoriko yang tampak lelah dan kecewa. "Nanti kita bicarakan lagi saat sudah sampai di markas besar saja," ucap Tuan Mun. Kemudian hening, Yoriko tidak menjawab lagi. Marco, anggota yang menjadi supir mereka malam ini juga diam tidak berani menanggapi apa-apa. Tuan Mun juga memilih kembali ke markas alih-alih ke kediaman keluarga Choi. Padahal mereka berangkat dari kediaman, tapi dia rasa tidak tepat untuk kembali ke sana saat ini. Tuan Mun dan Yoriko baru saja sampai di markas besar setelah lewat jam tiga pagi. Keduanya turun dari mobil, masih ada rasa penasaran di wajah
Read more

Memegang Kelemahannya

Di salah satu restoran mewah daerah Gunsan, Xiao Jiang tengah menikmati sarapan paginya dengan tenang. Perempuan itu memandang orang-orang yang berlalu lalang di jalanan. Saat ini dia tengah memesan sarapan pagi dan menunggunya di lantai dua restoran tersebut. Perempuan cantik itu duduk di dekat jendela dan memandang ke bawah, di mana ada jalan protokol yang bisa dia lihat dengan leluasa. "Aku tidak menyangka El Abro punya banyak sekali cabang bisnis," gumam perempuan itu sembari memperhatikan layar ponselnya. Matanya awas memperhatikan beberapa file yang diberikan oleh anak buahnya. Setidaknya dia mengantongi beberapa informasi terkait bisnis yang dikerjakan oleh El Abro. Tidak lama kemudian sebuah panggilan masuk ke dalam ponselnya, Xiao Jiang yang hendak menyuap makanan segera menghentikan kegiatannya. Dia menggeser tombol hijau begitu sadar kalau telepon itu berasal dari tangan kanannya, Chen Xiaojun. "Ya, ada apa Xiaojun?" Tanya Jiang begitu panggilan terhubung. ["Nona Jian
Read more

Permainan Putri Mafia

Setelah sarapan bersama Tuan Mun, Ashraf masih duduk di ruang kerjanya sementara Tuan Mun sudah pamit untuk pulang terlebih dahulu untuk beristirahat. Ashraf tampak menimbang kartu memori yang diberikan padanya beberapa saat lalu. Dia hendak melihat apa yang ada di dalam sana. Ketika Ashraf bangkit dari duduknya untuk mengambil laptop, ponsel miliknya berdering. Sontak Ashraf mengurungkan niatnya dan kembali duduk sembari mengangkat telepon tersebut. "Lizi?" Gumam Ashraf sebelum akhirnya mengangkat panggilan dari sang adik. ["Kakak!"] Panggil Lizi dari seberang sana dengan nada yang terburu-buru. Kening Ashraf berkerut, dia tidak yakin kalau semuanya baik-baik saja setelah mendengar nada bicara dari adik satu-satunya itu. "Ya ada apa, katakan dengan jelas!" Perintahnya. ["Ada penyerangan tiba-tiba di kantor Bea Cukai kak,"] tutur Lizi dengan nada yang bergetar. Ashraf terkejut bukan main, di tempat yang sangat tidak mungkin ada kejahatan di sana. Bisa-bisanya malah ada penyeran
Read more

Ternyata Dia Tahu

Fengying semakin panik ketika mobil dibelakangnya terus mepet ke body mobil yang dia kendarai. Bahkan mobil milik Fengying sudah bergesekan dengan pembatas jalan hingga menimbulkan sedikit percikan api. "Sialan!" Umpat Fengying sembari terus berusaha menghindar.Bagaimana pun saat ini dia memakai pakaian dinasnya sebagai petugas Bea Cukai, tidak mungkin jika Fengying malah bertindak kriminal. "Berhati-hati Tuan Fengying," ucap Lizi yang ada di kursi penumpang. perempuan itu masih berlagak seperti gadis muda baik-baik yang tidak terbiasa dengan situasi seperti ini. Karena mau bagaimana pun, Lizi berkenalan dengan Fengying sebagai perempuan baik yang mengurus bisnis mendiang sang ibu. Bukan anak perempuan dari keluarga mafia, jadi Lizi berusaha mati-matian mempertahankan citra seperti itu. "Mereka terus mengejar kita nona Liz, bagaimana ini?" Tanya Fengying yang mulai khawatir. "Arahkan saja mobil ini ke jalan yang sulit di lewati. Dengan begitu mereka mungkin tidak akan mengejar,"
Read more

Dia Benar-benar Tahu

Fengying tidak segera menjawab dia malah berjalan ke sebuah restoran yang ada di deretan gedung bertingkat di depan mereka. Menyadari Lizi tidak beranjak dari tempatnya, Fengying menoleh dan melambaikan tangannya. "Ayo Nona Liz, kenapa diam di sana? Kau mau tahu jawabanku bukan, akan ku jelaskan di dalam." Fengying masih setia dengan senyumannya.Lizi tidak mengerti, tapi dia mengangguk dan mengikuti ke mana pria itu melangkah. Di dalam restoran tersebut, Fengying sengaja memilih tempat duduk yang lumayan pojok di lantai dua restoran. Posisi itu memungkinkan mereka berbicara dengan leluasa tanpa khawatir didengar oleh orang lain karena memang pengunjung di lantai dua tidak lebih dari sepuluh orang saja. "Duduklah Nona Liz," ucap Fengying mempersilahkan sang kolega untuk duduk. Dia bahkan menggeser kan kursi yang akan di duduki perempuan muda itu. "Terimakasih Tuan Fengying," balas Lizi dengan sopan. Kali ini dia tidak terlalu formal lagi dengan Fengying, bahkan cenderung santai.
Read more

Apa Yang Kau Lakukan?

Lizi tersentak mendengar jawaban Fengying kali ini. Dia bahkan sampai menjatuhkan sumpitnya ke lantai sangking terkejutnya. "Ka-kau sungguh tahu?" Tanyanya terbata-bata. Fengying malah tertawa kecil, kemudian dia menunduk dan mengambil sumpit milik Lizi yang sudah kotor. Pria itu menaruhnya di sisi kanan mejanya beralaskan tissue. "Apa kau pikir aku tidak tahu?" Fengying malah balik bertanya. Hal itu tentu membuat Lizi semakin gelagapan. Dia merasa tidak becus dalam mengerjakan sesuatu. Bisa-bisanya dia malah kecolongan seperti ini?"Kau tidak perlu merasa khawatir atau takut Nona Liz, karena selama ini aku tidak melakukan apa-apa." Fengying kembali berujar pelan. "Ya aku tahu itu, tapi kenapa kau melakukan ini? Kenapa pula kau mau membantu pekerjaan ku padahal kau tahu aku seorang mafia?" Cecar Lizi yang kini berada pada mode waspada. "Karena aku tahu kau tidak akan bertindak di luar batas. Selama ini hanya itu saja yang menjadi alasan ku terus bersikap baik dan percaya padamu,
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status