All Chapters of Pengantin Pengganti untuk Suami Buruk Rupa: Chapter 151 - Chapter 160

334 Chapters

Tidak Boleh Pergi

Ruby menarik tangannya yang gemetar, menutup wajahnya agar tidak berteriak. Keadaan itu terlalu kejam. “Maaf, tapi apa AJ memiliki saudara?” tanya Shelby. Ruby menggeleng. “Ayah AJ masih hidup?” Shelby semakin berhati-hati. Ruby mengangguk perlahan, semakin tidak ingin bicara. Tapi itu kabar gembira bagi Shelby. “Kalau begitu, Anda mungkin bisa menghubunginya. Kemungkinan besar AJ akan memiliki kecocokan dengannya. Masih harus diperiksa, tapi saya rasa akan cocok. Kalau AJ memiliki saudara, maka saya akan menyarankan saudara, tapi ayahnya juga bisa.” Shelby menepuk pahanya sendiri untuk menyalurkan kelegaan. Keadaan yang jauh berbeda diderita Ruby. Ia kembali dipaksa menghadapi kenyataan penuh ironi. Ia harus menjilat ludahnya sendiri yang bahkan belum kering. “Bagaimana dengan donor lain? Apa tidak bisa?” Ruby berharap bisa, tapi Shelby menggeleng pelan. “Mungkin ada, tapi akan sulit menemukan yang cocok kalau bukan dari keluarga, dan kemungkinan akan lama kalau harus mencari.
last updateLast Updated : 2023-10-03
Read more

Hal yang Terdengar Tidak Mungkin

Ada beberapa orang yang pernah berlutut dan memohon padanya, tapi biasanya Ed tahu apa sebabnya, yang ini terlalu random.“Ruby… “ Ed berusaha melepaskan tangannya, tapi Ruby mencengkram dengan sangat kuat.“Jangan pergi!” Ruby tidak akan melepaskannya.“Mrs. Herrera, maaf. Tapi jangan di sini.” Otiz yang sudah menyusul, akhirnya memaksa Ruby untuk berdiri. Ed dan Ruby terlalu banyak menarik perhatian dan itu tidak bagus, terutama kalau ada petugas keamanan yang terlibat.“Aku…” Ruby melawan Otiz, tapi Ed menunduk dan mendesis di telinganya.“Aku tidak tahu kau menginginkan apa, tapi jangan membuat drama di hadapan umum.” Ruby langsung diam, dan mengikuti Ed yang melangkah keluar dari ruang tunggu itu. Ruby tidak tahu kemana, hanya menurut saja, sampai akhirnya masuk ke dalam chapel kecil di bandara itu. Ruangan yang tentu saja sepi. Hanya ada satu orang yang tampak menunduk berdoa, lalu keluar saat melihat rombongan masuk.“Apa yang kau inginkan?” tanya Ed sambil duduk di salah sat
last updateLast Updated : 2023-10-04
Read more

Kesimpulan yang Tidak Lagi Salah

Kaki Ed seperti melayang kehilangan pijakan. Ia meraih Otiz yang ada di sampingnya agar tidak oleng, sebelum akhirnya mampu melangkah dan berdiri di hadapan Ruby. Menunduk menatap mata kecoklatan yang penuh air mata itu. “Maaf… maafkan aku…” Ruby merintih, dan memejamkan mata saat melihat tangan Ed bergerak, terulur ke arahnya. Ruby akan menerima apa pun, bahkan jika tangan itu mencekik, ia akan diam dan tidak meronta.Tapi Ruby tersentak, karena tangan itu mengusap pipinya. Ujung jari Ed yang hangat tidak menyakiti, tapi mengelus seluruh wajahnya. Mengusap air matanya.Ruby membuka mata, dan mata hijau itu masih menatapnya. Namun, Ruby terpaksa memejam saat Ed mengusap kelopak matanya. Ed seakan ingin merasakan seluruh detail wajahnya. Kemiripan yang kemarin dianggapnya keajaiban rupanya menyimpan sesuatu.“Ed…” Ruby memanggil dengan takut-takut saat perlahan tangan itu turun.“Teh… kau teh yang itu.” Ed bergumam, kembali menyatukan uraian titik yang tadi salah tempat. Kesimpulan ya
last updateLast Updated : 2023-10-04
Read more

Mengambil yang Tidak Terduga

Ruby tersentak saat pintu kamar rawat AJ tiba-tiba terbuka, tapi langsung lega saat melihat Ed melangkah masuk bersama Otiz. “Kau datang…” Ruby nyaris tersenyum, tapi luruh karena Ed bahkan tidak memandangnya. Ed hanya lewat dan menghampiri ranjang AJ. Anak itu sedang pulas tertidur. Taksi yang Ruby tumpangi berhasil mengikuti taksi Ed, jadi Ruby tahu Ed ada di rumah sakit itu. Hanya Ruby tidak tahu dimana. Ia tadi langsung kembali pada AJ—berharap Ed akan ada di kamar AJ. Ruby tentu panik saat melihat Ed tidak ada di kamar itu, tapi memutuskan untuk menunggu. Keputusan itu benar, Ed pada akhirnya datang—meski menganggapnya seperti angin. “Ed, aku…” Ruby terdiam. Lirikan mata Ed yang membuatnya diam. Bibir Ed tidak perlu terbuka maupun bersuara, Ruby bisa mengartikan pandangan mata itu. Ed tidak datang untuk mendengar apa pun. Ia ada untuk AJ, bukan Ruby. “Don Rosas akan menjalani pemeriksaan untuk memastikan kecocokan sebagai donor.” Otiz yang menjelaskan. “Oh…” Ruby menutup bib
last updateLast Updated : 2023-10-04
Read more

Gembira yang Tidak Sempurna

“WUAAA! Itu besar sekali!” AJ berseru girang. Matanya membuka selebar mungkin, seakan ingin menyaingi besarnya fosil dinosaurus yang ada di depannya. Tulang-belulang tua yang membentuk sosok makhluk purbakala itu tentulah menakjubkan di mata AJ.Museum Saurier, adalah museum dengan koleksi fosil dan replika terlengkap yang ada di Zurich—Swiss. Tujuan kunjungan khusus yang dipilih Ed untuk menghibur AJ tentu. Tapi mereka ada di Swiss bukan hanya untuk mengunjungi museum. Negara itu memiliki fasilitas kesehatan paling baik katanya. Ed mengejar itu, dan sudah mengatur agar AJ dirawat di sana.“Itu benda terbesar yang pernah aku lihat!” AJ berseru lagi.Kalau saja tidak ingat kakinya saki
last updateLast Updated : 2023-10-05
Read more

Teman yang Tidak Lagi Teman

Ruby mengusap keningnya yang berkeringat, lalu melepaskan mantel yang tadi dipakainya selama perjalanan. Udara lembab dan langit mendung adalah yang pertama menyambut Ruby saat menginjakkan kaki di Mexico lagi setelah sekian lama. Ruby memasang topi yang memang sudah disiapkannya, lalu berjalan pelan keluar dari bandara. Ruby juga memakai kacamata hitam. Wajahnya benar-benar tersembunyi, karena memutuskan untuk berhati-hati.  Begitu kakinya menginjak negara itu, kehidupannya sangat lain. Ia kini menjadi ‘musuh’ dari dua orang yang mengerikan. Yang satu akan dengan senang hati membunuhnya kalau tahu—Esli, yang satu lagi… Ruby masih berharap Ed tidak akan langsung membunuhnya. Paling tidak Ed tidak langsung mencekiknya saat di chapel kemarin. Meski setelah itu Ed membuatnya ingin mati dengan mengambil AJ, tapi
last updateLast Updated : 2023-10-05
Read more

Tidak Sesulit yang Terduga

“R… Ruby…”Lori masih butuh beberapa saat untuk percaya. Ia melakukan hal yang sama, dengan Ed juga. Meraba wajah Ruby, sampai akhirnya mencubit pipinya.“Astaga! Kau benar-benar bukan Liz?!” Lori memekik.“Ssst!” Ruby meminatanya untuk tidak menjerit tentu.“Kau bukan Liz?” Lori mengulang lebih pelan, tapi masih sambil mencubit pipi Ruby.“Apa pipiku terasa berbeda?” Ruby heran melihat Lori meyakinkan diri dengan mencubit pipinya.“Bukan itu! Tapi Liz akan menamparku kalau terus mencubit pipinya.” Lori memakai cara paling mudah untuk membedakan keaslian pernyataan Ruby.
last updateLast Updated : 2023-10-05
Read more

Tidak Bisa Tega

“Ok, thank you so much.” Lori mengucapkan terima kasih pada petugas administrasi rumah sakit yang sejak tadi melayani pertanyaannya. Ia sangat kooperatif, sayang hasilnya tidak memuaskan. AJ tidak ada di rumah sakit itu.“Masih ada enam lagi di area ini. Yang terdekat… Ruby? Kau baik-baik saja?” tanya Lori, sambil kembali mundur. Ia rupanya hanya melangkah sendiri, sementara Ruby tertinggal di teras rumah sakit.“Ya, aku hanya berpikir.” Ruby bersandar sejenak di tembok rumah sakit, lalu kembali berdiri menghampiri.“You look like shit. Maaf, tapi kau pucat sekali.” Lori menggeleng sambil mengusap pipi Ruby yang tampak cekung.“Kapan terakhir kau tidur nyenyak?” tanya Lori.“Mm… tadi malam.” Ruby berbohong tentu. Ia tidak ingat kapan terakhir ia tidur dengan benar. Mulai dari semenjak AJ dibawa oleh CPS, Ruby sama sekali tidak bisa tidur nyenyak.“Benarkah? Kau juga sama sekali tidak tidur saat penerbangan kemarin. Kau bahkan juga tidak makan dengan benar. Croissant satu saja kau masi
last updateLast Updated : 2023-10-06
Read more

Hal yang Tidak Seharusnya Terlewat

“Apa… siapa?” Ed bingung. Mereka ada di Swiss. Tidak seharusnya ada gangguan apa pun. “Itu… sebaiknya Anda menemuinya sendiri.” Otiz menunduk. “Ada apa denganmu? Akh…” Ed turun dari ranjang AJ separuh melompat. Lupa kalau keadaan tubuhnya belum pulih. Efek samping itu tentu bukan hanya dialami AJ. Tubuh Ed juga belum pulih sepenuhnya. Punggung dan pinggangnya masih nyeri, bahkan seharusnya ia belum boleh beraktivitas. Ed memaksakan diri karena tidak ingin meninggalkan AJ sendiri. “Siapa yang ingin menemuiku?” Ed melangkah pincang keluar, menggerutu sekaligus heran. Otiz biasanya akan langsung mengusir saat ada tamu tidak penting, dan saat ini Ed menganggap siapa saja tidak penting. “Ada di sana.” Otiz menunjuk ke arah ruang tunggu yang lebih mirip ruang tamu. Masing-masing ruang di rumah sakit itu memang lebih mirip apartemen dengan fasilitas lengkap. Ed kembali melangkah. Masih dengan bingung karena sikap Otiz aneh, tapi kemudian jelas lah apa penyebabnya saat Ed melihat Ruby b
last updateLast Updated : 2023-10-06
Read more

Tidak Bisa Memutuskan

“Kami tidak…” “Apa aku menyuruhmu menyakitinya?!” bentak Ed. Masih melotot memandang mereka berdua. “Kau yang menyakitinya! Ruby tidak makan maupun tidur berhari-hari!” Lori yang membentak. Ia bukan tidak lagi takut, tapi gemas melihat amarah Ed yang tidak jelas. Ia sendiri yang mengusir Ruby, aneh sekali melihatnya marah saat Ruby pingsan. “Aku tidak…” Keinginan Ed untuk berdebat langsung lenyap. Tidak berminat lagi karena tangannya bisa merasakan tubuh Ruby sangat hangat padahal ada hujan yang membasahinya. “Ruby?” Ed menepuk pipinya, dan Ruby sama sekali tidak merespon. “SAYA SAJA!” Otiz berseru sambil berlari menghampiri Ed saat melihatnya mencoba mengangkat tubuh Ruby. Ed bukan tidak mampu, tapi seharusnya ia belum boleh beraktivitas. “Jangan menyentuhnya.” Ed mendesis, dan sudah mengangkat tubuh Ruby sendiri. Pinggangnya terasa menyengat, tapi Ed hanya menggertakkan rahang. Ia menggendong Ruby masuk, dan untungnya tidak perlu lama. Mereka ada di rumah sakit—meski lebih mir
last updateLast Updated : 2023-10-07
Read more
PREV
1
...
1415161718
...
34
DMCA.com Protection Status