Home / Romansa / Gairah Berbahaya sang Mafia / Chapter 141 - Chapter 150

All Chapters of Gairah Berbahaya sang Mafia: Chapter 141 - Chapter 150

529 Chapters

Bab 141 - Bukan Orang Biasa

“Ray, tunggu sebentar,” sela Amora dengan khawatir. “Kenapa, Ma? Ray tidak boleh?” tanya anak laki-laki itu dengan tatapan yang terlihat sendu. Amora tahu jika Rayden sangat ingin membanggakan ayahnya kepada teman-temannya, tetapi ia berpikir jika ia perlu memastikan kejelasan hubungannya dengan Regis terlebih dahulu. Ia perlu tertulis hitam di atas putih mengenai status Rayden. “Bukan begitu. Mama bukan ingin melarangmu untuk menceritakan hal ini kepada teman-teman atau gurumu, tapi … Mama pikir sebaiknya setelah kita menemui keluarga besar ayahmu dulu,” jawab Amora dengan hati-hati. Amora tidak ingin melukai hati putranya. Ada kecemasan yang muncul di dalam benak Amora. Ia khawatir keluarga besar Lorenzo tidak bisa sepenuhnya menerima Rayden. Meskipun hal itu hanyalah kekhawatiran yang tidak terbukti, tetapi Amora berpikir untuk memastikan hal itu terlebih dahulu. Bola mata hazel mungil milik Rayden menatap ibunya dengan lekat. Ia tidak mengerti kenapa ibunya meminta untuk men
Read more

Bab 142 - Matamu Lebih Jujur Daripada Bibirmu

Tubuh Amora membeku di tempat. Kedua netranya terpejam dengan erat selama beberapa saat. Debaran jantungnya tengah bergelora tidak karuan. Ia merutuk di dalam hati karena kepergok oleh Regis sebelum ia sempat meninggalkan tempat tersebut. “Amora?” Netra elang Regis menyipit tajam ketika melihat punggung wanita itu. Perlahan sudut bibirnya tertarik ke atas. “Apa yang kamu lakukan dengan mencurigakan di sana, hm? Kamu sedang mengintipku?” Sontak, Amora berbalik badan menghadapnya. “Si-siapa juga yang mengintip?!” tampiknya tanpa menoleh ke bawah. Ia khawatir melihat hal yang tidak sepatutnya dilihatnya. “Oh ya? Padahal wajah mesummu terlihat jelas . Masih mau menyangkal?” ledek Regis seraya mengusap wajahnya yang basah. Rahang tirus Amora mengetat. Ia menggiertakkan gigi-giginya dengan erat. Kesal karena memberikan kesempatan bagi pria itu untuk mengejeknya. “Matamu saja yang rabun!” gerutu Amora dengan emosi yang meluap-luap. Namun, Amora tidak ingin berlama-lama di sana untuk b
Read more

Bab 143 - Permen Karet?

Amora dapat merasakan desiran di dalam tubuhnya hanya karena sentuhan kecil pria itu padanya. ‘Berengsek!’ umpatnya di dalam hati. Ia langsung memalingkan wajahnya dari pemandangan menggoda yang mengobrak-abrik pikirannya. “Ha-habisnya tadi aku pikir kamu tidak pakai apa pun,” gerutunya. “Kenapa? Apa kamu lebih suka aku tidak mengenakan apa pun?” ledek Regis dengan suara gelak tawa yang mengiringi kalimatnya. “Tidak!” timpal Amora yang membuat dirinya terdengar semakin konyol. Ia memijit pelipisnya yang berdenyut hebat. Berdebat dengan Regis hanya membuat kepalanya terasa semakin pusing. “Seharusnya tadi kamu menutup pintumu, jadi aku tidak akan masuk,” ucapnya yang melimpahkan kesalahan kepada pria itu. Regis menarik sudut bibirnya. “Ini kamarku, Amora. Aku tidak pernah melakukan hal merepotkan seperti itu sebelumnya." “Tapi, sekarang kita sudah tinggal bersama, Regis. Kamu harus membiasakan dirimu,” timpal Amora mengingatkannya. Suara kekehan kecil terlontar dari bibir Regis.
Read more

Bab 144 - Bukan Pemain Awam

‘Ke-kenapa juga dia harus datang di saat seperti ini sih?’ batin Amora dengan debaran jantung yang sedang berpacu hebat.Manik mata Amora memperhatikan Regis dengan waswas. Khawatir jika pria itu mengetahui jika dirinya baru saja melihat hal yang tidak seharusnya ia ketahui.Amora meneguk salivanya dengan kasar ketika melihat pemandangan yang memanjakan matanya. Regis baru saja selesai mandi dan hanya mengenakan sehelai handuk menutupi bagian tubuh dari pinggang ke bawah.“A-apa kamu tidak bisa memakai bajumu lebih dulu sebelum bertanya?” sergah Amora dengan gugup.Ia berusaha mengalihkan perhatian Regis terhadap benda yang saat ini sedang berusaha ditutupinya dengan salah satu alas kakinya.Amora berharap Regis tidak melihatnya. Sayangnya, hal itu tidak terjadi. Netra tajam Regis begitu jeli untuk membaca situasi yang terjadi. Pria itu langsung mengalihkan pandangannya ke bawah. Sepasang alis tebalnya langsung bertaut saat melihat ada hal yang sedang disembunyikan wanita itu darinya.
Read more

Bab 145 - Hanya Meniduri Wanita yang Disukai

“Turunkan aku, Regis!” jerit Amora dengan histeris. Wanita itu terus meronta saat Regis memanggulnya. Kepalanya terasa semakin pusing karena posisinya mengarah ke bawah. Ia dapat melihat tato naga hitam yang mengukir kulit punggung pria itu seolah sedang meledeknya. Regis terus melangkah. Mengabaikan rontaan Amora yang berulang kali memukul punggungnya dengan kedua kepalan tangannya yang lemah. “Berengsek! Turunkan aku! Dasar naga mesum!” Amora kembali berteriak. Ia terus memberontak dengan hebat, tetapi Regis tidak menggubrisnya hingga akhirnya pria itu menghempaskan tubuhnya di atas ranjang dalam satu kali sentakan. “Akh!” Amora meringis. Wanita itu memegang keningnya. Rasa pusing yang semakin bertambah hebat menderanya karena hempasan pria itu pada tubuhnya. Namun, ia tidak bisa fokus dengan rasa sakitnya itu karena ada hal yang lebih penting yang sedang mengancamnya saat ini. Regis telah mengungkung tubuhnya. Terlihat seulas seringai licik yang sedang menertawakan Amora yang
Read more

Bab 146 - Jadikan Aku Sebagai Sandaranmu

‘Apa maksudnya? Apa dia sedang memberikan pengakuan secara tidak langsung?’ batin Amora yang dipenuhi kebingungan.Wajah Amora langsung tertunduk dalam. Ia tidak ingin Regis melihat rona merah yang menyebar di kedua belah pipinya.Ekor mata Amora kembali melirik Regis yang terlihat begitu santai seolah tidak terjadi apa pun. ‘Sepertinya … aku terlalu berpikiran jauh,’ batinnya yang diam-diam menghela napas pelan.Amora berharap Regis segera mengakhiri pengolesannya dengan cepat.Beberapa detik kemudian, usapan telunjuk Regis terhenti. Akan tetapi, pria itu masih tidak melepaskan tangan pada puncak kepalan Amora. Netra elangnya melirik tajam pada bagian pelipis kiri Amora di mana terlihat bekas luka yang tertinggal di sana.Regis tahu jika luka itu bukan luka baru, melainkan sudah lama sekali. Tanpa sadar jemari Regis menyentuh bekas luka tersebut hingga Amora tersentak dan segera menarik dirinya menjauh.Wanita itu bergegas merapikan poninya dan berdeham pelan. “Terima ka—”“Kenapa bi
Read more

Bab 147 - Menjerat Secara Diam-diam

Kening Amora mengerut karena merasa tidak memberikan apa pun kepada pria itu. “Hadiah apa yang kamu maksud, Regis? Sepertinya aku—"“Rayden adalah hadiah luar biasa yang telah kamu berikan untukku, Amora,” sela Regis yang membuat wanita itu terperangah.Amora tidak menyangka jika Regis akan menganggap Rayden sebagai anugerah seperti hal dirinya yang memiliki pemikiran yang sama. Ketika Amora hendak menanggapi, tiba-tiba Regis menepuk pelan puncak kepalanya.“Terima kasih sudah bertahan hingga hari ini, Amora."Wanita itu tersentak dengan kalimat yang diucapkan Regis. Seulas senyuman yang mengembang di bibir Regis membuat Amora menjadi grogi.Akan tetapi, ungkapan rasa terima kasih yang diucapkan Regis membuat Amora merasa sangat dihargai. Ia tidak menyangka pria itu akan melakukan tindakan dan mengatakan hal yang tidak terduga. Padahal sebelumnya Amora selalu menyembunyikan rasa lelah dan sakit yang didapatkannya dalam menjalani tujuh tahun kehidupan yang dipenuhi dengan berbagai lika
Read more

Bab 148 - Awal Pagi yang Manis

Sinar mentari telah mengintip di balik tirai tipis dalam kamar tidur yang sedang ditempati Amora. Wanita itu masih enggan membuka sepasang netranya dan membenamkan seluruh tubuhnya di salam selimut. Suhu udara di dalam ruangan itu masih terasa sangat dingin meskipun sang surya telah menampakkan dirinya. “Mama! Mama!” Suara teriakan Rayden menyentakkan bunga tidur Amora. Wanita itu langsung membuka matanya dan bergegas bangkit dari pembaringannya. Namun, gerakannya terhenti sejenak. Amora memijit pelipisnya untuk menstabilkan tekanan darahnya. Karena bangun tidur terlalu terburu-buru menyebabkan rasa nyeri pada kepalanya. "Selamat pagi, Mama," seru Rayden yang telah menghampiri Amora lebih dulu. Ia langsung naik ke atas tempat tidur dan memeluk ibunya. Kening Amora mengerut. Perlahan ia melepaskan pelukan putranya, lalu menatapnya dengan lekat. “Ada apa, Ray? Apa terjadi sesuatu?” Seulas senyuman sumringah terbit di bibir anak laki-laki itu. “Ray cuma disuruh untuk membangunkan
Read more

Bab 149 - Wanita yang Harus Kita Lindungi Bersama

Sorot mata tajam Amora menilik wajah Regis dengan seksama. Kebahagiaan yang terpancar dari raut wajah pria itu pagi ini membuat Amora merasa tidak tenang. Ia pun meremas pakaiannya dengan erat dan berusaha memastikan jika memang terjadi sesuatu semalam di saat dirinya yang tengah tertidur pulas. “Mama, ayo makan!” Suara seruan Rayden membuyarkan lamunan ibunya itu. Amora hanya tersenyum tipis. “Pergilah mencuci mukamu dulu, lalu kita sarapan bersama dan langsung bersiap-siap untuk mengantar Ray bersama-sama ke sekolah,” ucap Regis ikut menimpali. Amora memberikan tatapan tajam padanya tanpa kata, kemudian berjalan menuju ke kamarnya kembali. Regis mengulum senyumnya. Ia teringat dengan pembicaraannya dengan Amora semalam. Regis cukup terkejut ketika Amora yang harus terpaksa menyetujui permintaannya untuk tidur di kamar yang sama dengannya. Padahal awalnya ia hanya ingin melihat reaksi wanita itu saja, tetapi ternyata Amora malah menerima permintaannya itu meskipun tetap dengan
Read more

Bab 150 - Mematikan Langkah

“Pagi, Tuan Muda,” sapa Mark yang telah sigap menunggu di depan pintu masuk gedung hotel. Regis hanya mengangguk kecil. Di dalam pandangan Mark, wajah atasannya itu terlihat sangat cerah dibandingkan hari-hari sebelumnya. Seperti biasanya Mark selalu datang menjemput atasannya untuk berangkat ke kantor. Akan tetapi, hari ini berbeda karena ia memiliki tugas lain yang lebih penting, yaitu mengantar putra dari tuan mudanya ke sekolah lebih dulu. “Sepertinya kehidupan baru Anda sangat menyenangkan, Tuan Muda,” ucap Mark dengan penuh kekaguman. Satu alis Regis terangkat naik, kemudian ia menatap asistennya dengan tajam. “Tidak biasanya kamu penasaran dengan kehidupan pribadi saya, Mark. Kenapa? Apa ayah saya memintamu untuk melaporkan hal tentangku lagi?” selidiknya. Sontak, Mark langsung menundukkan kepalanya dengan cepat. “Tidak, Tuan Muda. Saya tidak mendapatkan perintah apa pun dari beliau. Saya juga tidak melaporkan tentang keberadaan Nyonya Muda dan Tuan Muda Kecil kepada belia
Read more
PREV
1
...
1314151617
...
53
DMCA.com Protection Status