Home / Romansa / Suamiku Bukan Petani Teh Biasa / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Suamiku Bukan Petani Teh Biasa: Chapter 71 - Chapter 80

110 Chapters

71. Takut Dikejar Masa Lalu.

Bu Ningsih berkeringat dingin. Setitik debu pun ia tidak mengira kalau dirinya akan bertemu dengan Suster Jujuk lagi. Istimewa bertemu dalam keadaan riskan begini. Ada Sesil dan Lara di antara mereka. "Ada apa Ibu ke sini? Oh ya, Ibu dan Bu Jujuk saling mengenal ya?" Lara bangkit dari bed periksa dibantu oleh Bagas, karena Bu Jujuk masih terpaku dengan pandangan terarah pada ibunya.Lara heran, mengapa ibunya ada di rumah sakit. Selain itu Lara juga penasaran dengan hubungan antara ibunya dan Bu Jujuk yang tampak ganjil. Ada apa sebenarnya di antara mereka berdua?"Tidak!""Ya." Ibunya dan Bu Jujuk menjawab secara bersamaan. Namun jawaban keduanya sangat bertolak belakang."Lho, kok jawabannya berbeda sih? Yang mana yang benar? Lara jadi bingung." Lara menatap curiga ibunya dan Bu Jujuk yang terlihat kian gelisah."Ibu ke sini karena Non Sesil jatuh dari tangga dan kakinya keseleo. Mengenai Suster Jujuk, Ibu tidak terlalu mengenalnya. Yang Ibu ingat, Ibu pernah berpapasan dengan Sus
last updateLast Updated : 2023-05-17
Read more

72. Semoga Terungkap.

"Maafkan sikap ibu saya ya, dokter? Ibu tadi sedang panik, makanya kata-katanya menjadi tidak terkontrol." Lara meminta maaf untuk ibunya."Lupakan, Bu Lara. Saya sudah belasan tahun menjadi dokter. Masalah-masalah seperti ini kerap terjadi. Yah, namanya juga pekerjaan jasa yang berhubungan dengan orang banyak. Saya juga minta maaf apabila kata-kata saya tadi menyinggungmu. Bagaimana keadaanmu sekarang? Masih mual atau sudah baikan?" Dengan bijak dokter Sri mengubah topik pembicaraan. "Sudah baikan, Bu. Apakah kami sudah boleh pulang?" Lara yang sudah merasa lelah, ingin secepatnya beristirahat. Saat ini jam dinding rumah sakit sudah menunjukkan pukul 20.05 WIB. Sudah malam. Bahkan sudah lewat tiga puluh lima menit dari jadwal praktek dokter Sri, yang seharusnya tutup pada pukul 19.30 WIB."Sudah, Bu. Keadaan Ibu baik-baik saja. Saya tidak akan membuatkan resep obat apapun lagi. Habiskan saja obat yang ada hingga jadwal periksa bulan depan. Susu hamilnya jangan lupa diminum ya, Bu?"
last updateLast Updated : 2023-05-17
Read more

73. Siasat Bagas.

"Saya ikut ya, Mas? Saya ingin tahu hubungan antara ibu dengan Bu Jujuk." Separuh berlari Lara mengikuti langkah-langkah lebar Bagas ke halaman. Fuad telah menelepon dan mengatakan bahwa dirinya dan sang ibu sudah tiba di rumah. "Nanti akan saya beritahukan hasilnya. Kamu tunggu saja di rumah." Bagas memutar kunci kontak sepeda motor di halaman. Ia tidak mau membuang waktu."Tapi, Mas, saya penasaran. Lagi pula masalah ini menyangkut ibu saya bukan?" Lara masih berupaya membujuk Bagas. "Saya bilang nanti." Bagas bersikukuh dengan keputusannya. Sejurus kemudian terdengar suara mobil memasuki halaman. Bu Ningsih dan Sesil sudah pulang rupanya. "Masuk ke kamar dan jangan makan apa pun yang diberikan oleh ibumu. Tunggu saya pulang." Bagas memberi pesan singkat. Sejurus kemudian Bagas berlalu dengan sepeda motornya."Bagas mau ke mana, Ra?" Bu Ningsih buru-buru turun dari mobil. Pandangannya mengikuti motor Bagas yang menghilang di ujung jalan."Lara tidak tahu, Bu." Lara memilih jawab
last updateLast Updated : 2023-05-19
Read more

74. Terungkap Sudah!

"Lho, kok tadi kamu tidak bilang?" Bu Ningsih meninju telapak tangannya sendiri. Ia gemas karena Farhan diam-diam saja Padahal mereka telah melewati rumah Bu Jujuk."Ada Non Sesil, Mbok. Bukannya Mbok bilang kalau Non Sesil tidak boleh mengetahui masalah ini?" Farhan mengingatkan."Oh iya. Mbok lupa." Bu Ningsih mendecakkan lidah."Lho kenapa kita berhenti, Han? Mobilnya mogok?" seru Bu Ningsih bingung. "Kita sudah sampai, Mbok. Ini rumah Bu Jujuk menurut Satpam. Nomor 54 berwarna biru muda." "Oh, dekat sekali rupanya. Mbok turun dulu. Kamu menunggu di mobil saja. Mbok akan mengamati keadaan dulu. Kalau ada sepeda motor Bagas, Mbok tidak jadi masuk. Mbok akan kembali ke mobil dan kita pulang." Bu Ningsih menarik napas panjang. Ia berusaha merelaksasi dirinya sendiri agar tidak tegang. Ketegangan hanya akan membuatnya panik sehingga tidak bisa berpikir jernih. "Baik, Mbok. Saya akan menunggu di sini dengan mesin mobil tetap hidup. Jadi kalau nanti Mbok kembali ke sini, kita bisa la
last updateLast Updated : 2023-05-19
Read more

75. Pengakuan Bu Jujuk.

"Hari itu tanggal sepuluh November tahun dua ribu satu. Hari yang tidak akan pernah Ibu lupakan." Bu Jujuk memulai cerita masa lalunya."Malam itu, rumah sakit kedatangan dua orang pasien yang akan melahirkan. Dokter Shinta Hadinata dan juga Ibu Ningsih Rahayu. Keduanya ada teman lama sekaligus majikan dan ART. Mereka berdua di tempatkan dalam ruang bersalin yang bersebelahan. Pada waktu itu Ibu adalah perawat dokter Norman Abdullah. Dokter yang selama ini menangani dokter Shinta dan Bu Ningsih." Bu Jujuk menengadah. Memandang langit-langit rumah dengan tatapan menerawang. Rasanya baru kemarin kejadian itu berlangsung. Nyatanya dua puluh dua tahun telah berlalu."Bu Ningsih melahirkan terlebih dahulu. Ibu ingat, jam dinding di ruang bersalin menunjukkan pukul sepuluh lewat lima belas menit. Bayi Bu Ningsih berjenis kelamin perempuan berambut ikal. Lima belas menit kemudian dokter Shinta juga melahirkan seorang bayi perempuan. Bayi dokter Shinta berambut lurus berkulit kemerahan. Ibu y
last updateLast Updated : 2023-05-21
Read more

76. Siasat Baru.

"Apakah Ibu masih mempunyai barang-barang yang menjadi identitas si bayi asli? Satu saja, Bu." Bagas berupaya mencari barang bukti. Ia ingin menuntaskan masalah ini secepat mungkin."Sebentar ya, Bas. Ibu akan ke kamar mengambil barangnya dulu." Bu Jujuk beranjak dari kursi. "Apakah ibu akan tetap di penjara kalau mengaku bahwa ibu dipaksa melakukannya atas paksaan Bu Ningsih, Gas?" ucap Fuad setelah bayangan ibunya berlalu."Aku tidak tahu, Mas. Tapi kukira pasti ada keringanan hukuman jikalau Bu Jujuk jujur dan mau bekerjasama dengan pihak yang berwajib." Bagas menjawab apa adanya. Ia tidak mau menjanjikan sesuatu yang tidak dalam kuasanya."Semoga saja ya, Gas. Aku tahu ibu memang bersalah. Tapi ibu terpaksa melakukannya. Aku tidak bisa membayangkan kalau ibu harus menghabiskan bertahun-tahun di penjara dalam usia sepuh begini. Jangan-jangan ibu akan... mudah-mudahan tidak, menghembuskan napas terakhir di penjara." Mata Fuad, berembun. Kalau mau jujur sebenarnya ibunya melakukan k
last updateLast Updated : 2023-05-21
Read more

77. Kegalauan Lara.

"Ngapain kamu masih di sini, Ra?" Bu Ningsih menegur Lara yang duduk di ruang tamu."Lara menunggu Mas Bagas pulang, Bu.""Ngapain kamu menunggu Bagas? Tadi kamu bilang kalau kamu ini bukan istri yang sesungguhnya bukan?" Bu Ningsih menjungkitkan alisnya."Atau jangan-jangan kamu masih saja melayani Bagas selama Ibu tidak di sini ya?" Kecurigaan membayangi air muka Bu Ningsih. "Tidak, Bu." Lara menggeleng cepat. "Kalau begitu ngapain kamu menunggu Bagas? Sana, masuk ke kamarmu. Jangan mencari-cari perhatian dari calon suami orang. Seperti pungguk merindukan rembulan saja," ketus Bu Ningsih.Lara melirik jendela sekali lagi sebelum berjalan ke kamarnya. Ia penasaran sekali dengan kabar yang dibawa oleh Bagas."Tunggu apalagi? Sana masuk!" hardik Bu Ningsih lagi. Lara ini keras kepala sekali. Sifatnya persis seperti ayahnya. Setelah bayangan Lara tidak terlihat, Bu Ningsih mencari Farhan di halaman. Ia harus bergerak cepat."Han, kamu kembali ke rumah sakit. Cari info berapa nomor pon
last updateLast Updated : 2023-05-22
Read more

78. Keanehan Bagas.

"Astaga, Ibu. Tidak. Lara ikut senang kok, Bu. Semoga acaranya dilancarkan ya?" Demi mempersingkat kunjungan ibunya, Lara melontarkan kalimat yang ia yakin akan membuat ibunya semakin bahagia. Tidak lama kemudian ponsel ibunya berbunyi. Sesil menelepon ibunya."Ibu kembali ke kamar Non Sesil dulu. Oh ya, besok kalau Bagas mengundangmu, cari alasan untuk menolak. Jangan mencari perhatian laki-laki yang akan segera menjadi suami orang lain. Ibu tidak mau punya anak yang tidak tahu malu. Paham, Ra?" "Paham, Bu. Ibu tidak usah khawatir. Lara tahu diri.""Bagus. Ibu pergi dulu." Setelah ibunya berlalu, Lara mengunci kamar dan mencoba untuk tidur. Ia ingin melupakan semuanya.***Pagi yang rusuh. Lara terbangun karena suara-suara heboh di dapur. Lara menajamkan pendengaran. Ada suara ibunya dan Sesil juga. Lara memindai jam di dinding. Pukul 05.00 WIB. Ada apa pagi-pagi buta Sesil dan ibunya sudah berjibaku di dapur? Biasanya hanya Mbok Sum dan Tinah yang di sana. "Aduk-aduk rendangnya ag
last updateLast Updated : 2023-05-22
Read more

79. Strategi Bagas.

"Masuk saja, Mbok. Tidak dikunci." Lara sedang mengeringkan rambut, tatkala pintu kamarnya diketuk. Suara Mbok Sum menyertai ketukannya."Mas Bagas meminta Mbak Lara memakai pakaian dan juga kalung dari dalam tas ini." Mbok Sum meletakkan tas travelling di atas lantai. Ia kemudian membentangkan sehelai gaun indah di atas ranjang, beserta sebuah kotak beludru berwarna merah di samping gaun tersebut."Gaun siapa itu, Mbok?" Lara yang penasaran mematikan mesin pengering rambut. Ia kemudian mengitari ranjang dan mengelus gaun bercorak bunga-bunga kecil bermodel vintage nan anggun itu."Mbok nggak tau, Mbak. Tapi melihat modelnya sih seperti gaun zaman dulu. Sewaktu Mbok muda gaun-gaun seperti ini banyak dipakai gadis-gadis muda," ucap Mbok Sum."Iya ya, Mbok. Ibu dulu juga punya gaun seperti ini." Lara mengamati gaun panjang dengan potongan lengan seperti kupu-kupu dan berpita di belakangnya. Penasaran Lara juga membuka kotak beluru yang menurut Mbok Sum harus ia kenakan."Ya ampun, cant
last updateLast Updated : 2023-05-23
Read more

80. Masuk Perangkap.

Pak Yono memandang interaksi antara Sesil dengan kedua orang tuanya dengan mata berembun. Ternyata Sesil lah anak kandungnya. Sesil yang kerap ia perlakukan dengan dingin adalah darah dagingnya sendiri. Pak Yono berjanji dalam hati. Bahwa mulai hari ini ia akan mendidik Sesil dengan caranya sendiri. Ia akan bersikap keras pada Sesil, agar putrinya itu bisa menjadi orang. Pak Hardi dan Ningsih telah membuat Sesil mempunyai berkepribadian buruk. Kasar, egois, tidak mempunyai empati sama sekali. Tugasnya sebagai seorang ayah adalah memperbaiki kepribadiannya. "Lho, Bapak ikut juga? Bukannya kaki Bapak belum sehat benar? Ngapain Bapak ikut ke sini?" Bu Ningsih menghampiri suaminya. Walaupun mereka kerap bertengkar dan berselisih paham, sesungguhnya ia mencintai suaminya. Karena sejak mereka muda belia, hanya suaminya inilah laki-laki yang paling sabar menghadapinya. "Bapak harus ke sini untuk menghentikan kekacauan agar tidak semakin memburuk. Sudah waktunya semua ini dihentikan." Pak
last updateLast Updated : 2023-05-23
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status