Share

77. Kegalauan Lara.

Penulis: Suzy Wiryanty
last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-22 14:16:35

"Ngapain kamu masih di sini, Ra?" Bu Ningsih menegur Lara yang duduk di ruang tamu.

"Lara menunggu Mas Bagas pulang, Bu."

"Ngapain kamu menunggu Bagas? Tadi kamu bilang kalau kamu ini bukan istri yang sesungguhnya bukan?" Bu Ningsih menjungkitkan alisnya.

"Atau jangan-jangan kamu masih saja melayani Bagas selama Ibu tidak di sini ya?" Kecurigaan membayangi air muka Bu Ningsih.

"Tidak, Bu." Lara menggeleng cepat.

"Kalau begitu ngapain kamu menunggu Bagas? Sana, masuk ke kamarmu. Jangan mencari-cari perhatian dari calon suami orang. Seperti pungguk merindukan rembulan saja," ketus Bu Ningsih.

Lara melirik jendela sekali lagi sebelum berjalan ke kamarnya. Ia penasaran sekali dengan kabar yang dibawa oleh Bagas.

"Tunggu apalagi? Sana masuk!" hardik Bu Ningsih lagi. Lara ini keras kepala sekali. Sifatnya persis seperti ayahnya. Setelah bayangan Lara tidak terlihat, Bu Ningsih mencari Farhan di halaman. Ia harus bergerak cepat.

"Han, kamu kembali ke rumah sakit. Cari info berapa nomor pon
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Arif Zaif
pede banget bu ningsih
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   78. Keanehan Bagas.

    "Astaga, Ibu. Tidak. Lara ikut senang kok, Bu. Semoga acaranya dilancarkan ya?" Demi mempersingkat kunjungan ibunya, Lara melontarkan kalimat yang ia yakin akan membuat ibunya semakin bahagia. Tidak lama kemudian ponsel ibunya berbunyi. Sesil menelepon ibunya."Ibu kembali ke kamar Non Sesil dulu. Oh ya, besok kalau Bagas mengundangmu, cari alasan untuk menolak. Jangan mencari perhatian laki-laki yang akan segera menjadi suami orang lain. Ibu tidak mau punya anak yang tidak tahu malu. Paham, Ra?" "Paham, Bu. Ibu tidak usah khawatir. Lara tahu diri.""Bagus. Ibu pergi dulu." Setelah ibunya berlalu, Lara mengunci kamar dan mencoba untuk tidur. Ia ingin melupakan semuanya.***Pagi yang rusuh. Lara terbangun karena suara-suara heboh di dapur. Lara menajamkan pendengaran. Ada suara ibunya dan Sesil juga. Lara memindai jam di dinding. Pukul 05.00 WIB. Ada apa pagi-pagi buta Sesil dan ibunya sudah berjibaku di dapur? Biasanya hanya Mbok Sum dan Tinah yang di sana. "Aduk-aduk rendangnya ag

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-22
  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   79. Strategi Bagas.

    "Masuk saja, Mbok. Tidak dikunci." Lara sedang mengeringkan rambut, tatkala pintu kamarnya diketuk. Suara Mbok Sum menyertai ketukannya."Mas Bagas meminta Mbak Lara memakai pakaian dan juga kalung dari dalam tas ini." Mbok Sum meletakkan tas travelling di atas lantai. Ia kemudian membentangkan sehelai gaun indah di atas ranjang, beserta sebuah kotak beludru berwarna merah di samping gaun tersebut."Gaun siapa itu, Mbok?" Lara yang penasaran mematikan mesin pengering rambut. Ia kemudian mengitari ranjang dan mengelus gaun bercorak bunga-bunga kecil bermodel vintage nan anggun itu."Mbok nggak tau, Mbak. Tapi melihat modelnya sih seperti gaun zaman dulu. Sewaktu Mbok muda gaun-gaun seperti ini banyak dipakai gadis-gadis muda," ucap Mbok Sum."Iya ya, Mbok. Ibu dulu juga punya gaun seperti ini." Lara mengamati gaun panjang dengan potongan lengan seperti kupu-kupu dan berpita di belakangnya. Penasaran Lara juga membuka kotak beluru yang menurut Mbok Sum harus ia kenakan."Ya ampun, cant

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-23
  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   80. Masuk Perangkap.

    Pak Yono memandang interaksi antara Sesil dengan kedua orang tuanya dengan mata berembun. Ternyata Sesil lah anak kandungnya. Sesil yang kerap ia perlakukan dengan dingin adalah darah dagingnya sendiri. Pak Yono berjanji dalam hati. Bahwa mulai hari ini ia akan mendidik Sesil dengan caranya sendiri. Ia akan bersikap keras pada Sesil, agar putrinya itu bisa menjadi orang. Pak Hardi dan Ningsih telah membuat Sesil mempunyai berkepribadian buruk. Kasar, egois, tidak mempunyai empati sama sekali. Tugasnya sebagai seorang ayah adalah memperbaiki kepribadiannya. "Lho, Bapak ikut juga? Bukannya kaki Bapak belum sehat benar? Ngapain Bapak ikut ke sini?" Bu Ningsih menghampiri suaminya. Walaupun mereka kerap bertengkar dan berselisih paham, sesungguhnya ia mencintai suaminya. Karena sejak mereka muda belia, hanya suaminya inilah laki-laki yang paling sabar menghadapinya. "Bapak harus ke sini untuk menghentikan kekacauan agar tidak semakin memburuk. Sudah waktunya semua ini dihentikan." Pak

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-23
  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   81. Amukan Bu Shinta.

    Bu Jujuk yang sebelumnya disembunyikan Mbok Sum di kamar, masuk ke dalam ruangan dengan kepala tegak. Tidak ada sedikitpun ketakutan di dirinya sekarang. Ia sudah siap menerima konsekuensi atas segala perbuatannya di masa lalu. Tangan mencencang bahu memikul. Berani berbuat, ia juga harus berani bertanggung jawab."Apa-apaan ini, Suster? Bukannya tadi pagi kita sudah sepakat untuk mengubur masalah ini dalam-dalam? Suster siap masuk penjara?" Bu Ningsih histeris. Ia tahu kesempatannya untuk lolos hampir tidak mungkin lagi. Saksi hidupnya ada di depan mata. "Masih berani bilang fitnah, Bu Ningsih? Ini ada orangnya. Silakan duduk Bu Jujuk. Lanjutkan sisa ceritanya." Bagas tersenyum puas. Manusia licik nan telengas seperti Bu Ningsih ini memang harus dikuliti sampai ke akar-akarnya. Bu Jujuk dengan mantap duduk di sebelah Bu Ningsih. Bu Jujuk juga dengan berani menatap kedua mata Bu Ningsih yang memandangnya gusar. Masih tersisa satu tempat duduk lagi. Bu Jujuk sudah tahu, siapa yang nan

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-24
  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   82. Kekalahan Para Pecundang.

    "Sudah, Shinta. Sudah!" Pak Hardi menarik Bu Shinta yang terus berupaya menghajar Ningsih. Pak Hardi sangat memahami perasaan istrinya. Jikalau menuruti maksud hati, ia bukan hanya ingin menghajar Ningsih. Tetapi juga Sesil yang terus merudung Lara tanpa jeda. Hatinya sama sakitnya dengan sang istri. Karena ia membiarkan darah dagingnya disakiti di depan matanya sendiri. Hanya kesadaran bahwa negara ini mempunyai hukumlah, yang membuat Pak Hardi menahan diri. Semua ada prosedurnya."Jangan menahanku, Mas. Ningsih ini kejamnya melebihi iblis. Tidak cukup dengan menukar anak kita, ia juga terus menyakiti Lara. Ningsih ini setan berwujud manusia, Mas. Setan jahanam!" Bu Shinta masih saya berusaha menjangkau Bu Ningsih. Bu Shinta belum bisa meredam amarahnya. "Sabar, Shinta. Ingat, ini negara hukum. Kita serahkan saja Bu Ningsih pada pihak yang berwajib." Pak Hardi membujuk sang istri. "Betul, Bu. Orang yang bersalah harus dihukum. Kalau Sesil 'kan tidak bersalah. Sesil tidak tahu apa-a

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-24
  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   83. Aku Bukan Sesil.

    "Ibu akan membuat nama dan akta lahir baru untukmu, Ra. Harus ada nama Hadinata dan juga nama ayahmu pada akta lahir barumu nanti. Astaga Ibu masih tidak percaya kalau Ningsih sejahat itu." Bu Shinta kembali merangkul Lara yang masih duduk diam di kursinya. Pak Yono dan Sesil telah pergi. Mereka dijemput oleh salah seorang kerabat Pak Yono. Pak Yono juga akan tidak tinggal bersama mereka lagi di Jakarta. Pak Yono memutuskan untuk pindah rumah. Artinya mulai hari ini tidak ada hubungan apapun lagi antara Pak Yono dan keluarga Hadinata. Persahabatan mereka sedari muda, putus sudah. "Ayah juga akan mempersiapkan acara besar-besaran untuk memperkenalkanmu ke publik. Shinta, jangan lupa buang baju-baju lama Lara. Berikan gaun-gaun bagus dan barang-barang seperti yang Sesil kenakan. Lara adalah putri kandung kita. Kita akan memberikan semua yang seharusnya menjadi haknya sejak lama." Pak Hardi ikut memberi saran. Kepalanya penuh dengan rencana-rencana untuk mengupgrade putrinya. Pewaris t

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-26
  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   84. Diriku Yang Baru.

    "Bapak minta maaf atas sikap Sesil tadi. Bapak pastikan, Sesil akan menerima hukuman setiap kali ia melakukan kesalahan. Sebelum Bapak menutup telepon, ada yang Bapak ingin sampaikan padamu. Dengarlah Lara, balas dendam itu seperti monster haus darah yang selamanya tidak pernah kenyang. Di mana pada akhirnya kamu akan binasa karena nafsu yang tidak berkesudahan. Bapak mengatakan ini bukan karena Sesil itu anak Bapak. Melainkan demi kebaikanmu sendiri. Seperti nasehat yang dulu selalu Bapak katakan padamu dulu. Memaafkan orang yang melukai hatimu adalah kebaikanmu untuknya. Tapi meneruskan hidupmu tanpa mendendam kepadanya adalah kebaikanmu untuk dirimu sendiri. Mengerti, Lara?""Mengerti, Pak," jawab Lara tersendat. Percakapan intim seperti inilah yang sebenarnya ingin ia dapatkan dari kedua orang tuanya. Bukan hanya perkara nama baik dan harta benda."Bagus. Ini adalah terakhir kalinya Bapak menerima panggilan teleponmu. Setelah ini Bapak tidak akan mengangkatnya lagi. Mulailah bangu

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-26
  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   85. Manisnya Cinta.

    Lara mengitari rumah cantik nan asri di hadapannya. Bersama Bagas Lara mengunjungi rumah ayahnya yang baru saja selesai direnovasi. Rumah milik penduduk setempat ini dibeli ayahnya dulu untuk ditempati Sesil. Kini ayahnya menyerahkan rumah itu padanya.Rumah model joglo yang pada dasarnya sudah bagus ini disulap menjadi lebih modern. Lara menyukai terasnya yang luas. Benak Lara sudah membayangkan kalau teras ini nantinya akan menjadi tempat favoritnya. Untuk sekedar menikmati udara segar ataupun bercengkrama bersama keluarga besar. "Kamu suka dengan rumah ini, Ra?" Bagas merangkul bahu Lara mesra. Sejak ia menyatakan perasaannya pada Lara, Bagas tidak segan-segan lagi menunjukkan rasa cintanya pada Lara."Suka, Mas. Kesannya asri sekali. Saya menyukai segala sesuatu yang berkesan alami." Lara membiarkan tindakan Bagas. Ia belajar untuk menikmati kebersamaan mereka berdua."Kalau begitu, Mas akan membeli rumah ini dari ayahmu sebagai hadiah pernikahan kita. Bagaimana, Ra?" Bagas sekar

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-27

Bab terbaru

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   110. Akhir Bahagia ( END)

    Tini yang sebenarnya sudah berdiri cukup lama di koridor, segera meletakkan kopi di meja. Tini mendapat kesempatan yang tepat untuk melaksanakan tugasnya. Tadi ia sungkan mengganggu kemesraan Lara dan Bagas."Ini kopinya, Mas." Tini pamit setelah mendapat ucapan terima kasih dari Bagas. Ia tidak mau mengganggu kemesraan sepasang suami istri tersebut."Ya, Sil. Ada apa? Pak Yono baik-baik saja kan?" Lara dengan cepat mengangkat ponsel. Benaknya membayangkan yang tidak-tidak setiap kali ada telepon dari Jakarta."Ayah nggak apa-apa, Ra. Makin sehat malahan. Gue nelpon cuma mau bilang kalo gue nggak jadi ke tempat lo minggu depan. Gue ada objekan nyupirin buah-buahan Pak Renggo ke pasar. Lain kali aja gue ke tempat lo ya?"Ya sudah kalau kamu ada kerjaan. Eh kamu ada di mana ini, Sil? Kok banyak sekali orang berbicara? Ada suara musik lagi. Kamu dugem ya?" Lara khawatir kalau Sesil kembali pada kehidupan lamanya."Dugem? Astaga, boro-boro dugem, Ra. Gue lagi ngebabu di rumah Sakti ini."

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   108. Penghakiman Di Dunia.

    "Temani saja Mas Bagas menonton televisi, Mbak. Piring-piring kotor ini biar Mbok dan Tini yang membereskan." Mbok Sum menahan lengan Lara yang bermaksud meraih peralatan makan. "Ya sudah. Kalau begitu saya akan membuat kopi saja untuk Mas Bagas.""Tidak usah juga, Mbak. Biar si Tini saja yang mengurus masalah kopi. Perut Mbak Lara sudah sebesar ini. Sebaiknya Mbak istirahat saja. Temani Mas Bagas." Mbok Sum menasehati Lara. Majikan mudanya ini memang tidak bisa diam. Ada saja yang mau ia kerjakan. "Baiklah, Mbok. Nanti kopi Mas Bagas bawa ke depan saja ya?" pinta Lara."Tenang saja, Mbak. Pokoknya semua beres." Tini yang menjawab seraya menjentikkan tangannya. "Terima kasih ya, Tini?" Lara menepuk bahu Tini sekilas. Tini memang remaja yang cekatan dan ceria. Lara melanjutkan langkah ke ruang keluarga. Di mana Bagas sedang santai menonton televisi."Duduk sini, Ra. Kedatanganmu pas sekali saat pembacaan vonis yang dijatuhkan hakim pada Pak Sasongko." Bagas menepuk-nepuk sofa di sam

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   108..Berani Berbuat, Berani Bertanggung Jawab.

    "Wah... wah... wah... pembalasan dendam jilid dua ini sepertinya." Bagas berdecak. Sesil akan menuai badai setelah ia kerap menabur angin."Sepertinya sih, Mas," ucap Lara sambil terus mengintip."Eh ada tuan putri, ups salah. Putri babu maksudnya. Apa kabar, tuan putri babu?" Bertha menyapa Sesil dengan air muka mengejek. Satu... dua... tiga...Lara berhitung dalam hati. Biasanya Sesil akan meledak dan mengejek tak kalah pedas."Kabar gue kurang baik, Tha. Ayah gue masuk rumah sakit."Alhamdullilah. Lara tersenyum haru. Sesil sudah mulai bisa mengontrol emosinya. Sesil menjawab pertanyaan Bertha dengan santun walaupun Berta sedang mengejeknya. "Oh sekarang lo udah ngaku kalo Pak Yono bokap lo ya? Pak Yono sial amat ya punya anak nggak berguna kayak lo." Kali ini Maira yang bersuara. "Kalian berdua boleh ngatain gue apa aja. Gue terima. Gue tau dulu gue banyak salah pada kalian berdua. Tapi tolong, kalian jangan ngata-ngatain ayah gue. Ayah gue baru selesai dan sedang berada di ru

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   107. Menjalani Sisa Takdir.

    "Ra, bangun. Dokter sudah keluar dari dari ruang operasi." Bagas mengecup ubun-ubun Lara yang tertidur di bahunya."Mana, Mas?" Lara sontak terbangun. Mengerjap-ngerjapkan mata sejenak, Lara memindai pintu ruang operasi. Tampak seorang dokter paruh baya bermasker dan berpakaian hijau-hijau sedang berbicara pada Sesil dan Pak Amat."Jadi gue eh saya belum bisa menjenguk ayah saya ya, Dok?" Lara mendengar Sesil berbicara pada dokter."Pak Yono baik-baik saja kan, Dokter?" Lara ikut bertanya. Ia ingin memastikan kalau Pak Yono baik-baik saja."Saya jawab satu-satu ya? Pasien baik-baik saja saat ini," ujar sang dokter sabar."Alhamdullilah." Lara, Sesil, Bagas dan Pak Amat menarik napas lega."Tapi bagaimana ke depannya, saya belum tahu. Pasien juga belum boleh dijenguk, karena akan dipindahkan ke ruang recovery untuk pemulihan.""Berapa lama ayah saya di ruang recovery, Dokter?" Sesil kembali mengajukan pertanyaan."Biasanya selama dua jam.Setelah dua jam nanti kalau keadaan pasien dian

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   106. Kebahagiaan Lara.

    "Kamu ini memang tidak ada kapok-kapoknya ya, Sil? Baru saja mencuri uang atasanmu, kini kamu mencoba kembali mencuri dompet Lara. Bagaimana ayahmu tidak sakit-sakitan melihat ulahmu?!" Pak Amat yang memang ingin melihat keadaan Pak Yono merebut dompet dari tangan Sesil kasar."Nggak, Pak. Gue hanya ingin memasukkan dompet ini ke dalam tas Lara. Tadi barang-barangnya berjatuhan karena Lara tertidur." Sesil menjelaskan dengan sabar maksud baiknya pada Pak Amat."Halah, banyak omong kamu. Sekalinya maling yo tetap maling. Yono sial sekali punya anak maling seperti kamu!" Pak Amat tidak percaya pada penjelasan Sesil. Akan halnya Lara, ia membuka mata karena mendengar suara ribut-ribut. Pak Amat dan Sesil sedang bertengkar rupanya. Pak Amat terlihat menunjuk-nunjuk Sesil geram."Gue nggak bohong, Pak. Gue cuma mau bantuin Lara. Gue sama sekali nggak berniat mencuri dompet Lara." Dengan suara tertahan karena sadar sedang berada di rumah sakit, Sesil membantah tuduhan Pak Amat. Lara tidak

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   105. Mencicil Takdir.

    "Sak, bisa kita bicara sebentar?" Bagas menghampiri Sakti. Ada permohonan tidak terucap di matanya. "Oke." Sakti mengalah. Ia sadar aksi balas dendamnya memang keterlaluan karena telah memakan korban. Ia sama sekali tidak menyangka kalau ayah Sesil lah yang menerima akibatnya. Pembalasan dendamnya salah kaprah. "Saya akan menebus kesalahan saya, Pak. Jangan khawatir. Apa yang ucapkan harus saya pertanggungjawabkan. Itulah pesan terakhir dari ayah saya sebelum ia pingsan. Saya akan belajar untuk mematuhi perintahnya," tukas Sesil lirih. "Bagus. Kalau begitu persiapkan dirimu. Karena saya tidak meminta kamu langsung melunasi semua kejahatan-kejahatanmu. Saya ingin kamu mencicilnya. Berikut bunga-bunganya." Setelah membalas ucapan Sesil, Sakti pun berlalu. Sesil tertunduk lesu setelah bayangan Sakti menghilang di ujung lorong rumah sakit. Melihat kehadiran Sakti membuatnya teringat akan segala perbuatan kejinya di masa lalu. Mempunyai banyak pendukung membuatnya dulu merasa hebat. Ia

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   104. Berdamai Dengan Masa Lalu.

    Bagas yang duduk diam di kursi tunggu, seketika menegakkan punggungnya. Ia mendengar nama Sakti Alamsyah disebut-sebut. Kecurigaannya saat melihat sikap kaku antara Sakti dan Lara dulu ternyata benar. Ada sesuatu di antara mereka pada masa lalu. Hanya saja rupanya Sakti salah orang. Yang Sakti kira Sesil adalah Lara. Wajar mengingat mereka semua dulu bertemu sewaktu SD. Dalam diam Bagas mempertajam pendengarannya."Akhirnya kamu mengerti bagaimana sakitnya difitnah bukan? Itu baru sekali. Saya merasakannya hampir seumur hidup saya." Lara menengadah. Menatap langit-langit rumah sakit dengan senyum pahit."Gue nggak akan minta maaf pada lo, Ra." Sesil menggeleng."Karena gue tahu, kesalahan gue terhadap lo terlalu banyak. Gue nggak layak dimaafkan." Sesil menunduk pasrah. Ia sekarang sadar bahwa tingkah lakunya selama ini memang keterlaluan. Dirinya sangat egois karena tidak bisa melihat orang lain lebih darinya. Lara dulu lebih cantik, lebih pintar, lebih populer dari dirinya. Padaha

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   103. Kembali Ke Jakarta.

    "Pelan-pelan jalannya, Ra. Nanti kamu jatuh." Bagas menahan langkah Lara, agar yang bersangkutan memperlambat laju langkahnya. Bagas ngeri melihat Lara yang seperti tidak ada capeknya padahal sedang berbadan dua. Berada dalam pesawat selama hampir satu setengah jam, yang dilanjutkan dengan berkendara dari bandara hingga rumah sakit, Lara tidak terlihat lelah sedikit pun. Rasa khawatirnya pada Pak Yono mengalahkan kelelahan fisiknya. Saat ini mereka telah tiba di gerbang rumah sakit. Selanjutnya mereka berjalan ke bagian Nurse Station untuk menanyakan ruangan Pak Yono."Selamat siang, Suster. Kami kerabat Pak Suryono yang tadi menelepon untuk deposit biaya operasi Pak Suryono tadi." Lara langsung menyatakan keperluannya pada sang perawat."Oh, ibu dan bapak Bagas Antareja ya? Ibu dan Bapak sudah ditunggu di ruang UGD oleh dokter Gani. Kalau Pak Suryono sendiri, beliau saat ini telah berada di ruang operasi. Pak Suryono akan segera di operasi. Silakan langsung temui beliau di sana saj

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   102. Musibah Baru.

    "Karena saya takut Mas mengira saya tidak bisa moved on dari Mas Priya. Makanya saya pikir, saya matikan saja," kata Lara terus terang."Mengenai mengapa saya menonton persidangan, itu karena semua stasiun televisi menayangkan berita yang sama. Jadi saya tidak spesifik memilih chanel tadi," lanjut Lara lagi. Ia mengatakan hal sesuai fakta."Penjelasanmu masuk akal. Sini, lebih dekat pada, Mas, Ra." Lara celingukan sejenak sebelum merapatkan diri pada Bagas. Tidak enak juga duduk seintim ini di siang bolong. "Ra, Mas percaya padamu. Bahwa kamu tidak punya perasaan apapun lagi pada Priya. Dulu memang Mas cemburu pada Priya. Sebelum Mas tahu kalau Priya itu bukan anak kandung Om Bastian pun, Mas masih cemburu. Padahal waktu itu status Priya adalah sepupumu bukan? Yang artinya ia tidak boleh menikahimu." "Lantas sekarang Mas tidak cemburu lagi? Padahal Mas Priya terbukti bukan sepupu saya? Kok rasanya aneh, Mas?" Lara tidak mengerti jalan pikiran Bagas."Tidak aneh karena sekarang Mas

DMCA.com Protection Status