Semua Bab KUSINGKIRKAN MADUKU DENGAN ELEGAN: Bab 31 - Bab 40

61 Bab

Bab 31

[Gimana rasanya dimadu, Lin? Tunggu saja tanggal mainnya, kamu pasti akan dicampakkan][Nggak perlu mikir pusing siapa saya. Yang harus kamu pikirkan adalah gimana caranya kamu bisa hamil agar kembali mendapatkan perhatian dan cinta] [Tak perlu telepon! Aku hanya ingin memberitahumu. Setelah anak itu lahir, kamu pasti akan semakin dimasabodohkan. So, segera ambil keputusan sekarang, daripada penderitaanmu makin panjang]Aku masih memikirkan siapa pengirim pesan-pesan itu. Lamunanku buyar saat Mas Gilang mengucap salam setelah pulang dari masjid. Dia meletakkan kembali sarung dan sajadahnya ke dalam lemari, lalu mengganti koko dengan kaos pendeknya. "Kenapa, Lin?" Mas Gilang mengangkat kedua alisnya menatapku. Mungkin dia menyadari ekspresiku yang berbeda saat ini. Aku menghela napas pelan. "Mas tahu nomor ini nggak?" tanyaku kemudian. Aku serahkan handphone yang berisi pesan dari nomer tak dikenal itu ke telapak tangannya. Laki-laki itu berpikir sejenak lalu mengernyitkan dahi. "G
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-17
Baca selengkapnya

Bab 32

Aku ikut berjalan tergesa mengikuti langkah Mas Gilang menuju kamar dahlia nomor tujuh. Sebelumnya, kami sudah menjemput ibu di kontrakan Maya. Ibu terlihat kecapekan karena jalan lumayan cepat menuju kamar menantunya itu. "Pelan-pelan saja, Bu. Biar Mas Gilang yang duluan," pintaku pada Ibu, disertai anggukan pelan. Kuminta Mas Gilang menuju kamar Maya lebih dulu, aku dan ibu menyusul belakangan. Wajah ibu tampak begitu tirus, lebih tepatnya kurus. Semenjak dia tinggal bersama Maya, sepertinya dia kurang terurus. Beberapa kali kudengar ibu mengeluh pada Mas Gilang di telepon. Dia bilang capek, pusing, kurang tidur dan lainnya. Kadang aku merasa kasihan pada ibu, tapi ya sudahlah toh semua keinginannya sendiri. Mas Gilang sempat meminta ibu untuk kembali ke rumahku, tapi dia menolak. Dia bilang, Maya masih labil. Dia sering marah-marah nggak jelas, terkadang memukul-mukul sendiri perutnya. Ibu takut Maya kelewat batas, hingga membahayakan janin yang ada di dalam perutnya.Ibu tak i
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-18
Baca selengkapnya

Bab 33

"Ibu mau pulang atau di sini menjaga Maya, Bu?" tanyaku pelan saat aku pamit pulang karena besok pagi mau beres-beres di ruko, mumpung tanggal merah. Aku sudah mencari empat orang untuk menjaga ruko itu. Dua orang shift pagi sampai sore dan dua orang shift sore sampai malam. Semoga saja hari berikutnya ruko sudah bisa dibuka. "Ibu di sini saja, jagain Maya. Kasihan kalau ditinggal sendirian," ucap ibu pelan, lagi-lagi sambil memijit lengan Maya."Besok pagi, Gilang ke sini ya, Bu," pamit Mas Gilang pada ibunya. Ibu hanya mengangguk pelan. "Jaga kandunganmu baik-baik, May. Jangan melakukan hal-hal yang membahayakan."Pesan Mas Gilang sebelum keluar kamar bersamaku. Maya hanya melirik, tanpa menjawab sepatah kata pun. Mas Gilang menggamit lenganku keluar dari gedung rumah sakit menuju tempat parkir. Di dalam mobil, dia bercerita banyak hal tentang usaha bengkelnya yang kian maju. Bahkan dia berencana ingin membuka cabang kedua. Mungkin empat atau lima bulan lagi, katanya. Masih men
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-19
Baca selengkapnya

Bab 34

Samar kudengar suara Mas Gilang. Kubuka mata pelan. Ruangan serba putih. Selang infus menancap di punggung tangan.Aku mengerjapkan mata pelan. Tante Deby dan Mas Adam berdiri di samping kanan. Mas Gilang duduk disebelah sambil memijit pelan lengan kiriku, berhadapan dengan mereka. Aku berada di tengah, sebagai pemisah di antara mereka. Tak ada ibu di sini, mungkin dia masih menjaga Maya. Atau Maya sudah diperbolehkan pulang? Entahlah."Alhamdulillah, kamu sudah siuman, Lin," ucap Mas Gilang pelan penuh kekhawatiran. Aku mengangguk lemah.Badan rasanya tak enak. Mataku masih berat, kepala pusing. Rasa mual itu masih saja mengaduk-aduk perutku. Sebisa mungkin kutahan, lagipula pasti tak ada isinya apa-apa.Sejak muntah tadi pagi, aku belum juga makan lagi. Rasanya malas untuk sekedar makan sesuap nasi pun.Oh Allah ... apakah benar aku hamil? Kata orang, ciri orang hamil memang seperti itu. Tapi, aku takut jika terlalu berharap. Seperti yang sudah-sudah, nyatanya aku hanya tak enak bad
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-21
Baca selengkapnya

Bab 35

Pulang dari rumah sakit, Mas Gilang begitu protektif. Dia ingin aku istirahat dan tak banyak aktivitas seperti biasanya. Dia bilang takut jika jatuhlah, pusing dan takut jika aku pingsan lagi saat dia bekerja. Alhasil, aku harus patuh dan sering tiduran diranjang daripada sibuk ini dan itu.Aku cukup maklum jika Mas Gilang sekhawatir itu. Dia pasti takut jika aku kenapa-kenapa karena kehamilan ini begitu dia tunggu selama sebelas tahun belakangan. Aku pun sama. Sangat bersyukur karena akhirnya Dia mempercayaiku untuk merasakan yang namanya berbadan dua seperti yang dirasakan perempuan pada umumnya. Detik ini, Mas Gilang mencium perutku berkali-kali. Kedua matanya berkaca saking bahagianya. Dia mengusap perutku pelan lalu mendekatkan telinganya. Seolah sedang ngobrol dan mendengarkan suara buah hatinya. Padahal di usia sepuluh minggu dia belum dikaruniai nyawa."Papa kerja dulu ya, sayang. Jaga mama. Bilang sama mama, jangan capek-capek, harus banyak istirahat dan jangan ngeyel," ucap
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-23
Baca selengkapnya

Bab 36

POV : AdamSebelas tahun sudah aku meninggalkannya. Berharap dia bahagia dengan pilihan hidupnya. Lelaki yang konon sangat mencintai dan dicintainya. Laki-laki sederhana yang berjanji akan membuatnya bahagia. Kupikir, semua ceritanya saat itu akan menjadi nyata. Dia telah menemukan tambatan hati yang akan memberi warna lebih dalam hidupnya. Jadi, aku memilih pergi dan tak mengganggunya lagi. Tak ingin membuatnya merasa bersalah jika dia tahu aku terluka karena cinta tulusku yang hanya bertepuk sebelah tangan.Namun, detik ini aku paham jika semua harapanku dan harapannya itu hanya semu belaka. Dia tak sepenuhnya bahagia. Boneka kecilku itu menderita. Dia tak bahagia. Sekalipun dia tak pernah cerita apapun, tapi aku yakin jika dia tak benar-benar bahagia seperti harapannya saat itu. Dia memang selalu tersenyum dan tak menunjukkan lukanya pada siapapun. Hanya saja aku tahu jika senyumnya hanya tameng agar dia terlihat baik-baik saja. Aku sangat paham karakternya.Dia memang selalu tert
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-23
Baca selengkapnya

Bab 37

Pagi ini, rencananya aku mau ke ruko. Sudah beberapa hari aku tak ke sana. Aku harus memeriksa beberapa barang yang akan datang. Selain itu juga cek barang yang sudah menipis di toko. Sekalipun badan terasa lemas, aku harus tetap semangat. Di rumah terus juga suntuk dan membosankan. Bahkan aku merasa semakin lemas dan mual jika hanya berkutat di atas ranjang. Kata orang-orang, trimester satu kehamilan itu kebanyakan memang diisi dengan mual dan muntah. Semua itu wajar dan aku tak perlu risau. Asupan nutrisi pun sering berkurang karena keseringan muntah. Tiap kali diisi selalu keluar lagi dan lagi. Namun, aku berusaha untuk tetap menjaga nutrisi agar janin dalam kandunganku tetap sehat dan berkembang dengan baik. Aku cukup beruntung karena masih bisa beraktivitas dengan wajar. Tak terlalu sering muntah meski lemas jelas terasa. Mual hanya terjadi sesekali, seringnya saat bangun tidur atau pasca gosok gigi saja. Setelah itu, aku kembali seperti biasanya.Sedikit kenormalan itulah yan
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-23
Baca selengkapnya

Bab 38

"Haiiiii Linaaaaaa," panggil bunda dengan hebohnya saat aku mulai menuruni anak tangga. Bunda Sintia memang selalu begitu tiap kali berjumpa denganku. Dia masih saja seperti dulu. Cantik, modis dan ramah di usianya yang tak lagi muda. Aku heran, wanita sesempurna dia masih saja diduakan.Entah apa yang dicari kebanyakan lelaki. Mereka sudah memiliki istri yang halal dan istimewa di rumah, masih saja mencari perempuan lain di luar rumah. Bukannya selingkuh dan main petak umpet itu terlalu melelahkan? "Suamimu mana, Lin? Kerja?" tanyanya lagi lalu mengajakku duduk di sofa dekat kamar ganti. "Ada di lantai atas, Bun. Masih di kamar mandi," jawabku pelan sambil tersenyum tipis. Aku tak tahu, kenapa tiba-tiba bunda menghubungiku. Dia bilang ingin menceritakan sesuatu. Entah apa. Mungkinkah bunda mulai curiga dengan Om Indra? "Nggak kerja?" tanya bunda lagi, melongok ke atas tangga. "Nanti ke bengkel, Bun. Ada sesuatu yang harus dikerjakan katanya," balasku lagi. Bunda mengangguk pel
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-24
Baca selengkapnya

Bab 39

Tak terasa sudah hampir tiga jam aku ngobrol dengan Bunda sampai terdengar adzan ashar berkumandang dengan merdu di seluruh penjuru. Kami sama-sama terdiam saat adzan dan melanjutkan obrolan setelah adzan usai. "Bunda mau shalat dulu?" Bunda mengangguk pelan lalu mengajakku menjalankan empat rokaat itu bersama-sama. Tak lama setelahnya kami kembali ke sofa dan menikmati camilan yang ada. "Keluar yuk, Lin. Ke mall atau makan deh," ajak bunda sambil mengetik di ponselnya. Entah chating dengan siapa. "Lina izin dulu sama Mas Gilang ya, Bun. Takut dicariin nanti. Maklum, semenjak hamil dia over protektif," jawabku sambil tersenyum kecil menatapnya. Bunda mengangguk pelan."Iya dong. Wajib izin suami dulu, kalau boleh baru berangkat. Bunda pusing, makanya mau keluar sebentar lihat yang seger-seger di sana." Bunda tersenyum tipis."Seger apa sih bund? Es teller?" godaku. Bunda terkekeh. Syukurlah, akhirnya bunda bisa tersenyum dan tertawa juga. Sedari tadi selalu murung dan merasa menja
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-25
Baca selengkapnya

Bab 40

Bunda berjalan tergesa menghampiri dua perempuan yang sedang berpelukan itu. Maya dan Dewi, terlihat ternganga menatap ke arah bunda. Aku masih mengekor di belakang, menjaga jarak. Bingung apa yang harus ku lakukan sekarang? Membantu bunda menghadapi Dewi, melerai mereka atau diam saja? Jujur, aku takut. Takut kalau sampai terjadi sesuatu pada kehamilanku jika ikut berurusan dengan mereka. Apa aku panggil satpam saja? Ku amati sikap bunda, di luar dugaan. Tak seperti yang aku khawatirkan. Aku kira, bunda akan mengamuk seperti yang kulihat di video-video viral facebook. Ternyata, bunda tak seceroboh itu. Dia berdiri menatap dua perempuan itu dengan tangan terlipat di dada sambil menunjuk-nunjuk muka Dewi yang sudah mulai memerah. "Hai ibu-ibu, mau lihat wanita murahan? Ini dia! Wanita yang sengaja merebut suami orang karena dia sudah mapan dan sukses. Tak peduli sudah beristri maupun punya anak, yang penting ambisinya untuk kaya terpenuhi," ucap bunda agak keras. Dia nasih melipat
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-26
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status