Laki-laki yang pernah mengisi hatiku di masa lalu itu cukup kaget saat melihatku sudah mematung beberapa meter dari tempat duduknya. Kedua matanya membulat lalu perlahan senyum tipis terlukis di wajahnya. Wajah yang masih sama seperti dulu, hanya saja rambutnya sekarang sedikit lebih gondrong dibandingkan sebelumnya. Laki-laki itu menatapku beberapa saat lalu beralih ke Irena yang berdiri di depanku. "Mas Eza, turut berduka cita atas meninggalnya mama kamu, ya? Maaf tante baru tahu dari Sahnaz, kebetulan mamanya Sahnaz juga nggak bilang apa-apa soal itu. Sekali lagi tante minta maaf," ucap mama dengan senyum ramahnya. "Oh iya, tante. Nggak apa-apa, terima kasih atas perhatiannya," balas laki-laki itu lagi. Senyumnya kembali mengembang, tapi kutahu tatapan itu tetap menuju ke arahku. "Dia menantu tante. Namanya Dania." Tiba-tiba mama memperkenalkan namaku pada lelaki di sampingnya. Mungkin karena tatapan lelaki itu masih begitu lekat ke arahku jadi mama merasa ada kewajiban untuk m
Baca selengkapnya