Home / Pernikahan / FOTO DI DOMPET USANG SUAMIKU / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of FOTO DI DOMPET USANG SUAMIKU: Chapter 11 - Chapter 20

126 Chapters

BAB 10B

"Aku nggak habis pikir, Nia. Bisa-bisanya kamu mengganti nama anak kita tanpa persetujuanku," ucap Mas Bian tiba-tiba saat aku menata baju setrikaan ke lemari. Kedua tanganku yang sibuk menata baju pun terhenti, lalu menoleh ke arahnya yang sudah rapi dengan kemeja. "Memangnya kamu membuat nama itu juga dengan persetujuanku, Mas?" "Jelas iya, kamu juga menyukai namanya. Bahkan saat mama memintamu untuk menolak pun kamu bilang sangat suka dan setuju dengan nama itu. Salahnya di mana? Kalau kamu memang nggak suka, aku pasti ganti namanya saat itu. Jangan cari alasan untuk membenarkan sikapmu saat ini. Sekarang kamu tiba-tiba ganti nama Irena tanpa minta persetujuanku lebih dulu. Parahnya, kamu masukkan nama laki-laki itu untuk anak kita." Mas Bian tak mau kalah. Dia duduk di tepi ranjang sembari memperhatikanku yang terus menata baju ke lemari hingga selesai dan menutup pintunya. Aku balik menatapnya lekat. "Kamu memang minta persetujuanku, Mas. Itu benar, tapi kesalahan terbesarmu
Read more

BAB 11A

Tiga hari ini Mas Bian hanya diam saja. Entah apa yang dipikirkannya. Aku pun hanya bicara seperlunya. Aku malas berdebat apalagi jika berkaitan dengan nama Irena. Meski begitu, aku tak melupakan tugasku sebagai istri. Semua kebutuhannya tetap kupenuhi seperti biasanya. Aku memang kecewa, tapi aku tak ingin durhaka pada suami. Ada banyak hal yang kurencanakan. Termasuk bila nanti mau nggak mau harus memilih pergi meninggalkan Mas Bian dengan segala masa lalunya. Aku nggak mungkin memaksanya untuk tetap tinggal, jika dalam hatinya hanya untuk Irena saja. Meski jelas ada banyak luka di sana, terlebih untuk mama dan Irena, kurasa itu jauh lebih baik daripada terus berpura-pura bahagia. Tak hanya mereka yang tersakiti, tapi aku dan Mas Bian juga mengalami hal yang sama. Cepat atau lambat, mau atau nggak mau, aku memang harus mengambil pilihan sulit itu. Bertahan dengan segala kekecewaan rasanya jauh lebih menyakitkan. Apalagi jika Mas Bian tak ada keinginan untuk melupakan perempuan itu
Read more

BAB 11B

Dalam perjalanan, kudengar Irena menyanyikan lagu balonku dengan logat yang unik. Mungkin hanya orang terdekatnya saja yang tahu. Dia tampak begitu gembira saat aku bilang akan mengajaknya ke rumah nenek. Dia tahu, banyak teman sebayanya di sana. Selain itu, nenek juga sangat memanjakannya. Apapun yang dia minta, selalu berusaha dikabulkan neneknya. Kadang memang seorang nenek lebih sayang dengan cucu daripada pada anaknya sendiri."Kita makan bakso dulu yuk, Sayang. Pulangnya bawain juga buat nenek. Gimana?" tawarku sambil terus melajukan motor menuju bakso langganan. Bakso dengan tetelannya yang empuk. Sementara Irena biasa makan bakso biasa dengan jus alpukat kesukaannya. "Oke, Nda. Yena mau," balasnya singkat. Aku pun segera membelokkan motor menuju parkiran saat sampai di warung bakso itu.Warung bakso yang cukup luas dan terkenal di kotaku. Sebab tak hanya rasanya yang enak, tapi penyajiannya pun unik dengan menggunakan batok kelapa. Tak hanya untuk menengah ke bawah, tapi ban
Read more

BAB 12A

"Irena?" lirih kembali kuucap nama itu. Aku kembali menatapnya beberapa saat. Entah mengapa aku justru bertemu perempuan itu di sini. Tempat yang tak kuduga sebelumnya. Perempuan itu masih sama dengan foto yang kutemukan di dompet Mas Bian waktu itu. Masih tetap cantik dan menarik. Pantas Mas Bian tak bisa melupakan sosoknya, sebab dia terlihat begitu anggun, lembut, keibuan dan pintar. Meski aku tahu siapa dia, detik ini aku pura-pura tak tahu. Mencoba berkenalan seperti pada umumnya. Perkenalan untuk pertama kali bersua. "Nama Mbak Irena juga?" tanyaku mulai berbasa-basi dengan senyum tipis. "Iya, Mbak. Maaf kalau ikut jawab, ya?" balasnya dengan malu-malu. Setelah membasuh dan mengeringkan kedua tangannya, dia pun menjabat tanganku. "Saya Iren, Mbk. Ini anak saya Rizqi," ucapnya begitu lembut. Iya, selembut itu. Pantas saja Mas Bian tak bisa melupakan perempuan itu, aura keibuan dan kelembutannya memang terpancar. Senyum manisnya membuat orang di sekelilingnya merasa nyaman, b
Read more

BAB 12B

Aku kembali menghela napas panjang lalu tersenyum tipis saat bersirobok dengan perempuan itu. Perempuan cantik yang sampai detik ini masih dicintai suamiku. "Mungkin dulu Mbak Irena cukup tertutup, makanya jarang memiliki teman akrab, tapi kalau teman dekat atau kekasih pasti ada kan, Mbak? Masa perempuan secantik Mbak Iren nggak punya kekasih? Aku yakin Mbak Irena jadi primadona kampus saat itu. Mmmm ... apa Mbak Irena memang nggak mau pacaran dan mau ta'aruf saja?" tanyaku kemudian.Pujianku kali ini cukup jujur. Irena memang secantik itu. Aku yakin tak hanya Mas Bian yang tergila-gila padanya, tapi banyak lelaki lain juga terpesona dengan kecantikan dan kelembutannya. Aku yang sama-sama perempuan saja senang melihat perempuan sepertinya, apalagi laki-laki yang memang cenderung melihat sisi perempuan dari parasnya?"Mbak Nia terlalu memuji. Memang ada beberapa yang ingin dekat, Mbak. Namun saya menolak, sebab sudah dekat dengan seseorang. Bagi saya, dia tetap yang terbaik meski saya
Read more

BAB 13A

Aku masih di sini bersama perempuan itu dan anak lelakinya. Banyak hal yang dia ceritakan. Sepertinya memang butuh teman untuk mengungkapkan segala rasa yang selama ini selalu dia pendam. Aku sendiri tak tahu, mengapa dia lebih memilihku untuk menjadi pendengar setianya padahal aku dan dia baru saja berkenalan. Belum tahu karakter masing-masing bahkan dia belum tahu siapa aku sebenarnya.Mungkin memang benar jika dia merasa aku cocok untuk dijadikan tempat curhat, hanya karena ada sedikit keterikatan batin gara-gara menyukai satu nama. Irena. Lebih-lebih karena aku dan dia sama-sama dijodohkan, mungkin karena itu pula dia merasa senasib tapi tak sepenanggungan. "Maaf, Mbak. Apa mungkin ada kisah yang belum selesai antara Mbak dengan laki-laki di masa lalu Mbak Iren, hingga suami Mbak bersikap sedzalim itu?" tanyaku ragu, tapi tetap berusaha senatural mungkin untuk menanyakannya. Dia sudah mengajakku nyemplung ke kisah rumah tangganya, sekalian saja aku tanya banyak hal tentang hubu
Read more

BAB 13B

Aku nggak tahu bagaimana perasaan Mas Bian andai saat ini dia tahu Irena terluka dengan kisah cintanya. Irena yang belum move on dan masih memendam rasa cintanya begitu sempurna. Mungkinkah Mas Bian sudah tahu jika status Irena saat ini janda beranak satu? Jika memang sudah tahu, mungkinkah dia lebih memilih Irena dibandingkan memperbaiki hubungannya denganku? "Mbak Nia sendiri bagaimana? Bukankah tadi bilang kalau Mbak juga dijodohkan? Apakah pernikahan Mbak Nia bahagia? Jika memang iya, Mbak Nia termasuk perempuan yang beruntung. Banyak perempuan korban perjodohan yang nasibnya sama denganku bahkan jauh lebih buruk daripada itu, Mbak," ucap Irena dengan tatapan sendu. Aku sedikit tersentak saat perempuan dengan hijab merah mudanya itu kembali bertanya padaku. Dia menatapku beberapa saat lalu kembali melukiskan senyum tipis di kedua sudut bibirnya saat aku menatapnya balik. "Seperti pernikahan pada umumnya, Mbak," balasku singkat. Aku tak ingin menjelaskan lebih detail bagaimana k
Read more

BAB 14A

"Mbak, kalau nggak ada acara, bisa main ke rumahku sekarang. Mau?" tawar perempuan berlesung pipit itu saat kami sudah keluar resto menuju tempat parkir. "Sekarang sih kami mau ke rumah neneknya Iren, Mbak. Neneknya kangen, maklum cucu pertama. Mungkin lain kali, ya? Alamatnya juga sudah ada, nanti aku kabari kalau mau ke sana, gimana?" balasku dengan senyum tipis. Wajah Mbak Iren mendadak berubah sendu, tak seperti tadi yang tampak berseri-seri. Tepatnya setelah dia bertukar pesan dengan Mas Bian. Aku jadi penasaran, apa yang mereka bahas di sana. Beruntung sekali aku sudah menyadap ponsel Mas Bian jauh-jauh hari, jadi aku bisa terus mengawasi aktivitasnya tanpa bertanya. "Kenapa murung, Mbak. Adakah yang salah?" tanyaku lagi. Aku mendekatinya yang baru saja meminta anak lelakinya masuk ke mobil. Namun Rizqi menolak dan lebih memilih duduk di samping Irena sembari ngobrol entah apa. "Nggak ada, Mbak. Hanya saja kadang aku kasihan dengan Rizqi."Kedua alisku tertaut. Tak paham art
Read more

BAB 14B

Aku pamit. Aku mulai menstarter motor lalu Iren melambaikan tangan ke arah Rizqi yang membuka separuh kaca jendela mobilnya. Kedua makhluk kecil itu saling senyum. Lagi-lagi hati ini berdesir nyeri saat mengingat tentang siapa ayah biologis anak laki-laki itu. Mungkinkah ada keterikatan batin antara Irena dan Rizqi sampai mereka bisa akrab secepat itu? Aku pun tak tahu. Namun, hatiku mencelos tiap kali melihat keakraban dan keasyikan mereka saat bermain bersama. Ada rasa cemburu, khawatir dan takut tiap kali melihat senyum dan tawa mereka. Seolah yang kulihat adalah tawa dan canda papa dan mamanya. Kutepis berbagai prasangka yang kembali menyesaki benak. Aku tak ingin tenggelam dalam opini burukku sendiri. Lebih baik tetap tenang dan terus mencari bukti, apakah dugaanku benar jika Rizqi adalah darah daging Mas Bian. Kuhela napas panjang lalu kembali beristighfar lirih. Irena sedikit menganggukkan kepalanya. Aku pun melakukan hal yang sama. Ucapan salam mengakhiri pertemuan kali ini.
Read more

BAB 15A

Taman biasa, begitu pesan Mas Bian untuk Irena itu. Taman yang mana? Bahkan selama empat tahun bersamanya aku belum pernah dia ajak ke taman itu. Dia begitu rapat menyembunyikan semua kenangan dan masa lalunya. Pura-pura bahagia hidup denganku, padahal dia masih menyimpan rindu dan cinta untuk perempuan itu. Sekalipun sejak sama-sama menikah mereka tak pernah bertemu. |Ma, mama tahu nggak taman favorit Mas Bian saat kuliah dulu? Nia mau mengikuti Mas Bian sore ini, Ma. Sepertinya dia mau bertemu dengan Irena|Kukirimkan pesan itu pada mama. Aku yakin mama bisa diajak kerja sama sebab dia sangat menyayangiku dan Iren. Mama juga tak ingin Mas Bian dan mantan kekasihnya itu bersatu. Benar dugaanku. Mama pasti sangat kaget membaca pesan yang kukirimkan, karena itulah mama langsung menelponku. Gegas kuterima panggilan darinya. "Assalamu'alaikum, Nia. Maksudmu gimana?" tanya Mama sedikit gugup. "Wa'alaikumsalam, Ma. Iren sudah kembali ke kota ini, Ma. Mas Bian sudah menemukan nomor pons
Read more
PREV
123456
...
13
DMCA.com Protection Status