Home / Pernikahan / Seragam Bekas Milik Keluargaku / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Seragam Bekas Milik Keluargaku : Chapter 21 - Chapter 30

65 Chapters

Bab 21

Aku dan Zaki saling berpandangan ketika Pakde Irwan bertanya perihal uang kepadaku. Rupanya ia belum tahu jika istrinya baru saja merampas uang ayahku."Jangan dengarkan dia, Pa," ucap Budhe Risma terlihat gugup."Kenapa, Budhe? Aku kemari hanya ingin mengambil hak ayahku yang Budhe rampas."Suaminya itu terlihat lebih terkejut. Bagus saja, jika memang Pakde Irwan tidak tahu. Ia pasti akan marah pada Budhe Risma karena Pakdhe Irwan tak memiliki sifat seperti istrinya."Nana, jelaskan padaku.""Kemarin, Budhe datang ke rumah. Kata Ayah, Budhe meminta jatah warisan lagi. Padahal bukankah dulu warisan sudah di bagi rata? Dan bahkan Ayah hanya mendapatkan rumah itu saja? Lalu kenapa Budhe masih bersikeras memintanya? Dan lagi, Budhe juga merampas uang pemberian mertuaku, Pakde. Tanyakan saja padanya," ujarku dengan berapi-api.Pakde Irwan terlihat sedikit marah, ia menatap istrinya tajam. "Benarkah, Bu?"Kakak kandung ayahku itu terlihat pias, sepertinya perbuatannya itu juga tak diketahu
Read more

Bab 22

"Tidak, aku tidak setuju. Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi!" racau Budhe Risma."Pakde, bagaimana jika rumah ini tidak usah di lelang? Kalau di lelang, kalian mau tinggal dimana?" ucap Zaki tanpa memperdulikan teriakan-teriakan Budhe Risma.Aku menatap Zaki, rupanya dia masih peduli dengan saudaraku itu. Wajar saja, kalau orang normal pasti akan iba jika melihat saudaranya kesusahan. Namun entah apa yang ada di pikiran saudara-saudara Ayah, mereka justru senang jika keluargaku kesusahan."Tidak, Nak Zaki. Biarkan rumah ini di lelang. Aku yakin biaya Huda tidak sedikit. Setelah ini biarkan kami mencari kontrakan kecil, yang penting bisa untuk berteduh.""Jika memang itu keputusan Pakde, biarkan Zaki segera mengurus semuanya agar biaya rumah sakit Huda segera terbayarkan," sambungku, karena aku pun juga tidak tega melihat Huda berada di rumah sakit tanpa biaya. Terlebih menurut kabar yang kudengar, dia berada di ruang ICU. Aku yakin biayanya akan sangat mahal."Diam kamu! Ngga
Read more

Bab 23

"Assalamualaikum," ucap Zaki membuat mereka lantas menghentikan pembicaraannya.Aku berdiri di samping Zaki, sedang seorang polisi yang baru saja dihubunginya masih di perjalanan. Semoga saja, nanti Pakde Irwan juga segera sampai di rumah.Mereka tak ada yang menjawab salam yang diucapkan Zaki. Apalagi Tante Gina, dia melihatku dengan tajam."Maaf, Budhe, Tante. Apa Pakde Irwan ada? Kami ingin mengantarkan uang yang beliau sebutkan kemarin sebagai tanda pembayaran tanah," kata Zaki lagi meskipun mereka tak menanggapi kami."Mas Irwan tidak ada, ke rumah sakit," jawab Budhe Risma ketus."Oh, kalau begitu kita tunggu Pakde Irwan saja, A. Lagipula hari ini kita tidak ada jadwal lain, kan?" ujarku kepada suamiku.Zaki mengangguk, lalu duduk di hadapan saudara-saudara ayahku itu. Sedangkan aku, memang ditugaskan oleh Zaki untuk membawa sebuah tas kecil berisi uang lima ratus juta yang diminta oleh Pakde Irwan."Apa yang kamu bawa? Uang?" kata Budhe Risma lagi ketika kami baru saja duduk. M
Read more

Bab 24

"Sudahlah, Bu. Jangan mempersulit keadaan, cepat berikan sertifikatnya. Anak kita lebih penting dari apapun, kan?" ucap Pakde Irwan kepada istrinya.Budhe Risma tampak geram, ia berulang kali menatap adiknya. Mungkin ia berharap jika adiknya itu bisa membantunya. Namun apa daya, Pakde Irwan semakin mendesaknya agar segera menyerahkan sertifikat itu."Bu, ingin lihat Bapak marah? Uang bisa dicari, tapi nyawa anak kita tidak akan bisa dicari. Jika Ibu tetap bersikeras ingin mempertahankan aset-aset itu, biarkan Bapak pergi dan semua prosedur rumah sakit Huda juga akan Bapak cabut," kata Pakde Irwan lagi menggertak istrinya.Kakak ayahku itu pun terlihat terkejut dengan perkataan suaminya. Aku tahu jika sejak awal ia hanya berbohong saja dan ingin mengelabui kami. Namun untung saja Zaki sangat cerdik sehingga kami tak mudah tertipu seperti ini."Baik, akan Ibu ambilkan."Senyum merekah di bibir kami semua, terkecuali Tante Gina. Ia melirikku tajam, sepertinya sebuah dendam memuncak di ha
Read more

Bab 25

Wajah pias Sofia masih terlihat jelas ketika Zaki dan suaminya datang. Ia tampak sangat terkejut ketika Zaki menyebutku sebagai istrinya. Ya, meskipun semua itu memang benar adanya. Aku sekarang adalah istri dari Zaki, anak pemilik ladang terbesar di daerah ini."Aku sudah kenal, A. Bahkan dari kecil," ujarku membuat Zaki juga terkejut."Benar kah?""Lho, bukannya ini saudaramu, Sayang. Anak Pakde Tohir. Siapa ya namanya, aku lupa," kata suami Sofia dengan menatapku lekat seperti tengah mengingat-ingat sesuatu.Sofia terlihat malas, ia mendekati suaminya. "Nana namanya. Itu lho Sayang, yang kemarin ke pernikahan Tari dan sekeluarga pakai seragam lusuh bekas waktu pernikahan kita," tandas Sofia ketus. Aku yakin, dia sengaja mengatakan hal itu untuk menjatuhkan harga diriku.Suaminya hanya terdiam, dia terlihat tak bersifat sama dengan istrinya. Lagipula mana mungkin ia akan ikut mengataiku, pasti dia tak enak karena di depan Zaki."Kamu ingat kan, Yang? Bahkan kemarin dia kan marah-mar
Read more

Bab 26

'Bagaimana mungkin aku akan minta maaf padanya? Sedangkan dia saja selalu ada di bawahku.'Sebuah unggahan status Sofia kudapati ketika aku sedang menunggu Zaki membeli minuman di sebuah kedai. Aku tahu, siapa yang dimaksud oleh Sofia, pasti ditujukan kepadaku.Aku hanya tersenyum tipis ketika membaca pesannya. Tak masalah bagiku, karena tanpa dia dan keluarganya kini aku sudah mulai bangkit dan bisa berdiri tegak."Kenapa senyum-senyum?" ucap Zaki mengagetkanku."Oh, tidak. Aku baru baca unggahan status Sofia di media sosial, A.""Coba lihat," kata Zaki dengan meraih ponselku dan membacanya.Dia tak memberikan respon apapun selain tersenyum. "Biarkan saja, tidak usah di tanggapi. Kesombongan akan membawanya jatuh dengan sendirinya."Benar kata Zaki,. Kesombongan yang sekalu dielu-elukan olehnya beserta keluarganya aku yakin akan membawanya pada jurang kehancuran. Bagaimana tidak, mereka selalu menyombongkan harta miliknya. Padahal semua orang harusnya tahu jika hal itu tidaklah abadi
Read more

Bab 27

Selepas mengantarkan ibu mertuaku dari rumah sakit kami sengaja langsung pulang karena rasanha seharian ini sudah sangat melelahkan. Ada beberapa kejadian yang membuat emosi kita naik turun. Apalagi pertemuanku dengan Budhe Risma di rumah sakit tadi.Sungguh, dia benar-benar seperti sudah putus urat malunya. Bagaimana bisa, dia mengatakan hal itu kepada Zaki. Padahal ia sama sekali tak menganggapku sebagai saudara.Mungkin baginya, siapa yang kaya itu lah saudaranya. Namun sudahlah, aku tak perduli lagi. Yang terpenting rumah tanggaku dengan Zaki berjalan dengan lancar.Setidaknya aku juga senang karena kini satu persatu dari mereka yang kemarin menghina keluargaku mulai tumbang. Memang doa seorang yang sedang teraniaya itu sangat ampuh. Seketika keadaan berubah total."Mau makan malam apa, Sayang?" ucap Zaki mengagetkanku yang masih duduk di depan meja rias.Aku hanya meliriknya dari pantulan kaca di depanku. Sejak sore tadi, Zaki sibuk berolahraga di belakang, dan ia baru menemuiku.
Read more

Bab 28

Sesampainya di rumah Ayah, kulihat masih ada dua orang asing yang tengah duduk di ruang tamu. Mungkin kedua orang itulah yang dimaksud oleh Arum lewat sambungan telepon tadi. Kedatanganku ke rumah orangtuaku sengaja tak bersama Zaki karena dia sedang ada urusan pekerjaan di ladang.Jujur saja saat ini aku gemetar karena seumur hidup belum pernah berurusan dengan seorang penagih hutang. Urusan terberatku selama ini hanyalah dengan saudara-saudara ayahku saja, karena aku memang menjaga sikap baikku kepada orang-orang agar tak memiliki masalah dengan mereka.Begitu pula kedua orangtuaku, yang kutahu mereka pun juga demikian. Tak ingin mencari masalah dengan orang lain, terlebih mencari hutang seperti ini.Arum terlihat lega begitu aku melangkah masuk ke dalam rumah. Ia saling bertatapan dengan Ibu.Kuucapkan salam, lalu duduk di samping Ibu yang terlihat sangat gugup. Wajar saja, kedua orang yang menunggu mereka itu terlihat sangat garang dan sangar."Em, maaf, Pak. Boleh saya tahu apa p
Read more

Bab 29

Ayah masih terdiam meskipun aku berkata banyak hal mengenai hutang itu. Sedikitpun tak terpikirkan, bagaimana bisa Ayah bersedia memberikan namanya untuk pengambilan hutang sebesar itu. Apalagi saudaranya tidak bisa diandalkan, mereka sama sekali tak pernah menghargai kami.Dan sekarang benar adanya, bukan? Tante Gina hanya memanfaatkan Ayah saja. Sekalipun ia tak melakukan angsuran atas hutang yang diambilkan oleh Ayah. Apa itu bisa disebut sebagai saudara?"Yah, tolong jawab. Kenapa? Bahkan mereka selalu saja merendahkan kita, kenapa Ayah masih saja mau berbuat baik kepada mereka hingga seperti ini?" tuturku lagi ketika Ayah masih terdiam.Disudut kursi, kulihat Ibu menitikkan air mata. Mungkin ia juga sangat terpukul dengan kejadian ini."Dan lagi, yang Nana tahu, jika pengajuan hutang seharusnya melibatkan istri juga. Kenapa Ibu sampai tidak tahu perihal ini?"Dadaku benar-benar sangat panas, kedua bahuku pun niak turun seiring dengan emosi yang semakin bergejolak dalam dada. Sebe
Read more

Bab 30

Kami memutuskan pulang setelah menyetujui sebuah rencana yang akan dilakukan besok. Bisa atau tidak bisa, Tante Gina harus membayarkan hutang yang ia ambil, tidak malah membebankan kepada keluarga kami yang hanya ingin membantu.Sepanjang perjalanan aku dan Zaki saling terdiam. Selain memikirkan keadaan keluargaku, aku juga merasa sangat malu padanya. Bagaimana tidak, memiliki seorang istri seharusnya bisa lebih tenang dan damai. Tidak seperti ini yang justru semakin menambah beban pikirannya saja.Ada sedikit penyesalan dalam diriku karena aku mau menerima pinangannya. Diluar sana, pasti ada banyak orang yang menggunjingku. Selain mereka membicarakan mengenai aku yang hanya ingin mengeruk hartanya, mereka pasti juga sangat iri denganku karena aku yang tak memiliki kedudukan apapun ini bisa bersanding dengan Zaki, si tampan dan kaya ini"Sayang, kenapa diam?" ucap Zaki ketika aku masih saja terdiam bahkan saat hampir sampai di rumah kami.Aku hanya meliriknya sekilas, lalu tersenyum.
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status