Semua Bab Terpaksa Menjadi Madu: Bab 21 - Bab 30

120 Bab

Perkara Baru

“Kan, Aa udah bilang, jangan pulang malam-malam.” “Ay enggak pulang malam, Ay pulang pagi,” celetuk Ayesha karena lagi-lagi ditegur Izhar. “Ngeyel ya, kamu! Kamu enggak ada di rumah sehabis magrib itu bikin Aa khawatir, Ay. Kemarin kalau ada apa-apa di sana gimana?” Izhar menolak pinggangnya dan menatapi istrinya yang benar-benar baru pulang. “Aa mau Ay kemarin pulang dari sana sore-sore? Terobos hujan? Terobos kabut? Ay yakin sampai sekarang Ay enggak akan sampai rumah tapi sampai rumah sakit, lebih parahnya kuburan.” Izhar menghela nafasnya. Ayesha sulit diatur, membuatnya harus benar-benar bersabar menghadapinya. Pria itu membiarkan Ayesha beristirahat setelah ditegur. Melihat Ayesha yang langsung terlelap membuat Izhar tahu, dia mungkin kelelahan juga. Izhar keluar dari kamar Ayesha setelah mengetahui Ayesha terlelap. Dia menemukan Nirmala yang membawa keranjang dari halaman belakang dan tampak tengah kesal. “Kamu ngapa
Baca selengkapnya

Ayesha Pembuat Onar

“Tapi itu dari Aa! Aku enggak ikhlas itu rusak karena itu dari Aa!” “Nanti bisa diperbaiki sama tukang jahit. Ya, walau bentukan bagian tangannya enggak akan kayak dulu lagi. Tapi, kan yang penting bisa menutupi kamu.” Izhar mencoba menenangkan Nirmala. Nirmala menangis seharian karena gamisnya. Ayesha tak mengerti apa yang salah dengan itu. Namun melihat Nirmala sangat menyayangi gamis pemberian Izhar, berarti dia sangat mencintainya. Dan Izhar yang memberikannya juga kelihatannya sangat mencintai Nirmala. “Kan, Aa juga sebelumnya udah bilang, supaya cuciannya Aa aja yang cuci, kenapa kamu malah minta Ayesha? Ya, jadi begini, kan ...” Izhar dengan tenang mengusapi punggung Nirmala. Sementara Ayesha, yang ditetapkan sebagai tersangka berdiri di depan kamar Nirmala. Bersandar ke dinding dengan menyenderkan kepalanya ke tembok. Dan dia menatapi Izhar yang keluar dari kamar Nirmala dengan membawa gelas kosong. “Kenapa Aa nyuruh Ay di si
Baca selengkapnya

Berulah Lagi

Bertemu banyak orang yang tak dikenalnya, bahkan orang-orang yang membuatnya tak nyaman saja sudah cukup menekan Ayesha. Kejadian barusan juga berhasil membuatnya melamun di kamar mandi. Sambil menaruh tangannya di air mengalir, seperti Izhar merawat luka Nirmala. Dia sudah lelah berada di lingkungan yang membuatnya tak nyaman dan harus menghabiskan energi ekstra untuk tetap bertahan. Kemalangan lagi-lagi membuatnya semakin terpuruk. Sudah cukup baginya belakangan ini merasa diasingkan oleh suaminya. Dan kini dia harus melakukan kesalahan di depan keluarga besar Izhar. Dia bisa saja menyangkal jika itu bukan salahnya dan membela dirinya sekencang biasanya. Namun entah kenapa belakangan ini rasanya lemas. “Ay?” Izhar memasuki rumah dari halaman belakang dan melihat Ayesha yang sedang ada di kamar mandi dapur, karena kamarnya tak memiliki kamar mandi khusus.“Kamu apa-apaan? Apa cuman karena Mala nyuruh kamu siapin minuman, kamu sampai numpahin d
Baca selengkapnya

Memilih Pergi

Keputusan Ayesha kemudian membulat. Jika dirinya sekarang memilih untuk bercerai. Toh, Izhar tak membelanya sama sekali tadi dan justru menyudutkannya. Dia bahkan tak tahu jika lengannya terluka dan malah menyentuhnya. Ayesha juga sudah muak terjebak dalam pengasingan. Saat Ayesha mengemas barangnya, dia tampak ragu untuk meninggalkan Izhar yang tengah terluka, di saat istri pertamanya tengah hamil. Meski begitu, dia yakin keluarganya tak akan membiarkannya. Lain jika dirinya yang sakit, dia tak punya siapa-siapa untuk merawatnya. Ayesha keluar dari kamarnya, dan berpapasan dengan Inaya yang setia menunggunya di sana. Inaya menatapnya dengan tatapan marah, karena Ayesha telah melukai kakak dan kakak iparnya. “Jadi, kamu memutuskan untuk pisah sama A Izhar? Kenapa enggak dari dulu aja? Kata Teh Mala sebelumnya kamu udah pulang ke rumah sepupu kamu buat cerai,” sinis Inaya. “Itu atas permintaan Aa kamu, Aa kamu yang enggak mau cerai,” jawab Ayes
Baca selengkapnya

Andai Izhar Seperti Devan

Karena mendadak mual setelah mencium bau mi instan, Ayesha membuangnya. Mengurungkan niatnya untuk makan. Malah karena setelah itu, dia masih harus merasakan mual. Tak ada yang mencurigakan baginya jika berpikir mungkin mi kadaluwarsa menghasilkan bau seperti itu. Izhar bukannya tak ada niat menemui Ayesha. Namun mengingat jika Ayesha sendiri mungkin kaget dan membutuhkan waktu untuk sendiri, dia mengurungkan niatnya. Dan berpikir jika Ayesha bersama paman dan bibinya mungkin lebih baik dari pada di rumah saat ada dua keluarga. Ayesha sendiri bangun dengan keadaan tak enak. Entah karena dirinya tak makan nasi sama sekali kemarin dan maag-nya kambuh atau karena luka di tangannya yang terinfeksi hingga timbul demam. Dia hanya berbaring, tak ada yang ingin dia makan pagi itu karena mual melandanya. Mual yang terjadi semalam tampaknya belum reda. Namun karena lapar, di siang hari Ayesha memesan kimbap untuk dia makan. Setidaknya ada yang harus dia makan.
Baca selengkapnya

Periode Terlewat 14 Hari

“Yakin lo, enggak mau ke dokter?” Devan hendak berangkat turnamen saat itu, memastikan jika Ayesha baik-baik saja sendirian di rumah kakeknya. “Iya, gue udah ngerasa baikan. Nih, pegang!” Ayesha memegangi tangannya Devan dan menaruh punggung tangannya di keningnya, menunjukkan jika demamnya sudah turun. “Mending lo di rumah gue, deh. Dari pada di sini, enggak ada yang jaga lo. Gue bilang bokap nyokap dulu, deh. Gue yang cerita.” Devan mengambil handphonenya dan hendak menelepon orang tuanya. “Dev, jangan!” Ayesha mencegahnya. “Emang kenapa, sih?” Devan mendecak. Ayesha terdiam sejenak dan menghela nafasnya. Dia telah membuat Devan penasaran, karena dia sebenarnya tak ingin menceritakan hal ini pada Devan. Entah kenapa tapi dirinya tak bisa. Namun sambil memandangi lengannya yang masih di perban, Ayesha menunjukkannya pada Devan.“Luka ini ... Gue udah cerita kenapa bisa, kan? Gue enggak sengaja, tapi yang luka karena kejadia
Baca selengkapnya

Garis Kehidupan

Satu garis terpampang jelas. Ayesha hendak mendesah lega saat tak ada garis lain yang mengikuti kemunculan garis lainnya. Namun, kelegaan itu tertahan saat yang dia takutkan muncul. Satu garis lainnya muncul mengikuti garis yang pertama tadi. Sejenak, Ayesha terdiam menatapi alat tersebut. Beberapa saat melamun memandanginya. Hingga sedetik kemudian dia tersadar dan buru-buru membuangnya ke tempat sampah. Keresek yang melapisi tempat sampahnya dia ambil dan dia ikat untuk segera di buang juga. Habis membuang sampah, Ayesha kembali ke kamarnya dengan tatapannya yang kosong. Kedua tangannya bergerak tak beraturan, dia gelisah. Yang kemudian gadis itu meremas rambutnya. “Enggak, enggak ... Jangan, jangan hamil!” gerutunya pelan seraya mondar-mandir tak jelas. Beberapa saat kemudian, gadis itu terduduk di lantai di dekat kasurnya. Dia tak ingin hamil. Dirinya ingin bercerai dengan Izhar dalam keadaan dirinya belum hamil. Dia seharusnya tak hamil j
Baca selengkapnya

Niat Buruk Ayesha

“Gue enggak peduli lo mau bilang apa ke anak-anak Apollo tentang gue, silakan lo bilang! Cuman, sebagai gantinya gue mau lo ngasih gue alamat klinik itu.” Ayesha menegarkan hatinya sendiri. [“Ay?”] Terdengar suara Inggit. Ayesha kemudian menutupi matanya dengan satu telapak tangannya. Inggit kelihatannya ada di sana, sedang bersama dengan Belia. Itu pasti membuatnya tahu juga tentang kehamilannya. “Lo enggak bilang ada Inggit di sana. Ada Syifa sama Risma juga? Kalian dengar gue hamil? Ya, gue hamil. Ayesha hamil.” Ayesha menekan kalimatnya, dia terdengar emosi dan emosinya tak stabil. [“Cuman gue doang. Enggak ada Syifa atau Risma.”] Suara Inggit sangat halus terdengarnya. [“Ay, lo tahu bapaknya, kan? Siapa? Argi? Apa Argi merkosa lo sewaktu habis lo tolak waktu kita sunmori itu? Makanya lo enggak ikut event yang ada setelahnya?”] Belia bertanya sangat hati-hati. “Bukan.” Ayesha menggelengkan kepalanya, seraya menghapus ai
Baca selengkapnya

Usaha Izhar

“Ayesha enggak ada di sini?” Izhar mengernyitkan dahinya keheranan. Om dan bibi Ayesha juga turut keheranan karena Izhar ingin bertemu dengan Ayesha, seolah Ayesha ada bersama mereka. Sementara mereka yakin jika tak ada tanda-tanda kehadiran Ayesha lagi. “Apa yang membuat kamu berpikir Ayesha di sini?” “Apa Ayesha enggak ke sini sama sekali?” tanya Izhar lagi, ingin memastikan. “Enggak, kok.”Mendapatkan jawaban tersebut membuat Izhar segera kembali ke mobilnya. Entah keluarganya Ayesha yang mungkin berbohong tentang kehadirannya atau justru Devan yang menyembunyikan Ayesha. Izhar ingat betul jika Devan terdengar yakin namun dengan jeda yang cukup lama waktu itu. Tanpa pikir panjang, Izhar menelepon Devan. Dia harus menemui Ayesha, dia harus berbicara dengannya. Atau setidaknya memastikan Ayesha baik-baik saja untuk saat ini. Devan dan Ayesha yang masih tengah makan dan minum sambil menonton teralihkan saat mendengar handphonenya Devan berbunyi. Terlihat nama yang membuat Ayesha
Baca selengkapnya

Aborsi

“Lo sakit apa? Kok, enggak bilang sama gue?” Devan keluar dari mobil dan menghampiri Ayesha. “Gue baru mau bilang,” jawab Ayesha kaku. “Lo udah lama bolak-balik ke sini?” Devan menatapi plang namanya, dia berpikir positif tentang Ayesha yang datang ke klinik tanpa memberitahu sesuatu padanya. Devan menoleh ke kanan dan ke kiri. Tempat itu sunyi. Ada pemukiman juga di sekitar sana. Namun ruko di samping kanan dan kiri dari klinik itu tampak tak penghuni dengan tulisan ‘Dijual/Disewakan’ yang diikuti nomor agen di sekitarnya. Selain sebuah warteg dan warung yang sepi pengunjung, klinik tersebut tak punya tetangga lain. Hawa tak enak berhasil membuat Devan merinding. Dia menatapi Ayesha yang tak lagi menjawabnya dan hanya menatapi plang klinik yang di referensikan oleh Belia. Ayesha meleos masuk lebih dulu dan Devan mengikutinya di belakang. Devan tak tahu apa yang sebenarnya akan dilakukan Ayesha. Namun dia hanya perlu menemaninya dan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
12
DMCA.com Protection Status