Home / Pernikahan / Terpaksa Menjadi Madu / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Terpaksa Menjadi Madu: Chapter 31 - Chapter 40

120 Chapters

Tindakan Devan

“Harusnya lo lakuin sendiri! Gugurin aja sendiri! Lo enggak usah bawa-bawa gue, anjing! Gue enggak akan pernah bisa hidup tanpa rasa bersalah selama lo masih tetap pada keputusan lo. Ini layaknya gue jadi kaki tangan pembunuhan bayi yang enggak ada dosa sama sekali. Gue akan bisa tidur setelah ini, kalau gue jadi lo!” Devan membentaknya. Tak terima dengan keputusan Ayesha hari ini. Tak terima dengan segala yang Ayesha putuskan tanpa adanya diskusi dengannya dan Ayesha sejenak jidat membawanya ke segala masalahnya. Bahkan termasuk dalam melakukan pembunuhan ini. “Dan lo pikir gue bisa tidur nyenyak dengan kehadiran bayi ini? Dengan kehadiran laki gue yang enggak bisa jadi seorang ayah utuh buat anak gue nanti?” balas Ayesha. Pria itu perlahan mengendurkan tangannya yang ada di lengan atas Ayesha. Memperhatikan Ayesha yang menangis sejadinya, setelah lama dirinya tak melihat Ayesha menangis. “Hanya karena itu, Ay? Kenapa lo enggak bilang apa-apa
Read more

Keputusan Kembali ke Tangan Ayesha

“Lo enggak bilang sama laki gue, kan? Please, jangan dulu!” Tangis Ayesha pecah lagi setelahnya. Dia meminta Devan untuk tetap tutup mulut, lantaran hatinya teguh untuk menggugurkan kandungannya. Dia tak ingin Izhar tahu sampai tindakan dilakukan. Mendengar itu, Devan tentu semakin marah. Pria itu lantas masuk ke kamarnya dengan cepat. “Apa lo bilang? Bilang sekali lagi!” bentak Devan tak sabar. “Dev!” Inggit menarik baju Devan, berusaha menghentikan Devan agar tak kasar pada Ayesha. Devan yang tertahan oleh Inggit menatapi Ayesha yang menangis di sisi kasurnya, sambil memeluk lututnya dan bersandar dengan lemah di sana. Nafas Devan menderu cepat, dadanya kembang kempis tak beraturan. Amarahnya mudah sekali tersulut jika tentang Ayesha. “Heh, tolol! Lo enggak mau kabarin laki lo kalau lo hamil biar apa? Biar bisa bunuh tu bayi, hah? Biar selama-lamanya laki lo enggak tahu kalau lo pernah hamil, hah? Dia berhak tahu, dia bap
Read more

Tindakan

“Gue masih enggak ngerti, kenapa lo tiba-tiba berubah pikiran dengan cepat cuman karena omongan Ayesha. Lo tahu sendiri, Ayesha kadang manipulatif.” Belia menatap Devan. Devan hanya menyinggung senyum mendengarnya. Dia tak ingin membalasnya dan hanya mengangkat satu bahunya acuh. Dia melipat kedua tangannya di depan dada, menunggu tindakan dilakukan pada Ayesha sebenarnya agak mendebarkan. Jantungnya benar-benar tidak aman. “Lo bilang tindakan ini bahaya buat Ayesha, lo lupa?” Inggit juga turut memancing Devan bicara. “Ketimbang Ayesha, lebih manipulatif mana sama gue? Jelas, gue enggak mau Ayesha kenapa-napa. Dia adek gue,” jawab Devan seadanya. Jawaban Devan malah semakin menimbulkan tanda tanya besar di benak Inggit dan Belia. Sungguh, perkataannya sangat sulit dicerna. Sementara Devan hanya tersenyum aneh saja di sana. Di dalam ruang tindakan, Ayesha tampak berkeringat dingin. Suasana di ruangan membuat giginya bergemeletuk takut
Read more

Pilihan Izhar

Membujuk Ayesha bukanlah hal yang mudah. Namun, sementara waktu Izhar ingin Ayesha menerima kehadiran bayinya. Sehingga mungkin diperlukan perhatian khusus bagi Ayesha dan perlakuan istimewa juga untuknya. “Ayesha hamil.” Izhar bicara dengan ibunya dan Nirmala saat hendak mengambil barangnya. Mayang dan Nirmala mematung, terkejut dengan apa yang mereka dengar. Dan Nirmala tentunya tak terima atas kehamilan Ayesha. Di mana dirinya juga sedang hamil. “Aa batal menceraikan Ayesha karena dia hamil?” tanya Nirmala, sama seperti Ayesha yang tak ada habisnya membahas perceraian. “Aa enggak mungkin menceraikan Ayesha saat dia sedang hamil, Mala,” jawab Izhar yakin. “Aa yakin itu anak Aa? Memang yang Ayesha kandung anaknya siapa? Dia pernah enggak pulang semalam dan bisa aja dia bermalam sama laki-laki lain dan sekarang hamil,” tuduh Nirmala. “Mala!” Izhar menegurnya, menyebut namanya dengan cukup halus dan tenang saat itu.
Read more

Setelah Hari yang Panjang

“Fakta tentang Ayesha enggak punya siapa-siapa lagi selain saya. Dia bilang begitu. Dia enggak mungkin punya suami, tapi merasa suaminya enggak bisa tanggung jawab sepenuhnya. Akhirnya, karena kalimat Ayesha itu, saya menyetujui Ayesha untuk aborsi. Walau hanya sebagai penyenang hati Ayesha saja, jika saya memang ada di pihaknya,” jelas Devan. Benar, Ayesha disebut manipulatif oleh temannya, dan lihat bagaimana Devan lebih manipulatif. Mereka terlahir dari akar yang kurang lebih sama, dan begitulah sifat mereka berdua. “Lalu sekarang? Bukankah dia akan tahu jika kamu yang melakukan ini? Menghubungi saya dan mencegahnya untuk melakukan aborsi?” tanya Izhar lagi. “Fakta lainnya adalah saya enggak bisa meyakinkan Ayesha untuk enggak aborsi. Itu karena terhalang sebuah fakta, kalau saya berarti harus menjadi kaki tangan pembunuhan bayi. Dan satu-satunya yang bisa mencegah tindakan itu terjadi hanya satu orang. Siapa lagi kalau bukan Aa? Suaminya Ayesha, aya
Read more

Perhatian Izhar

“Mala, kamu sabar dulu, ya? Kamu udah dapat bagian kamu kemarin-kemarin. Sekarang giliran Ayesha. Sampai kapan Aa harus berjauhan sama Ayesha? Kamu tahu sendiri, Ayesha lagi hamil, sama halnya dengan kamu, dia juga butuh perhatian.” Izhar berucap dengan tenang. Sementara Ayesha yang berbaring membelakangi Izhar dengan memejamkan matanya mendengarkan pembicaraan mereka. Dia tahu, jika Izhar berusaha melakukan yang terbaik. Namun kadang kala, Izhar memang berperilaku selayaknya manusia biasa. [“Aa cuman perhatian sama Ayesha sekarang, itu yang aku lihat. Aku juga bisa balikin omongan Aa. Aku juga hamil, aku butuh perhatian.”]“Aa kurang perhatian apa sama kamu sejak kamu hamil?” Izhar menghela nafasnya cukup panjang. Izhar menatap ke arah Ayesha, dia tak ingin mengganggu Ayesha tidur. Tadi dia sudah terbangun karenanya. Oleh karena itu dia bangkit dan segera keluar dari kamar, melanjutkan pembicaraan dengan Nirmala dan membujuk Nirmala agar seger
Read more

Anak Kita

“Aa baru sadar setelah kejadiannya lama berlalu?” Ayesha mendelik sinis pada suaminya itu. “Maaf.” Tak ada kata lain yang bisa Izhar ucapan selain permohonan maafnya. Izhar menyesal karena membuat Ayesha di posisi yang sangat tidak mengenakan. Hal terbaik yang bisa dia lakukan setelah ini adalah senantiasa berada di sisi Ayesha dan lebih memperhatikannya. Ayesha kelaparan malam itu, dan Izhar menemaninya makan sekaligus menyiapkan makanan untuk Ayesha yang sedang hamil. Meski hanya nasi hangat dengan sebuah telur mata sapi, dengan kecap yang membalur, Ayesha tampaknya suka dengan makanannya malam itu. Dia tak protes meski hanya makan telur. Toh, Izhar pandai melakukan banyak hal termasuk memasak. Ayesha merasa cukup beruntung mendapatkan suami yang pandai menggantikan tugas istri. Bahkan bertindak lebih baik dari seorang istri. Pantas saja Nirmala sangat takut kehilangan Izhar. Dari mana lagi dia bisa mendapatkan suami seperti Izhar?
Read more

Seperti Dalam Novel

“Aa bisa pulang dan temani Teh Mala. Ay bisa sendiri, kayak biasanya.” Ayesha yang tengah duduk sambil memegangi sebuah buku menatap Izhar yang baru saja kembali ke kamar setelah mengangkat telepon dari Nirmala. Ayesha tahu betul jika Nirmala terus membujuk Izhar pulang dan Izhar sendiri tampaknya terus berusaha untuk tetap di sisi Ayesha. “Dan membiarkan kamu bertindak nekat lagi?” balas Izhar, menyinggung kejadian sebelumnya. Mendengar jawaban Izhar membuat Ayesha mendecak pelan dan membuka buku yang baru saja hendak dibacanya. Entah dorongan dari mana, di saat dirinya tengah dihadapkan dengan rasa mual, dirinya malah ingin membaca salah satu buku koleksinya yang menurutnya menarik. “Itu enggak akan terjadi lagi,” bohong Ayesha. Izhar menghela nafasnya pelan dan berjalan menghampiri Ayesha yang baru kali ini dia temukan membaca. Meski sebuah novel. Dia pikir dia hanya akan melihat Ayesha menonton drama lewat handphone atau laptopny
Read more

Mood Swing

“A Izhar?” Ayesha keluar dari kamarnya sambil berpegangan pada kusen pintu. Dia baru saja keluar dari kamar mandi akibat rasa mualnya dan hendak meminta Izhar untuk membelikannya makanan. Namun, dia tak menemukan pria itu sama sekali. Dia yakin Izhar berangkat ke masjid saat shubuh. Dia tak tahu apa Izhar pulang atau tidak, karena dirinya tertidur lagi setelah sholat. Mungkin Izhar sudah kembali ke rumahnya. Itu yang membuat Ayesha akhirnya kembali ke kamarnya dan berbaring lagi. Setelah menggunakannya semalam, Izhar menghilang. Bagus. “Jalang pribadi. Hah, seharusnya semalam jangan termakan rayuannya A Izhar. Jangan pernah berharap cowok kayak A Izhar. Ini pelajaran hidup yang baru.” Ayesha mendengus pelan dan memejamkan matanya lagi, berusaha untuk sekedar istirahat. Namun, yang ada malah air mata tiba-tiba terjun dari matanya yang satu ke matanya lain, lantaran dia tidur dengan posisi miring. Ayesha mengusap air matanya dan berusaha menghil
Read more

Mengelus Bayi

“Tidurlah! Aa enggak akan ke mana-mana.” Izhar berbaring miring di sisi Ayesha, menatapnya dengan lekat, dengan wajahnya yang cerah karena hari ini hubungan mereka lebih baik. “Kalau mau ke kamar mandi, ke kamar mandi aja! Jangan ditahan!“ balas Ayesha sinis, lantaran omongan manisnya Izhar yang membuatnya geli sendiri. Izhar terkekeh dan memandangi Ayesha sambil menyisipkan rambut-rambut Ayesha. Izhar tampak lebih ceria, karena Ayesha sedang asyik di ajak bercanda. Dan Ayesha juga tampaknya dalam keadaan hati yang baik karena Izhar juga. “Ay, kamu apa enggak mau elus perut kamu? Banyak manfaatnya, loh. Salah satunya memperkuat hubungan antara ibu dan bayinya. Manfaat lainnya adalah menstimulasi perkembangan otak janinnya,” ucap Izhar, dia tak pernah melihat Ayesha punya inisiatif mengusap perutnya. Ayesha terdiam sejenak dan menatapi perutnya. Dia terdiam sejenak. Dia juga berpikir dirinya tak pernah berinteraksi dengan bayinya, menyentuhnya pun tak pernah. Pernah, saat memukulin
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status