Home / Lain / SEPEDA TUA WARISAN KAKEK / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of SEPEDA TUA WARISAN KAKEK : Chapter 71 - Chapter 80

165 Chapters

BAB 71 MAAF DI BIBIR

"Suci!" teriak ibu. Aku menghembuskan napas kasar, antara marah dan jengkel. Semua itu keluar dari otak yang sudah penuh. Seolah ingin mengeluarkan uneg-uneg yang selama ini terpendam, tapi ibu malah membentak.Melampiaskan sesuatu yang sekian lama terpendam hampir saja terkabul. Mas Yanuar yang berada di sisiku hanya tersenyum simpul melihat apa yang terjadi."Nggak boleh begitu, nak! Ingat kamu lagi hamil, berkatalah yang baik-baik. Ibu nggak mau di bilang nanti tidak bisa mendidik anak jika kamu berpikiran buruk terhadap mereka." Ibu membulatkan mata kala berbicara denganku, tapi bukannya sakit hati aku justru memeluknya erat."Aku masih sakit hati, Bu. Perlakukan mereka sejak diri ini kecil hingga akan mempunyai anak masih saja sama. Nggak ada bedanya, bukannya dikurangi malah semakin parah." "Biarkan saja, nggak perlu lagi kita balas atau membicarakan buruk mereka. Tuhan itu terlalu baik sama kita, memberikan kita semua panjang umur dan kesehatan, sudah jangan beri lagi tubuhmu
last updateLast Updated : 2023-04-27
Read more

BAB 72 PETUAH

Sebenarnya malu karena itu sebuah aib, tapi saat aku selalu bersedih di depan mereka. Mas Yanuar justru bercerita panjang lebar, sehingga mengundang rasa kasihan dari orang tua dan saudara-saudaranya. Banyak sekali nasehat ayah mertua yang salah satunya mengajarkan untuk selalu saja mengesampingkan kebencian. Padahal anak lelakinya selalu dijadikan bahan ghibah oleh keluarga Lek Santoso. Sampai sekecil perbuatan Mas Yanuar dianggap salah bahkan seolah menyainginya.Namun, Ayah mertua selalu mengingatkan untuk tidak membalasnya sama seperti Ayah. Tidak usah menyia-nyiakan waktu dekat hal yang nggak penting. Padahal kalau menurutku itu sangat penting bagi kesehatan. Terutama diriku."Bawa ini, makanan kesukaan kamu! Ibu dan kakak-kakak kamu yang membuatnya!" ujar Ibu dengan mengulurkan sebuah tas plastik berwarna hitam. Saat tangan ini hendak membuka, Mbak Salsa Kakak tertua Mas Yanuar mendekat sambil merangkul pundak ini."Lemper," bisiknya yang membuatku membalas memeluk tubuh sinta
last updateLast Updated : 2023-04-27
Read more

BAB 73 LEGA

"Assalamualaikum!" Aku mengucap salam dengan suara keras. Sepi, rumah ini seakan ditinggal oleh penghuninya.Aku bergegas mencari keberadaan Ayah dan Ibu yang tidak kunjung juga menjawab salamku. Membuat jantung ini semakin tak menentu saja gerakannya dan aku pun bertambah panik.Kamar ibu ku ketuk berulang kali, tapi masih saja nggak ada jawaban. Entah kemana kedua orang tuaku ini, suaranya pun tidak bisa kudengar jika memang mereka di belakang rumah."Bu!" panggilku lagi dengan lebih keras dari sebelumnya.Celingukan mencari mereka, tapi tak juga kutemukan. Belakang rumah yang biasanya mereka akan duduk berdua bersenda gurau sambil memberikan makan buat ayam, samping rumah hingga dalam kamar pun tak ada. Lelah, akhirnya aku terduduk di kursi makan dengan wajah sendu. Sedang Mas Yanuar masih terlihat sibuk memasukkan tas yang berisi pakaian. Lalu terdengar suara dari luar yang membuat diri ini seketika beranjak menemuinya.Lega, ku peluk ayah dan ibu bergantian seperti melepas kange
last updateLast Updated : 2023-04-27
Read more

BAB 74 MAS YANUAR

Mas Yanuar terlihat menganga dan tidak mau melewatkan kesempatan yang unik ini begitu saja. Dia pun seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, tapi suamiku itu selalu pintar untuk menyembunyikan rasa kebingungannya dengan baik. Berbeda dengan diriku yang masih terlalu awam dalam menepikan rasa terkejut. "Suci, apa laporan kamu sudah dicabut?" Akhirnya suara itu terdengar juga di telinga ini. Namun, ada yang aneh, dicabut? "Dia baru pulang dan aku belum mengatakan apapun. Masih banyak waktu, lagian ini juga masih lebaran." Ayah menjelaskan sesuatu yang tidak aku tahu. Kening ini pun berkerut menunggu jawaban ataupun penjelasan yang belum aku ketahui perihal kedatangan wanita yang rambutnya telah memutih ini. Pandangan matanya terlihat berbeda, kosong dan menyedihkan. Entah itu nyata atau hanya berpura-pura supaya ada rasa kasihan dari kami.Otak gila ini seketika berselancar dalam ketidakwajaran, sulit untuk mempercayai seseorang yang telah berulang kali berbuat jahat kepadaku
last updateLast Updated : 2023-04-27
Read more

BAB 75 MINTA MAAF

Hening. Suara Mas Yanuar yang menggelegar seakan menandakan kalau dia pun sedikit marah dengan perbincangan mereka yang tak kami tahu artinya. Ayah menghela napas panjang lalu mengusap lengan suamiku itu lembut. Seolah mengatakan untuk tetap bersikap baik kepada tamu tak diundang ini."Apa laporan buat Angga belum kalian cabut? Tolonglah jangan di perpanjang urusan ini, kita masih keluarga, 'kan? Kesalahan seperti itu mendadak datang saat emosi sudah naik di ubun-ubun dan itu salah," jelas Bi Salimah dengan suara sedikit rendah intonasinya.Membuat diriku seolah setengah hati mempercayai sikapnya yang begitu cepat berubah. Awalnya nampak garang bagaikan seekor ayam betina yang sedang bersama induknya dan diganggu makhluk lain. Ingin mematuk hingga terluka, tapi kini, sungguh perbedaannya jauh. Seperti langit dan bumi. Terbentang beberapa lapisan yang sangat panjang dan banyak. Mataku berkedip tak percaya, pun dengan suamiku. Senyum kecut terbit tatkala dia mulai berbicara lagi denga
last updateLast Updated : 2023-04-28
Read more

BAB 76 AKU MASIH RAGU

Aku tahu sekarang, ternyata dia takut kehilangan banyak uang untuk damai kasus ini. Padahal aku tidak pernah sedikitpun berpikir untuk meminta itu. Hanya memberikan efek jera supaya mereka tahu jika seseorang yang diam bukan berarti siap untuk dihina dan direndahkan sesuai keinginan mereka. Dari sini aku bisa menarik kesimpulan jika uang yang mereka agung-agungkan dan sombongkan selama ini ditakutkan akan habis. Buktinya ketika Bi Salimah berbicara dia selalu menyangkut perihal tersebut. Sungguh manusia aneh di dunia ini, benar-benar langka. "Pak Izam? Siapa?" tanya Ibu kebingungan."Polisi temannya Mas Santoso." Bi Salimah menjawab dengan penuh keyakinan. Dari nadanya tidak seperti seseorang yang menyesali akan perbuatannya. Namun, kembali ke semula, angkuh. Itu yang kutangkap. "Daripada uangnya kebuang sia-sia dan persaudaraan kita retak lebih baiknya di perbaiki, demi anak cucu kita, Mas, Mbak. Tidak ada salahnya jika kita memulai lagi dari awal," jelasnya seperti seorang guru
last updateLast Updated : 2023-04-28
Read more

BAB 77 DARIPADA

"Kamu yakin akan mencabut laporan itu, Mas?" Aku bertanya saat Mas Yanuar selesai mandi dan air itu menetes di seluruh tubuhnya.Suamiku terlihat sangat gagah jika bertelan jang dada seperti ini, sungguh ciptaan Tuhan yang teramat sempurna. Baik, sopan, pecinta keluarga, tapi sayang jika ngambek bisa tahan sampai berhari-hari. Ah, nggak jadi sempurna kalau begitu, banyak kekurangan."Lebih baik begitu, aku takut jika masalah ini nanti membuat kita malu sendiri. Saksi dari perangkat desa saja tidak ada yang mau menjelaskan. Lagian niat kita juga hanya ingin membuat efek jera buat dia supaya kepalanya nggak gede-gede amat." Mas Yanuar menggosok rambutnya yang basah dengan handuk kecil. Wajah ini bahkan sampai kecipratan karena tingkahnya yang memang yang disengaja itu. Aku menautkan kedua alis, bingung dengan cara berpikir dia. "Sudah, nggak usah di pikirkan lagi. Besok kita ke kantor polisi untuk mencabutnya. Biar Lek Santoso tahu bahwasanya uang yang selalu di agungkan itu nggak ber
last updateLast Updated : 2023-04-28
Read more

BAB 78 MBAH DARMA PERGI

Menoleh ke arah kami dengan disambut oleh senyum manis. Satu persatu aku melihat mereka yang tak lain adalah kerabat dari Mbah Lastri meskipun ada sebagian kecil dari saudara Mbah Darma juga. Bersalaman dengan semua, aku dan Mas Yanuar tak lepas dari ucapan salam saat tangan kami saling bersentuhan. "Sini duduk disini!" ucap Mbah Darma dengan wajah seperti kelelahan.Lelaki tua yang beruban hampir memenuhi seluruh kepala itu terbaring lemah tak berdaya di atas ranjangnya. Wajahnya yang begitu banyak lipatan kerut seakan mengajakku untuk mendekat dan memeluknya erat. Aku tergugu, kasih sayang yang seharusnya aku terima dari Mbah Lanang justru kudapatkan dari beliau. Tangan inilah yang selalu mengelus rambut ini saat sakit panas waktu kecil, memijat kaki ini jika pegal karena berlarian sepanjang hari waktu dulu. Sungguh indah kenangan bersamanya dan aku tak ingin itu berakhir. Hingga detik ini jika aku merasa kangen maka akan datang ke rumah ini yang penuh dengan kasih. Bermalam dan
last updateLast Updated : 2023-04-28
Read more

BAB 79 SEDIH

Para tetangga kanan kiri semakin banyak memasuki kediaman Mbah Darma, gotong royong dalam acara duka ini menjadi kebiasaan kami yang tinggal di desa. Semua lalu mencari sendiri pekerjaan yang bisa dikerjakan. Mendirikan tenda, menata kursi dan semua macam peralatan untuk mandi saat jenazah nanti akan disucikan.Aku menemani Mbah Lastri yang duduk termenung di samping jenazah sang suami tercinta. Tak ada air mata, pandangan mata sayu itu pun tetap tertuju pada sang belahan jiwa. Sungguh pemandangan yang memilukan bagiku. Setiap orang yang datang mengucapkan bela sungkawa, Mbah Lastri tidak pernah mengeluarkan suara sedikitpun. Hanya senyum tipis yang diterbitkan kala jabatan tangan itu melekat erat dan seolah memberikan kekuatan untuk tetap tegar."Mbah, aku mau ngaji dulu. Nggak apa di tinggal sendiri?" tanyaku yang membuat beliau menoleh sekilas lalu menjawab dengan anggukan kepala saja. Lelaki yang terbujur kaku di atas meja itu ku pandangi tanpa kedip. Wajahnya yang ditutupi den
last updateLast Updated : 2023-04-29
Read more

BAB 80 LARUT

"Ini yang ingin aku bicarakan, hati-hati Mbah nanti kalau giliran sampean untuk dijadikan kayu pesugihan!" imbuhnya lagi dengan sedikit suara yang ditinggikan intonasinya. "Ngawur, dalam keadaan berduka begini kamu malah berpikir macam-macam. Kamu waras?" tukas Mbah Lastri dengan mata memandang tajam.Semua mata tertuju ke arah beliau, berbisik-bisik para saudara dan tetangga yang masih duduk di ruang tengah dengan berselonjor di lantai. Tak ada yang menggubris perkataan Bi Salimah, mereka justru menggeleng pelan kepalanya. Memang tidak bisa mencari waktu yang tepat, kesedihan yang baru saja dialami Mbah Lastri harus ditaburi sebuah drama yang di ciptakan oleh wanita aneh seperti Bi Salimah. Aku masih setia memandangnya dengan tanpa kedip, bahkan seakan diri ini enggan sekali memutar bola mata untuk berpaling. Bi Salimah mencebik dan berlalu meninggalkan kami yang malas untuk menanggapi ghibahannya. Dia mendekati sang anak perempuan yang masih duduk dengan tangan sibuk memegang pon
last updateLast Updated : 2023-04-29
Read more
PREV
1
...
678910
...
17
DMCA.com Protection Status