Home / Lain / SEPEDA TUA WARISAN KAKEK / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of SEPEDA TUA WARISAN KAKEK : Chapter 51 - Chapter 60

165 Chapters

BAB 51 AYAH

Pagi-pagi sekali Ayah sudah berkemas diri untuk memenuhi panggilan pihak berwajib. Pekerjaan rumah yang setiap harinya menjadi kebiasaan beliau, saat ini sudah selesai lebih awal. "Nanti biar saya yang mengantar Ayah," ujar Mas Yanuar saat melihat Ayah sedang duduk di depan televisi menikmati kopi hitamnya yang masih mengepulkan asap dan meliuk-liuk ke atas."Kamu nggak sibuk? Nanti malah mengganggu kerja kamu, biarlah Ayah pergi sendiri," tolak Ayah."Tidak, biar saya yang mengantar dan jangan menolak, ya! Dan, Ayah nggak perlu takut menjawab, bukannya ingin menggurui. Hanya saja, tolong jangan kasih ruang bagi Angga!" pinta Mas Yanuar yang hanya dijawab anggukan kepala oleh suamiku itu. Aku yang mendengar pembicaraan kecil antara menantu dan mertua itu hanya diam mematung. Ibu berjalan mendekat lalu duduk disamping suami tercintanya tersebut. Mengelus punggung yang sejak tadi terlihat naik turun. "Sudah, Ayah nurut saja sama yang muda, mereka jauh lebih mengerti daripada kita yan
last updateLast Updated : 2023-04-13
Read more

BAB 52 LANJUTAN

Kemudian berjalan mendekatiku yang masih berdiri di dekat pintu lalu mengusap pucuk kepala ini lembut. "Lain kali makanlah terlebih dulu, jangan menunggu jika memang tidak tahu kapan pulangnya." Hening, kami menikmati makanan ini dengan penuh berkah. Mas Yanuar sampai nambah makanannya dua kali, terlihat dia begitu sangat lapar kali ini.Seusai makan siang aku dan Ibu membersihkan piring yang kotor bersama, sedang Ayah dan Mas Yanuar sudah duduk manis di kursi sofa. Masih sama, tidak ada suara yang terdengar di rumah ini semenjak kepulangan mereka. "Bagaimana tadi di sana, Yah? Ibu was-was menanti kepulangan kalian berdua, takut kalau ada sesuatu yang terjadi di luar dugaan," ucap Ibu memecah keheningan diantara kami. Ayah menghela napasnya panjang, pandangan matanya tertuju ke depan, lepas. Seperti ada sesuatu yang menjadi beban dalam dirinya."Pihak berwajib meminta Ayah untuk memaafkan kejadian tersebut dan malah menyarankannya Ayah untuk datang ke rumah mereka. Otomatis Ayah be
last updateLast Updated : 2023-04-14
Read more

BAB 53 ENTAHLAH

Saat bertemu denganku pun dia selalu memalingkan muka, entah muak atau malu, aku nggak peduli. Aku dan keluarga menjadi seperti ini juga dari sikap mereka yang lebih dulu mengajari. Apa yang mereka lakukan itulah yang akan aku perbuat untuk mereka juga."Berarti masih lama dia akan di penjara?" tanya Ibu yang membuat mata ini membulat sempurna."Kalau penjelasan teman saya, ya, masih lama, Bu. Ada tahapan demi tahapan yang harus dilakukan. Kita ikut saja sama Polisi, mereka jauh lebih tahu dan mengerti," jawab Mas Yanuar lembut. "Apakah harus dipenjara?" Kini Ayah yang bertanya. Jujur aku semakin bingung dibuatnya, akankah harus seperti ini? Keluarga dan perselisihan yang terjadi berakhir dengan permusuhan dan tidak saling sapa selamanya."Apakah kita akan mendapatkan uang banyak?" Pertanyaan Ibu membuat diri ini bergeming lalu kembali tersadar dan melihat manik hitam milik suamiku."Siapa yang bilang, Bu?" Mas Yanuar terlihat memperbaiki posisi duduknya."Yanuar, Ibu ini sering bel
last updateLast Updated : 2023-04-14
Read more

BAB 54 MBAH DARMA

Suara seseorang menginjak ranting yang jatuh di halaman rumah membuat aku segera bangkit dari duduk. Mbah Darma datang beserta istrinya, kuhampiri mereka lalu mencium punggung tangannya takzim bergantian. Senyum merekah kuterima saat kami saling berpelukan. Pasangan suami istri terlihat begitu teduh dan nyaman ketika melihatnya, sejak aku kecil pun mereka selalu menyayangi diri ini tanpa kuminta. Padahal jauh dalam hatiku aku berharap yang mencintai anak dari Ayah adalah Mbah Lanang. Orang tua kandung Ayah sendiri."Bapakmu ada?" tanya Mbah Darma dengan langkah kaki menuju rumah. "Nonton televisi, Mbah, mari!" jawabku dengan menggandeng tangan Mbah Lastri yang membawa bingkisan. "Ini buat kamu, wanita hamil harus banyak makan buah. Nanti kalau sudah lahir, Mbah Lastri akan sering kesini, kamu nggak merasa terganggu, 'kan?" tanyanya hati-hati. "Dengan senang hati, tinggal disini juga nggak apa, Mbah," jawab mas Surya yang membuat kami sedikit kaget karena tiba-tiba berdiri di amban
last updateLast Updated : 2023-04-15
Read more

BAB 55 RAGU

Pertanyaan yang tidak pernah sekalipun terlintas di pikiran kami semua yang ada disini. Sehingga baik Ibu maupun aku enggan berkedip disaat Ayah melontarkan kata-kata itu. "Dari kecil aku selalu saja mengalah demi kedua adikku, tapi selalu saja masih ada kesalahan yang tidak pernah aku tahu. Bahkan, yang katanya adalah warisan, aku pun mendapat bagian yang tidak sewajarnya. Mereka seolah-olah menjadi anak yang baik bagi Bapak dan Ibu, tapi merawat mereka saja terkadang harus dengan omelan dulu." Hening, Ayah sepertinya mengeluarkan uneg-uneg dalam hati. Raut wajahnya berubah sendu, ada luka baru yang mulai terbuka lebar hingga ada setetes butiran bening yang meluncur cepat dari ujung mata hitam itu. Ayah sesenggukan, ini kali kedua aku melihat lelakiku tercinta menangis."Aku selalu bekerja siang malam demi mencukupi kebutuhan mereka kala itu, dimana Bapak dan Ibu tengah berduka karena anak bungsunya telah tiada. Aku yang berusaha mati-matian demi mengisi perut kosong supaya selalu
last updateLast Updated : 2023-04-15
Read more

BAB 56 ADU MULUT

Kami semua membisu, tak ada suara sedikitpun yang keluar. Hanya deru napas memburu yang seakan menjadi irama dalam keheningan ini. Sisa isakan Ibu yang seperti tersimpan rapi itu pun seakan musnah seiring dengan suara yang memekakkan telinga. Mbah Lanang aku menyebutnya itu terlihat bukan seperti dirinya sendiri. Ada sebuah kemarahan yang besar dan ingin dikeluarkan olehnya tanpa mau di tutupi. Jelas aku takut bukan kepalang, karena ini kali pertama melihat wajah yang jauh lebih galak dari biasanya."Aku suka jika kamu mulai bersuara, ayolah ungkapkan semua apa yang akan kamu katakan! Jangan bersembunyi di balik sesuatu!" Mbah Darma mencoba memancing kemarahan lagi.Mata Mbah Lanang semakin terlihat sangat bengis. Bagaikan musuh bebuyutan yang lama tidak bertemu, Mbah Lanang berkacak pinggang dengan mulut terkatup. Bukan, bukan terkatup, tapi seperti seseorang yang hendak menyemburkan cairan bisa ke lawannya. Sungguh pemandangan yang mengerikan, dada yang baik-baik saja pun seketika
last updateLast Updated : 2023-04-17
Read more

BAB 57 MARAHNYA

Brakk. Mbah Lanang menggebrak pintu, sontak aku kaget karena suara yang terdengar sakit di telinga. Mata itu merah dengan napas memburu serta tangan mengepal. Dalam hitungan detik, Mbah Lanang sudah berada di depan Mbah Darma yang duduk di sofa. Tangan yang keriput itu diangkat ke atas dengan jari telunjuk ke arah lelaki tua yang tak lain adalah Kakak dari Mbah Lanang."Jangan pernah menggurui diriku Darma! Kamu yang seharusnya menjaga batasan untuk tidak ikut campur urusan ini," murka Mbah Lanang."Berkacalah! Lihat dirimu di cermin maka kamu akan melihat kelakuan putri tercinta berkelakuan yang tidak beda jauh dengan Bapaknya, persis!" Mbah Darma menjawab dengan santai dan tenang. Disulutnya tembakau yang sudah digulung tipis itu dan menyalakan korek api berwarna hitam bergambar burung rajawali. Asap yang melambung tinggi seakan mengajak amarah untuk selalu membara dan membakar jiwa raga. Bagaikan sebuah pertarungan sengit yang terjadi, mereka berdua saling mengadu kekuatan diru
last updateLast Updated : 2023-04-17
Read more

BAB 58 AKU SAKIT HATI

"Bayangkan saja seandainya Mbah Lanang mempunyai anak yang seperti Mas Agus almarhum, tidak sehat dan tidak bisa seperti anak-anak pada umumnya dihina dengan kata-kata buruk sambil berjoget dan menepuk pan tat, apa yang akan Mbah lakukan? Diam? Aku rasa itu tidak mungkin." Mata tua itu menatap tajam ke arahku yang masih enggan menundukkan pandangan. Justru aku semakin berani melihat wajah yang semakin bengis tersebut. "Tidak ada orang tua yang menginginkannya anaknya sakit selamanya, Mbah. Dari kecil aku sudah melihat ketidakadilan di keluarga ini, hingga aku dewasa pun sikap itu tidak pernah berubah. Tidak sedikitpun." "Bi Salimah membuat berita karena aku yang belum menikah dengan sebutan perawan tua. Semua orang yang melihatku memandang sinis dan mengejek, sakit nggak, Mbah?" Kini aku tak bisa lagi membendung air mata ini, berjatuhan tanpa permisi membasahi pipi. Deras, bagaikan air terjun yang mengalir ke sungai. Kedua bahu ini pun terguncang dahsyat, segala gundah gulana, ses
last updateLast Updated : 2023-04-17
Read more

BAB 59 SESUATU

Seminggu berlalu, suasana masih saja sama seperti sebelumnya. Keluarga kami saling berbahagia, apalagi kedatangan Mbah Lastri yang setiap sore seakan membuat kehidupan ini semakin bertambah berwarna.Dalam usia senjanya wanita sepuh itu terlihat cerah wajahnya kala duduk bersama aku dan Ibu di teras depan rumah menikmati hari yang begitu indah. Semilirnya angin juga saat berpulangnya para hewan ke tempatnya masing-masing. Burung-burung yang kembali ke sarangnya kala semburat khas pergantian hari sore menjelang senja terasa begitu sempurna.Lalu lalang para remaja yang baru pulang dari lapangan bola pun membuat jalan di depan rumah semakin terlihat padat. Diiringi siulan dari mereka seakan menambah kesan hari ini begitu istimewa. "Suami kamu belum pulang juga? Ini sudah terlalu larut untuk seorang suami yang istrinya hamil," tanya Mbah Lastri kala aku sedang menyantap singkong goreng buatan Ibu. "Belum, Mbah. Mungkin sedang ramai, maklum lagi panen." Kembali aku menikmati lezatnya ma
last updateLast Updated : 2023-04-17
Read more

BAB 60 TAHU

Senyum manis terukir kala aku pun ikut mendengarkan dengan seksama. Tangan yang mulai keriput itu memegang dagu ini sembari tersenyum."Sudah, jangan dibahas lagi. Yang paling penting kalian bahagia dan sehat, karena itu harta yang paling berharga. Bukan begitu, Suci?"Aku memeluk Mbah Lastri lagi, terasa hangat meskipun kami tidak ada hubungan darah keluarga. Rasa sayang ini begitu besar bukan hanya karena akan mendapatkan warisan darinya. Namun, cinta kasihnya yang sangat aku rindukan nanti kelak jika mereka telah meninggalkan dunia fana ini.Mbah Lastri berpamitan kala jam dinding mulai berdentang ke angka lima, tubuhnya yang masih kuat itu mengendarai sepeda tua yang sudah berkarat dan menimbulkan bunyi khasnya. Rumah kami beda RW, untuk jaraknya tidak terlalu jauh. Meskipun aku sudah merayu untuk menjemput atau mengantarkan pulang. Namun, dengan kukuh beliau menolaknya."Sekalian olahraga biar tubuh ini semakin sehat." Begitu jawabannya saat aku membujuk supaya tidak terlalu bany
last updateLast Updated : 2023-04-17
Read more
PREV
1
...
45678
...
17
DMCA.com Protection Status