Home / Lain / SEPEDA TUA WARISAN KAKEK / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of SEPEDA TUA WARISAN KAKEK : Chapter 61 - Chapter 70

165 Chapters

BAB 61 SESUATU

Pagi-pagi sekali aku menyapu halaman rumah, dari selokan yang banyak sekali daun berguguran hingga plastik yang banyak berterbangan sampai di bawah pohon besar yang berdiri kokoh di depan rumah.Mata ini membulat kala melihat ada beras kuning berceceran di bagian luar pagar rumah dengan koin pecahan lima ratusan. Telapak tangan terasa dingin dengan jantung berdisko ria saat aku mendapati uang logam itu dan segera kusimpan. Masih dengan banyaknya pertanyaan yang mengantri di otak ini.Apa maksud dari semua yang aku lihat? Ah, entahlah, jiwa burukku seakan mendominasi bahwasanya ini adalah hal di luar nalar yang dilakukan seseorang untuk keluargaku. Lalu siapa yang berbuat seperti ini?Spontan aku menatap rumah di seberang sana yang masih tertutup pintunya padahal hari ramai karena banyaknya lalu lalang para pejalan kaki yang menikmati hari libur di pagi yang kicauan burung begitu sangat merdu.Mereka bernyanyi riang gembira dan hinggap dari satu dahan pohon ke pohon lainnya. Sungguh su
last updateLast Updated : 2023-04-18
Read more

BAB 62 AKU TAKUT

"Aku percaya kalau itu adalah kiriman, Mas," ucapku kala duduk santai di belakang rumah. Melihat pemandangan ayam yang saling berebutan saat aku memberikannya makan. Nasi yang sudah kering menjadi makanan utama bagi hewan peliharaan kami tersebut. "Nggak usah terlalu dipikirkan, nggak penting!" balas Mas Yanuar santai. "Aku takut, meskipun rasa itu sudah aku tepiskan, tapi …." Kami sejenak terdiam kala suara ponsel Mas Yanuar berdering. Seseorang telah menghubunginya. "Lek Santoso sudah di panggil, sebentar lagi akan ada surat pemberitahuan buat kita," ujar Mas Yanuar saat tahu aku ingin tahu apa yang telah dibicarakan oleh dia dan sang penelepon.Ku pijat kepala yang terasa sakit sebelah ini, nyerinya sangat menyiksa ragaku. Masalah yang dulu belum juga usai, aku berharap akan segera berlalu dan hidup dalam ketenangan. Namun, apakah aku bisa? Sedangkan lawan kami adalah saudara sendiri dan rumahnya di depan kediaman kami. "Apa Lek Santoso yang menaburkan beras kuning juga koin
last updateLast Updated : 2023-04-18
Read more

BAB 63 KOMUNITAS

"Mas, aku takut sekali jika akan ada sesuatu yang terjadi di keluarga kita," ucapku dengan bibir bergetar. Tangan lelaki yang menjadi imamku itu mengelus pelan perut yang semakin membuncit ini. Diciumnya penuh cinta lalu mengucapkan sholawat, sangat tenang dan adem. Mulut yang ingin membuka seketika terkatup kala mendengar alunan yang menyejukkan hati tersebut."Jangan pernah berpikir aneh-aneh selama hamil, nggak baik! Lebih baik kamu selalu beristigfar dan banyak-banyak mengaji. Bukankah itu jauh lebih baik daripada berprasangka terhadap orang lain?" Aku mendesah kala mendengar jawaban dari Mas Yanuar yang tidak searah denganku. Tak kusangka jika suamiku tidak merespon apapun yang aku katakan, padahal itu nyata dan yakin pasti akan ada hal yang tidak pernah kami duga. Raga ini masih terasa lemah, Ibu yang datang ke kamar lalu memberikan segelas teh hangat untukku. Asapnya masih mengepul, meliuk-liuk di udara dan hilang saat angin menyapanya. Kemudian tangan lincah Ibu memijat tel
last updateLast Updated : 2023-04-19
Read more

BAB 64 TIDAK SUKA

"Maaf, gaes, lama nunggu. Tadi antri banget, ini silahkan di nikmati. Eh, ada tamu jauh juga?" Alhamdulillah, akhirnya yang aku tunggu-tunggu datang juga. Rasanya lega sekali mendengar suara suamiku itu pulang. Rencananya aku ingin mengadu, tapi lagi-lagi ibu menggeleng pelan sembari tersenyum melihatku yang akan melangkah keluar. Ya, sudahlah, kali ini aku menurut meski sedikit terpaksa."Eh, Yan, kata Bapak ini kamu pekerjaannya hanya ongkang-ongkang kaki saja di rumah mertua dan menunggu warisan, enak, ya, kamu?" ujar salah satu rekan mas Yanuar yang membuat darahku ini semakin mendesir. Ini tak bisa dibiarkan, aku nggak mau semua orang menilai suamiku buruk di matanya. Amarah yang sejak tadi kusimpan rapi ini seketika ingin mencuat dan meledak, memporak-porandakan segala yang ada didekatnya.Namun, aku ragu untuk melangkah sebab jawaban dari suamiku itu justru membuat mataku menyipit."Ya, jelas. Namanya juga menantu paling ganteng sendiri, Ayah mertuaku melarang aku kerja berat
last updateLast Updated : 2023-04-19
Read more

BAB 65 HEALING

Siang yang penuh dengan peluh, matahari bersinar dengan terangnya. Pakaian yang dijemur belum ada satu jam pun sudah kering. Sehingga aku bisa melipatnya segera, karena rasa malas kadang hadir dikala diri ini sudah duduk manis di depan televisi. Seusai keputusan untuk berhenti bekerja seperti permintaan Mas Yanuar kala itu, diri ini semakin sering berada di depan benda elektronik datar tersebut. Meski tidak mengerti akan menonton apa, tapi kebiasaan untuk duduk di depan televisi sangat nyaman. Berusaha menggerakkan tubuh ini supaya nanti kalau lahiran bisa lancar dan normal, tidak hanya rebahan serta bermanja-manja ria. Sekali aku duduk diam, jika Mbah Lastri melihat maka beliau akan ceramah panjang lebar. Begitulah orang tua, akan selalu menganggap aku ini sebagai anak kecil yang selalu butuh nasehat. Meskipun kenyataannya memang aku sangat membutuhkannya, karena cinta mereka begitu besar sehingga apapun yang dikatakan aku selalu menurutinya."Surat pemberitahuan tentang jalannya
last updateLast Updated : 2023-04-20
Read more

BAB 66 BAHAGIA

Kami mengantri untuk mendapatkan jajanan itu, hingga mata ini tertuju pada seseorang yang tengah duduk di atas motor dengan pandangan ke bawah karena sedang bermain ponsel. Julia, wanita itu sendirian disana, aku menjadi kepo dengan celingukan kekanan dan ke kiri untuk mencari keberadaan suaminya. Namun, sayang aku tidak juga menemukan lelaki yang katanya anak orang kaya itu."Hei, mau beli berapa?" tanya Mas Yanuar membuat jantung ini berdebar."Ini." Aku menyodorkan uang lembaran dua puluh ribuan. Kembali mata ini mencari Julia, tapi sayangnya dia tidak ada lagi ditempat. Entah kemana perginya wanita itu, apa mungkin dia melihatku yang sedang mengantri disini? "Mencari siapa?" Lagi Mas Yanuar mengagetkan dengan pertanyaan yang ditujukan padaku. "Julia," jawabku setengah berbisik."Naik, nanti aku ceritakan sambil berjalan!" perintahnya dengan menyalakan kendaraan roda dua yang kami tunggangi.Motor kami membelah jalanan yang bertambah padat ini karena banyaknya pengendara lalu l
last updateLast Updated : 2023-04-20
Read more

BAB 67 MBAH LASTRI

Puasa sebentar lagi datang, suasananya begitu sangat kurindukan. Terasa sejuk dan nyaman. Sujud syukur selalu kami ucapkan karena masih bisa menikmati bulan penuh berkah dan ampunan ini. Berbagai macam banner dipasang di jalan dengan kalimat selamat datang bulan suci ramadhan.Menyambut hari kemenangan yang akan datang sebulan lagi. Aku dan ibu pun sama seperti orang-orang pada umumnya, mempersiapkan segalanya berdua. Berharap aku bisa ikut berpuasa meskipun sedang hamil tua. Ini kali pertama aku berpuasa bersama suami dan calon anak. Tanpa Mas Agus, meskipun sedekah ibu menangis teringat akan anak lelakinya tersebut. Namun, tetap berusaha tersenyum kala aku mencoba mendekat. Memeluk, merangkulnya dalam cinta kasih. "Alhamdulillah, masih diberikan umur panjang dan bisa berpuasa lagi. Oh, iya, nanti kalau puasa biar ibu yang memasak. Kamu nggak usah bantuin juga nggak apa," ujar Ibu saat kami sedang memetik daun singkong untuk sahur besok paginya. "Aku mau ikut membangun ibu, supaya
last updateLast Updated : 2023-04-20
Read more

BAB 68 PUASA

Menikmati hari puasa bersama keluarga mendapatkan kebahagiaan tersendiri. Setiap pagi dan sore aku membantu ibu di dapur untuk menyiapkan makanan. Menjelang lebaran jalannya semakin ramai, banyak pengendara dari luar kota yang berlalu-lalang. Bahkan sanak saudara yang dari jauh pun ikut meramaikan hari raya nanti. Kini rumah-rumah yang anggota keluarganya ada di luar kota menjadi satu dengan lainnya di tempat ini. Sungguh pemandangan yang sangat dinantikan para orang tua yang hanya menunggu kerabatnya menjenguk meski setiap setahun sekali saja. Begitupun Lek Kandar, adik bungsu dari ayah itu datang dan menginap di rumah Bi Salimah. Baru sehari mereka ada disana, mungkin badannya terlalu lelah untuk berkunjung ke rumah Ayah. Tak apa, kami sangat maklum dan tidak mau memaksanya untuk segera datang. Lebaran tinggal satu hari, tak terasa hampir sebulan penuh kami melaksanakan ibadah puasa. Dalam keadaan seperti ini baik Lek Santoso maupun anak istrinya tak terlihat datang untuk sekedar
last updateLast Updated : 2023-04-20
Read more

BAB 69 MALAM TAKBIR

Suara takbir berkumandang di semua musholla dan masjid. Ramai para pemuda serta anak-anak yang saling berkumpul untuk ikut keliling. Berbagai macam kerajinan yang dibuat telah dibawa menuju masjid desa. Kami duduk di teras depan dengan melihat orang-orang yang lewat di jalan raya. Mereka seolah ikut dalam menyambut hari kemenangan ini dengan penuh suka cita. Beragam kembang api pun menghiasi langit yang cerah di malam bertaburan bintang. Ibu sibuk di dapur, meskipun aku sudah mengajaknya untuk keluar melihat berbagai keindahan malam ini. Aku mencoba mengajaknya lagi, tapi diri ini terpaku kala melihat wanita tercinta itu sedang mengusap air matanya dengan ujung jilbab yang dipakai. "Ibu." Ku panggil beliau dengan lembut, tapi ibu malah terhenyak kaget mendengar suaraku. "Ibu nggak apa-apa," ucapnya berbohong. "Mana ada orang nggak apa, tapi nangis, Ibu ingat Mas Agus?" tanyaku lagi.Beliau mengangguk lemah, ini memang lebaran pertama sejak kepergian kakak lelakiku itu. Rasa rindu
last updateLast Updated : 2023-04-26
Read more

BAB 70 LEBARAN

Pagi cerah, warga sekitar berduyun-duyun mendatangi masjid untuk menunaikan ibadah sholat idul Fitri. Semua bersukacita, jalanan terasa penuh dengan lautan manusia. Tak terkecuali kami pun ikut pergi ke rumah Tuhan itu. Meski matahari sudah mulai menghangatkan tubuh kala kami semua berdiri berjamaah di halaman masjid bagi yang tidak kebagian tempat di dalam. Namun, rasanya tidak terasa karena saking bahagianya menuju kemenangan setelah sebulan penuh menahan lapar, haus serta nafsu yang masih saja mengusik ketenangan jiwa.Sepulangnya dari masjid kami semua saling memaafkan satu sama lain. Tak terasa air mata kami pun hadir lagi di tengah-tengah kebahagiaan ini, kehilangan akan salah satu anggotanya keluarga membuat kami berduka di suasana istimewa."Kita ke peristirahatan terakhir Agus dulu. Kamu di rumah saja sebentar, ya," ujar Ayah yang aku jawab dengan anggukan saja. Tenggorokan ini kering dengan sisa isakan yang masih saja bertahan. Mas Yanuar pun ikut bersama ayah dan ibu meng
last updateLast Updated : 2023-04-26
Read more
PREV
1
...
56789
...
17
DMCA.com Protection Status