Semua Bab Mafia Cantik Dan CEO buruk Rupa: Bab 31 - Bab 40

83 Bab

Bab 31

La Rossa memandang Gilbert dengan tatapan penuh menyelidik. Rasa tak percaya kalau Gilbert memiliki kekuatan begitu besar. Bagaimana mungkin, bukankah Gilbert selama ini tak pernah keluar dari mansionnya? Lalu mulai kapan Gilbert menyusun dan membangun kekuatannya? Pertanyaan demi pertanyaan muncul di benak La Rossa.Gilbert merasakan tatapan menyelidik dari La Rossa. Tapi, ia berpura-pura tak mengetahuinya. Gilbert kembali menawari La Rossa untuk ikut bersamanya."Ikutlah bersamaku Ros!" pinta Gilbert."Tidak! Aku tidak bisa, maafkan aku," La Rossa kembali menolak tawaran dari Gilbert."Baiklah. Aku tak akan memaksamu. Tapi, tunggulah sampai aku kembali, baru kamu menyelidiki kematian kedua orang tuamu," Gilbert mengalah dan tak memaksa La Rossa untuk ikut bersamanya."Tapi ...,""Aku mohon!""Baiklah!"Akhirnya La Rossa yang mengalah. La Rossa beranjak dari tempat duduknya meninggalkan Gilbert dan teman-temannya. Ia kembali k
Baca selengkapnya

Bab 32

"Cari tahu kebenarannya!" Gilbert memerintah dengan dingin.Sungguh ia tak pernah mengira jika Magdalena masih hidup, jelas-jelas ia melihat dengan mata kepalanya sendiri kalau jasad Magdalena di semayamkan bersanding dengan Papanya Abyakta."Baik bos!" jawab Jonathan.Tangan Gilbert terangkat ke atas, dan mereka semua yang ada di sana pun pergi satu per satu meninggalkan meja makan. Menyisakan Gilbert seorang diri. Ia menopang kepalanya menggunakan kedua tangannya, alisnya berpaut satu sama lain.Gilbert berpikir keras mengenai kematian Magdalena, ternyata ada banyak teka teki mengenai kematian orang tuanya. Abyakta Aditama seorang pengusaha nomor satu di Indonesia. Ia merupakan pemilik perusahaan Aditama Company, perusahaan terbesar Se-Asia Tenggara.Namun, sayang penyebab kematiannya sampai detik ini belum terungkap. Gilbert menyakini kematian mereka akibat ulah dari paman tiri satu-satunya, yaitu Alfredo Aditama. Gilbert menghempaskan amplop coklat itu ke atas meja hingga isinya
Baca selengkapnya

Bab 33

Gilbert tak beranjak sejengkal pun dari sisi La Rossa. Ia dengan sabar menemaninya, tiba-tiba tangan La Rossa menggapai-gapai di udara seolah sedang meminta tolong. Keringat dingin mengucur dari pelipis turun ke pipinya. Gilbert dengan penuh kasih sayang menggenggam tangan La Rossa, ia juga mengelap keringat yang ada di dahi dan pipi La Rossa lembut. "Jangan pergi! Kumohon! Jangan pergi!" igau La Rossa. "Jangan tinggalkan aku. Aku mohon!" La Rossa terus mengigau. Gilbert dengan penuh kasih sayang membisikan sebuah kalimat yang menenangkan untuk La Rossa. "Aku tidak akan meninggalkanmu. Jangan takut! Ada aku di sini yang akan melindungi dan menyayangimu," bisik Gilbert tepat di telinga La Rossa. "Jangan pergi!" semakin lama suara La Rossa semakin lirih. Lalu tubuh La Rossa menggigil hebat, Gilbert menjadi semakin khawatir melihatnya. Ia meraba keningnya, panasnya masih tinggi. "Dingin!" lirih La Rossa dengan mata yang masih terpejam. Gilbert naik ke atas ranjang, ia masuk ke da
Baca selengkapnya

Bab 34

Gilbert menarik La Rossa dalam pelukannya, ia mendekapnya erat seakan takut akan kehilangan. La Rossa pun menyambut dekapan itu dengan balik memeluk pinggang Gilbert. Wajahnya ia sembunyikan di dada bidang Gilbert, ada rona merah nyata dalam raut wajahnya.La Rossa merasa malu sekaligus bahagia, ia tersenyum tipis. Tak ada seorang pun yang pernah melihatnya tersenyum persis seperti saat ini. Manis dan cantik. Wajah kaku dan beku La Rossa kini berubah menjadi manis dan imut, siapa pun yang melihatnya akan tertipu dengan mimik wajahnya saat ini.Dunia hitam mengenal La Rossa dengan wanita dingin dan kejam, ia tak pernah berpikir untuk memberi kesempatan kedua bagi musuh atau targetnya. Ia akan menghabisi para musuhnya tanpa berkedip. Gilbert berbisik di telinga La Rossa, memohon agar La Rossa tetap berada di sisinya, "Tetaplah berada di sisiku, menemaniku hingga senja dan ajal menjemput. Jangan pergi lagi,""Aku akan pergi malam nanti, patuh dan jadilah gadisku yang penurut, hmm." sam
Baca selengkapnya

Bab 35

La Rossa akhirnya bertanya, karena ia tak bisa memendam rasa penasaran dalam hatinya, "jika Tante Magdalena masih hidup lalu kemana saja selama ini? Dan jika ia tak diketahui keberadaannya kenapa kamu tidak mencarinya? Bukankah kamu memiliki kekuasaan?" Gilbert menatap La Rossa, "kamu sudah mengetahuinya?" La Rossa tersenyum mengejek, "hanya orang bodoh yang tidak mengetahuinya, kecuali ia orang dungu." Gilbert mencubit pipi La Rossa gemas, "matamu jeli dan tajam," "Bagaimana dengan pertanyaanku?" La Rossa kembali berusaha mengungkit pertanyaan yang telah ia ajukan. "Aku baru mengetahuinya beberapa jam yang lalu, Jonathan membawa kabar yang mengejutkan ini," Gilbert meraih amplop coklat yang tadi ia letakkan di atas meja nakas. Gilbert menyodorkannya pada La Rossa. Kemudian La Rossa meraihnya dan merogoh meraih isi amplop itu. Matanya membeliak saat melihat seseorang yang ada dalam foto itu, benar-benar sangat mirip dengan Tante Magdalena. "Apa ini Tante Magdalena?" "It
Baca selengkapnya

Bab 36

La Rossa sampai pada tempat tujuan, ia melihat sebuah gedung tua usang. La Rossa melipir sembari mengacungkan senjata apinya, berjaga.'Kenapa sepi?" gumam La Rossa.Ia terus melangkahkan kakinya memasuki gedung tua itu lebih jauh ke dalam. Gedung tua itu sepertinya bekas bangunan pabrik kontruksi, di sana terlihat banyak bekas alat-alat bangunan yang tak terpakai.La Rossa terus melipir, mata elangnya menangkap sesosok mayat yang terkurap dengan bergelimangan darah. Ia terus melangkahkan kakinya waspada dan awas.Semakin masuk ke dalam ternyata semakin banyak, ia membalik tubuh tak bernyawa itu. Ia tak mengenalinya, sepertinya dia dari kelompok Black Wolf.Ia terus mencari Miller dan rekan-rekannya, ia menemukan orang yang di kenalinya. La Rossa menghampirinya, berjongkok dan memeriksa nafasnya dengan menempelkan ke dua jari tangan di dekat hidungnya.La Rossa tak merasakan hembusan angin dari hidungnya, ia kemudian mendengarkan detak jangtungnya dengan mendekatkan daun telinganya ke
Baca selengkapnya

Bab 37

La Rossa membopong tubuh Miller, ia berjalan keluar dari dalam gedung tua itu. Dibelakangnya ada Gilbert yang mengikutinya.Tanpa bicara La Rossa membawa jasad Miller ke tanah lapang, ia menguburkannya di sana. Air matanya kembali menetes membasahi gundukkan tanah merah yang ada di hadapannya.La Rossa berdiri, matanya merah membara penuh dendam. Tanpa bicara ia langsung akan pergi ke markas Vangsed untuk menemui para pembunuh itu.Gilbert mengikutinya di belakang La Rossa dengan sangat tenang, ke mana pun La Rossa pergi ia dengan tenang mengikutinya. Topeng perak yang selalu menghiasinya sebagai ciri khas baginya.Tanpa menoleh ke belakang La Rossa langsung berlari keluar dari halaman gedung tua yang di sekelilingnya terpasang pagar beton.Gilbert segera menyusul La Rossa, saat ia mensejajarkan tubuhnya dengan La Rossa Gilbert langsung menarik La Rossa untuk menghadapnya."Tenangkan dirimu. Kamu tidak bisa melakukannya sendirian. Saat ini V
Baca selengkapnya

Bab 38

Gilbert membaringkan tubuhnya di sisi La Rossa, ia mendekap tubuh mungilnya erat, mencium aroma tubuhnya, menghirupnya kuat-kuat dan berusaha menyimpannya seolah ia akan kehilangan aroma tubuh itu kapanpun.La Rossa membenamkan kepalanya di dada bidang Gilbert, ia juga melakukan hal yang sama. Menghirup aroma tubuh Gilbert yang baginya begitu menenangkan."Istirahatlah, akan ada banyak pekerjaan ketika matamu terbuka nanti," Gilbert mengelus pucuk rambut La Rossa dan mencium keningnya.La Rossa memejamkna kedua kelopak matanya, ia berusaha untuk terlelap tidur namun nyatanya ia tak bisa. Bayang-bayang kematian kedua orang tuanya selalu menghantui setiap tidurnya. Kini ia juga harus menambah beban dalam hatinya dengan melihat kembali kematian orang yang ia sayangi. La Rossa, meski di luar nampak kejam dan dingin, sesungguhnya ia rapuh dan lemah.Bertahun-tahun lamanya ia hidup dalam bayang-bayang kedua orang tuanya, dengan mata kepalanya sendiri ia melihat bagaiaman orang-orang yang i
Baca selengkapnya

Bab 39

Gilbert yang Jonathan kenal dingin dan angkuh ternyata bisa bersikap lembut di hadapan La Rossa."Kamu dari mana?" tanya La Rossa manja.Jonathan kembali tersentak kaget dengan penglihatan dan pendengarannya, bagaimana bisa dua orang yang ia kenal kejam, dingin dan angkuh bisa berubah sikap menjadi manja dan lembut.Jonathan hampir pingsan di buatnya. Tingkah dua orang yang sama-sama memiliki sifat kejam dan berdarah dingin sedang saling mengutarakan cintanya."Huh, untung aku masih kuat menahan diri agar tidak jatuh pingsan, ketika melihat drama mereka berdua!" Jonathan mengelus dadanya.Gilbert membopong La Rossa kembali ke kamar, ia kembali membaringkan La Rossa di atas kasur yang empuk."Istirahatlah barang sejenak, jangan paksa tubuhmu untuk terus bekerja," nasehat Gilbert sambil menarik selimut hingga sebatas dada.La Rossa menggelengkan kepalanya, ia menolak untuk tidur. Hatinya tak tenang, kenapa justru malah di suruh tidur oleh Gilbert."Tidak! Aku tidak akan tidur, aku mau b
Baca selengkapnya

Bab 40

La Rossa memperhatikan Gilbert penuh selidik, yang La Rossa tahu laki-laki di hadapannya ini hanya orang biasa yang memiliki wajah mengerikan.Bahkan sempat berpura-pura lumpuh dan idiot guna mengelabuhi paman tirinya Alfredo. Alfredo selalu berusaha untuk membunuh Gilbert dengan berbagai cara bahkan sampai menyewa pembunuh bayaran profesional yaitu La Rossa.Dari sanalah akhirnya La Rossa dan Gilbert saling terhubung. Ternyata mereka adalah teman sekaligus kekasih masa kecil.Gilbert yang sedang di perhatikan La Rossa tersenyum simpul."Aku tahu kalau aku ganteng, jangan terpesona," kelakar Gilbert dengan narsisnya."Dih ge'er banget! Siapa juga yang terpesona," elak La Rossa."Lalu kenapa kamu memperhatikanku terus? Kalau bukan karena terpesona?""Aku tahu wajahku tidak tampan, tapi, aku yakin kamu terpesona oleh pesonaku yang lain," sambung Gilbert sambil tersenyum."Pesonamu yang mana? Bukankah kamu hanya makhluk Tuhan yang penuh dengan kekurangan?" Ejek La Rossa.Gilbert tak menj
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234569
DMCA.com Protection Status