Home / Romansa / Mafia Cantik Dan CEO buruk Rupa / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Mafia Cantik Dan CEO buruk Rupa: Chapter 21 - Chapter 30

83 Chapters

Bab 21 Bertemu Kembali

La Rossa ambruk di lantai dengan bersimpuh, kakinya sudah tak mampu menopang lagi badannya. Ia menundukan kepalanya. Sejurus kemudian ia mendongakkan kepalanya, ia berbicara dengan dirinya sendiri, "aku tak boleh menyerah, masih tersisa nafas dalam ragaku." La Rossa menopang tubuhnya dengan ke dua tangannya, ia bangkit dan terus mencoba berdiri meski harus berulang kali terjatuh. "Wah ... wah, La Rossa dengan julukan Manusia Tanpa Bayangan harus mengakhiri hidupnya hari ini dengan sangat tragis," cibir Komrad setelah ia menyeruak lingkarang anak buahnya dan masuk ke dalam lingkaran. "Kamu tentu senang bukan, melihatku seperti ini? Tapi tenang saja aku akan pergi menghadap iblis kematian tak akan sendirian, tapi akan membawamu serta," ucap La Rossa dingin dengan tatapan siap membunuh. Komrad yang mendapat tatapan seperti itu bergidik ngeri, ia yang mengenal La Rossa belum lama ini baru mengetahui bagaimana La Rossa. Sebelumnya pimpinan Vangsed adalah Arata Yazuko, ia dibunuh secar
Read more

Bab 22 Bertemu Profesor Jomblo

"Apakah itu kamu?" tanya La Rossa ketika ia melihat bahwa yang membantunya adalah pria bertopeng perak. La Rossa merasa bahwa yang datang adalah Gilbert, hatinya merasa tersentuh. Tapi kemudian banyak pria bertopeng perak yang lainnya. Mereka datang menyerbu markas Vangsed. Mereka semua memakai topeng yang sama dengan tinggi badan yang sama bahkan bentuk tubuhnya pun sama. La Rossa yang awalnya merasa bahagia karena Gilbert membantunya seketika hatinya menjadi kecewa. Bahkan yang tadinya merasa terharu pun menjadi lenyap seketika. "Ternyata bukan kamu. Lalu mereka itu siapa? Kenapa membantuku?" batin La Rossa. Mereka menerjang membabat habis seluruh anak buah Komrad, bahkan tak menyisakan satu pun, ruangan sudah tak berbentuk, hancur berantakan. Anak buah Komrad mengerang kesakitan dengan masing-masing memiliki luka yang berbeda. "Mereka tidak membunuhnya?" gumam La Rossa, bertanya pada dirinya sendiri merasa heran. Padahal mereka mampu membunuh semuanya hanya dalam satu serangan
Read more

Bab 23

Mulutnya terus ngedumel tapi tangannya terus bekerja, membersihkan seluruh luka yang hampir memenuhi seluruh tubuhnya La Rossa. Profesor Huang mengerutkan keningnya ketika melihat semua luka La Rossa, ia berpikir. "Sungguhkah ia manusia?" Luka yang La Rossa dapatkan kali ini lebih banyak daripada biasanya, seharusnya ia sudah meninggal ketika mendapatkan begitu banyak luka dengan darah yang terus mengalir merembes dari tubuhnya. Namun, apa yang terjadi? Semuanya diluar nalar manusia. Profesor Huang mengerutkan dahinya hingga berkali-kali lipat hingga menghitam, dalam hatinya ia membatin, 'apa penelitiannya berhasil?' Tapi ia kemudian ragu, sejauh ini penelitiannya bahkan selalu gagal. Jauh dari ekspektasinya. Ia tak mau menduga-duga, "aku harus memastikannya terlebih dahulu," batin Profesor Huang. "Apa kabarnya bandot tua itu?" tanya Profesor Huang pada La Rossa. "Siapa yang kamu maksudkan? Apa Jhonny?" balik tanya La Rossa. La Rossa sedikit mendesis kala lukanya mendapatkan bebe
Read more

Bab 24

Mereka saling tatap dan saling mengunci tatapannya, tak ada yang mau mengalah. Mereka semua adalah orang-orang hebat di bidangnya masing-masing, tapi sedetik kemudian mereka tertawa bersama. "Ha ... ha ... ha ...," mereka tertawa bersama, terlihat begitu bahagia. Bagaikan tak ada beban, lepas. Bebas. La Rossa menarik nafasnya berat, ia menghembuskannya dengan kasar. "hmmffpp," "Aku akan mentransfer uangnya. Lakukan apa pun yang ingin kamu lakukan, buat hidupmu bahagia dengan melakukan apa yang kamu senangi. Jangan lupa kabari Bandot Tua Jhonny setelah kamu sampai di Kalimantan dan temui dia," "Aku akan memberikan alamatnya, ingat! Jangan lupa temui sahabatmu itu," ancam La Rossa. "Iya ... iya! Cerewet," ketus Profesor Huang. "Terima kasih," ucap La Rossa sambil memeluk tubuh tua Profesor Huang. "Jangan terlalu di paksakan jika sudah tak mampu lagi, aku tak mau kehilangan lagi orang-orang yang aku sayangi," bisik La Ros
Read more

Bab 25

Gerakan pria bertopeng itu begitu cepat dan tiba-tiba, hal itu membuat La Rossa langsung terduduk di pangkuannya. Mata La Rossa membola penuh. Ia membeku dalam pangkuan pria bertopeng. Cukup lama ia untuk mengumpulkan kesadarannya. Jantung La Rossa berpacu cepat, ini kali pertamanya untuk La Rossa berinteraksi dengan seorang pria di luar dari tugasnya. La Rossa memalingkan wajahnya ketika ia menyadari bahwa dirinya tengah duduk di pangkuan pria bertopeng. Wajahnya sudah merah padam menahan rasa malu, ia mendorong dada pria bertopeng itu, namun sia-sia saja. "Dari mana kamu?!" tanya Pria Bertopeng penuh penekanan. "Bukan urusanmu!" ketus La Rossa tak kalah dingin. "Akan menjadi urusanku jika itu berkaitan denganmu!" tegas Pria Bertopeng. La Rossa terdiam, ia mencoba mencerna apa yang dikatakan oleh Pria Bertopeng itu. "Apa maksudmu?" rasa penasaran membuat Lla Rossa memilih untuk bertanya. Pria Bertopeng itu membuka topengnya, terlihat jelas sebelah wajahnya yang rusak. Matanya
Read more

Bab 26

La Rossa membeliakkan matanya tak percaya, ia benar-benar tak menyangka kalau Gilbert berani menciumnya. Lama Gilbert memagut bibir La Rossa, sementara itu jantung La Rossa berdegup kencang. Ini adalah ciuman pertamanya yang di renggut paksa oleh Gilbert tanpa seizinnya.La Rossa mendorong dada Gilbert, nafasnya tersengal-sengal. Gilbert melepaskan pagutannya. Ia menangkup wajah La Rossa dengan kedua tangannya, ia menatap mata La Rossa."Apa yang terjadi?" tanya Gilbert."Maksudmu?" La Rossa balik bertanya."Dua puluh tahun yang lalu?" sambung Gilbert, ia penasaran dengan tragedi yang menimpa La Rossa. "Entahlah, aku pun tak tahu! Yang aku ingat hanyalah tato yang ada di punggung lengan orang itu," angan La Rossa melayang mengingat kejadian dua puluh tahun yang lalu.Tiba-tiba kepala La Rossa sakit. Ia menahan rasa sakit dikepalanya dengan meremas kuat rambutnya dengan kedua tangannya. La Rossa menjenggut rambutnya, wajahnya meringis m
Read more

Bab 27

Lamunan Gilbert buyar seketika. Ketika ia mendengar sebuah jeritan, La Rossa menjerit dalam tidurnya. Ia mengalami mimpi buruk lagi. Bajunya basah kuyup oleh keringat, wajahnya pucat pasi dengan bibir yang bergetar. Tubuhnya menggigil. Gilbert bangun seketika dan langsung menghampiri La Rossa, ia membangunkan La Rossa secara perlahan. Dengan tersentak kaget dan bangun seketika La Rossa langsung terduduk. Nafasnya memburu, dengan dahi yang berkeringat padahal AC-nya menyala. La Rossa menangis tersedu, dan Gilbert memeluknya. La Rossa menangis dalam dekapan Gilbert. Sudah sejak lama ia selalu mengalami mimpi buruk itu. "Menangislah agar jauh lebih tenang, aku akan selalu ada di sisimu selamanya," janji Gilbert. La Rossa menangis dalam pelukan Gilbert, selama ini tak ada yang tahu kesedihan dan perasaannya kecuali Jhonny yang selalu ada di sampingnya. La Rossa pandai menyimpan kesedihannya. Isak tangis La Rossa terdengar begitu menyayat hati, ia terisak hingga sesenggukan. Belum per
Read more

Bab 28

Brak! Sebuah suara dentuman keras telah mengejutkan mereka berdua. Gilbert dan La Rossa saling pandang. La Rossa bersiap siaga dengan mengambil pistol dan senjata tajam dari dalam ranselnya. Gilbert segera mengenakan kembali topeng peraknya. Ada lima orang bertubuh kekar menerobos masuk ke dalam kamar hotel La Rossa, mereka adalah anak buah dari Komrad. Mereka semua membawa senjata tajam. "Di sini rupanya kamu? Wanita laknat!" "Sudah jangan basa basi kita langsung habisi saja," "Sebaiknya memang begitu," Mereka tanpa menunggu langsung menyerang La Rossa dan Gilbert. Serangan mereka begitu brutal, La Rossa menangkis setiap serangan dari mereka dengan cepat dan gesit. Senjata tajam yang mereka gunakan sesekali mengenai proferti yang ada di dalam kamar hotel. Tempat yang sempit tidak menghalangi gerakan La Rossa dan Gilbert. Perpaduan yang begitu epik antara La Rossa dan Gilbert. Mereka berkolaborasi dalam menyerang dan menangkis serangan dari anak buah Komrad. sungguh sebuah pem
Read more

Bab 29

La Rossa masuk ke dalam kamar, ia mengedarkan pandangannya menelisik isi kamar itu. Dan ternyata kamarnya bersih, bahkan tidak terlihat seperti kamar yang lama tak dihuni.“Siapa yang menempati kamar ini?” batin La Rossa.Ia lalu berkeliling sembari menyentuh setiap perabotan yang ada di dalamnya. “Tak ada debu, benar-benar bersih,” gumam La Rossa.Ia duduk di pinggiran ranjang, matanya terus berkeliling. Pandangan mata La Rossa terkunci pada sebuah foto usang berbingkai kayu berwarna hitam yang terpampang di atas nakas yang ada di samping ranjang.Ia bangkit dan berjalan mendekati nakas, mengambil foto itu dan mengamatinya dengan penuh saksama. Ia mengerutkan keningnya, wajahnya terasa familiar. Tapi, ia tak pernah melihatnya.Ia terus mengamati foto itu. Seorang wanita yang cantik dengan mata biru dan hidung mancung persis seperti milik Gilbert. “Ah! Ya Gilbert, ia mirip Gilbert,” gumam La Rossa.“Mata dan hid
Read more

Bab 30

Keesokan harinya La Rossa bangun ketika ada yang menyentuh pundaknya. Ia tersentak kaget dengan gerakan yang sangat cepat, ia menangkap tangan itu dan memelintirnya.Tinjunya melayang menghantam perutnya. BUGH! “Ah ...!” pekik dan teriaknya.“Gilbert?!” La Rossa menatap wajah Gilbert yang tengah meringis menahan sakit di perutnya.La Rossa menggaruk tengkuk kepalanya canggung, ia tak terbiasa ada orang lain di dekatnya. Bahkan Jhonny saja sangat jarang, bahkan hampir tak pernah membangunkan dengan menyentuh atau mengguncangnya.“M-maaf ...,” La Rossa dengan suara lirih meminta maaf.“Tak apa. Bagaimana tidurmu? Nyenyak?” Gilbert tersenyum manis pada La Rossa. "Jauh lebih baik," La Rossa turun dari tempat tidurnya. "Aku menunggumu untuk sarapan bersama," Gilbert lalu keluar dari kamar. La Rossa membersihkan dirinya dan berganti pakaian, setelah rapi ia keluar dari kamar menuju ke ruang makan. Semalam ia belum sempat melihat-lihat seluruh ruangan dalam rumah ini. Lebih tepatnya temp
Read more
PREV
123456
...
9
DMCA.com Protection Status