Seolah dejavu, aku kembali merasakan kesedihan yang mendalam. "Mereka orang baik, Mas. Mengapa secepat itu Allah memanggilnya?" ratapku ketika menyaksikan proses demi proses jenazah bibik dan paman, hingga sampai masuk ke liang lahat."Kamu tahu, Nyia. Tanaman itu yang diambil duluan itu yang bagus. Misalanya, kamu nanam jagung, pas mau buat dadar jagung, kamu pasti ambil yang paling bagus kan? Dari segi bentuk juga banyaknya biji." Mas Wisnu menghiburku. Sejak kedatangan jenazah, lelaki ini selalu ada di sisiku, merangkul pundakku."Mas tadi juga lihat jenazahnya kan? Tak ada luka yang berarti, tapi mengapa mereka bisa meninggal?" Aku masih bergumam, menyangkal ucapan Mas Wisnu, seolah tak percaya dengan takdir Tuhan. Aku, yang dalam keadaan tidak berduka bisa berkata, bahwa maut, jodoh dan rejeki sudah ditulis di Lauh Mahfudz. Namun, sekarang aku seolah menolak dan menyangsikan semua itu. Tuhan, maafkan aku."Kematian bisa datang kapan saja, Nyia. Bahkan, saat raga terasa sehat tanp
Last Updated : 2023-04-23 Read more