Beranda / Romansa / Remember Me, BE! / Bab 61 - Bab 70

Semua Bab Remember Me, BE!: Bab 61 - Bab 70

135 Bab

Bab 61. Lagi-lagi Tasya

Sedetik pertanyaan balasan dari Juna mengubah raut wajah Barbara, di detik berikutnya dia sudah kembali seperti biasa. Tarikan napas panjang dilakukannya, kemudian mengembuskannya dengan pelan melewati rongga hidung. Putra kecilnya sudah mulai berani memberontak, putra Arsen sekali. Senyum tipis terbit di bibirnya yang dipoles dengan lipstik berwarna peach. Ada terselip rasa bangga, di samping kesal yang mendominasi. Namun, dia tak menunjukkannya di depan dua orang pria yang disayanginya. Dia tak ingin memancing keributan di antara mereka. Dia akan mengajak Juna berlibur berdua setelah pertemuan ini berakhir, dan berbicara pribadi dengannya. Dia berharap putranya tak memiliki sedikit kelembutan dari mendiang Maharani Dirgantara di dalam dirinya."I think, everything is under control. I wash right, am I?" Barbara menatap putra semata wayangnya dengan tatapan penuh makna. Dia yakin, Juna pasti mengerti arti tatapannya. Juna mengembuskan napas panjang melalui mulut. "Thank you, Mom." H
Baca selengkapnya

Bab 62. Cinta Pertama Diva

Unit apartemen Nora berada di lantai sepuluh, memerlukan waktu beberapa menit dari tempat parkir untuk menuju ke sana. Apalagi berjalan dengan gerakan lambat seperti yang dilakukan Echa, dua kali lipat waktu yang diperlukan untuk tiba. Namun, semuanya terbayar dengan rasa sejuk ruangan dengan penyejuk udara dan pemandangan yang indah yang dapat dilihat dari balkon. Tidak sia-sia dia menghabiskan waktu beberapa menit meladeni wanita centil dengan dandanan menornya, dan juga Echa. Sepanjang jalan menuju unit Nora, Echa terus saja berbicara. Seandainya saja indra pendengarannya memiliki mulut untuk berteriak, pasti ia akan melakukannya karena terlalu bosan mendengar celotehan Echa. "Padahal tadi gue mau ke rumah lo, lho, Va," kata Nora sambil meletakkan sebotol besar minuman dingin bersoda, dan dua kotak pizza pesanan Echa. Sahabatnya yang satu itu selalu ingat makanan favorit mereka jika berkumpul. "Nggak taunya lo udah ke sini duluan." Tawa kecil mengalun dari mulutnya. Diva yang s
Baca selengkapnya

Bab 63. Best Friends Forever

Diva berusaha menggali ingatannya yang terkubur, dia menekan-nekan kepalanya dengan kedua tangan berharap mengingat semua yang dikatakan Nora. Namun, tak satu pun ada yang diingatnya. Justru bayangan wajah Arsyi dan kedua sahabatnya yang kembali muncul. Bayangan saat mereka berada di ketinggian, tempat yang diyakininya sebagai atap gedung sekolah. Bayangan itu seperti yang dilihatnya saat berada di rumah Arsyi beberapa hari yang lalu, dan membuatnya semakin yakin jika.ada sesuatu antara dirinya, kedua orang sahabatnya, dan pria itu. Sesuatu yang sepertinya yang mereka sembunyikan dari Juna karena dalam dua kali penampakan dia tidak melihat bayangan pria itu. Diva mengembuskan napas panjang sebelum membuka matanya. Dia sangat ingin tahu apa yang terjadi kala itu, tapi bila dia bertanya tak ada satu pun dari mereka yang menjawabnya. Sangat sangat menyebalkan. Sepertinya tak hanya dirinya yang menyimpan rahasia dari Juna, tapi juga pria iitu. Dia yakin teman-temannya tak memberi tahu k
Baca selengkapnya

Bab 64. Barbara Dirgantara

Sejuknya suasana pegunungan Uitliberg tidak membuat Juna betah. Ia justru ingin cepat-cepat kembali ke hotel dan melanjutkan tidurnya yang terasa sangat kurang. Tadi malam tidurnya tak nyenyak, ia kurang berisitirahat. Seandainya saja bukan Mommy yang mengajaknya makan siang berdua di salah satu restoran yang berada di kaki gunung ini, tak mungkin ia sekarang berada di sini. Ibunya terlalu tahu kelemahannya sehingga membuatnya tak dapat menolak ajakannya, meski mereka sedang tak akur sekalipun. Seharusnya sekarang ia sudah berada di atas tempat tidurnya yang empuk dan hangat, kemudian menghubungi Diva sebelum kembali meneruskan tidurnya. Bukannya menemani Sang Ibu makan siang di restoran ini. Pertemuan dengan para pebisnis penting dunia sudah selesai beberapa menit sebelum jam makan siang. Mommy yang juga menghadiri pertemuan sebagai dirinya sendiri, bukan sebagai pendamping Daddy, langsung berdiri dan menghampirinya. Dengan alasan ingin membicarakan hal yang penting, ibunya tercin
Baca selengkapnya

Bab 65. Tetap Bayi Mommy

Juna tahu, apa yang dilakukan ibunya semata-mata untuknya. Namun, tak seharusnya Mommy menyalahkan Diva. Wanitanya juga sama menderita sepertinya. Jika tidur selama satu tahun kemudian bangun dengan ingatan yang sama sekali kosong adalah hal yang baik, mungkin Diva tidak akan tersiksa. Mereka berdua sama menderita, sama-sama sakit. Jika Mommy menyalahkan Diva, itu sangat tidak adil bagi wanitanya. "Mom, it's not her fault." Juna menggelengkan kepala beberapa kali. "We were both hurt me and her. She was in the same pain as me. Please understand me, I love her more than my own life. She's the only one woman who can make me happy."Barbara mendengkus kasar, tetapi di dalam hati membenarkan perkataan putranya. Semua memang bukan salah perempuan itu, dan dia tidak menyalahkannya. Dia menyalahkan keluarganya yang tidak memberi tahu mereka, malah menyembunyikan kebenaran. Apa maksud mereka? Sepertinya dia perlu berbicara dengan Ronny Wijaya mengenai masalah ini. Tidak perlu Arsen turun ta
Baca selengkapnya

Ban 66. Kata Terlarang

Di mana pun berada, kamar tidur selalu menjadi tempat terbaik dan terfavorit seseorang. Begitu juga dengan Juna, rasanya sangat melegakan saat kembali ke kamar tidurnya. Semua beban hidup terasa lenyap kala punggungnya menyentuh enpuknya kasar. Mata karamel itu terpejam sejenak, tangannya meraba saku dalam jasnya, meraih ponsel yang tersimpan di sana. Seharian ini ia tidak menyentuh alat komunikasinya, juga tidak mengaktifkan suara, ia biarkan ponselnya dalam keadaan mode diam dan tanpa getar. Ia tahu Diva pasti menghubunginya, meskipun sangat merindukannya, tetapi ia masih belum siap untuk berbicara dengannya. Apalagi tadi malam sampai seharian ini kondisi emosinya masih belum stabil, ia tak ingin tiba-tiba marah dan membentak wanitanya. Sore ini ia sudah merasa lebih baik, dan akan berkomunikasi tanpa tekanan emosi. Ada banyak sekali pesan dan panggilan tak terjawab dari wanitanya. Juna meringis, rasa bersalah makin menjadi saat mendengar suara Diva melalui pesan yang dikirimnya.
Baca selengkapnya

Bab 67. Cium Aja!

Diva kembali terlihat mengangguk dengan cepat. Dia mengusap air matanya menggunakan ujung jari-jarinya tangan kirinya, tangan kanannya masih memegangi ponsel. Dari gerakan tubuhnya dan latar belakang yang terlihat Juna tahu jika Diva sedang tengkurap di atas tempat tidurnya. "I'm sorry, too, Juna. Aku ngerti, kok, kalo kamu sibuk, tapi harus tetap kasih aku kabar, ya? Jangan kayak tadi siang."Juna juga menganggukkan kepala, senyum manis menghiasi bibir sexy-nya. "Kan, aku udah bilang kalo hari ini sibuk. Aku juga nggak bisa janji buat kasih kabar terus." Juna menggaruk ujung hidungnya meski tidak gatal, ia hanya tengah berpikir. "Gini aja, kamu hubungin Kevin aja kalo nggak bisa hubungin aku. Mau nggak?" tanyanya beberapa detik kemudian. Bila Diva setuju untuk menghubungi Kevin, ia akan memberikan nomor kontak ponsel sahabatnya itu agar Diva tidak repot memintanya dari sahabatnya yang menyebalkan. Baik Nora maupun Echa sama saja berisiknya bagi Juna. Kedua wanita itu selalu heboh s
Baca selengkapnya

Bab 68. Apakah Anakku?

Sudah lewat tengah malam baru Diva dapat memejamkan mata. Bukan karena Juna yang terus saja meneleponnya atau tidak memutuskan sambungan video call mereka, melainkan karena dia yang masih belum mengantuk. Kantuknya lenyap setelah Juna menghubunginya, berganti dengan rasa lega dan berbunga-bunga. Dadanya menghangat, tubuhnya bergetar, getaran yang indah setiap kali berada di dekat pria yang dicintainya itu. Jantungnya terus berdebar, debaran manis yang disukainya, dan membuat matanya tidak bisa terpejam. Seandainya saja Juna ada di sini, mungkin dia akan menyusul pria itu ke apartemennya dan menginap di sana. Ide yang gila, tetapi selalu membuatnya penasaran. Mungkin suatu hari dia akan melakukannya, menginap di apartemen seorang pria yang sepertinya bukan pertama kali dilakukannya. Makam kecil di sebelah makam palsunya yang dikatakan Juna sebagai makam calon bayi mereka selalu membuatnya memikirkan apa yang mereka lakukan. Jika dia memang keguguran seperti yang diceritakan Juna dan
Baca selengkapnya

Bab 69. Jangan Memikirkan Apa-apa

Tebak, Juna, tadi malam aku mimpi apa!Sepasang alis tebal Juna berkerut membaca pesan itu. Diva tidak memberikan clue apa-apa mengenai mimpinya, bagaimana ia bisa menebaknya. Ada-ada saja. Juna membalas pesan itu dengan cepat. Ia yakin saat ini Diva pasti sedang siaga di depan ponselnya. Mimpi apa, sih, Be? Mimpi kita, ya?Juna tertawa kecil setelah mengirimkan pesan itu. Tepat seperti dugaannya tentang Diva yang pasti sudah menunggu pesan balasan darinya, tak sampai satu menit balasan pesan dari Diva sudah memasuki ponselnya. Kamu tebak, dong, Juna!Kalo aku kasih tau namanya bukan tebakan lagiAda emoji cemberut di belakang kalimat di pesan kedua Diva. Senyum Juna semakin lebar melihatnya. Ia yakin Diva pasti sedang cemberut sekarang. Gemas, Juna menyentuh ikon kamera, ia akan menghubungi wanitanya dengan melalui panggilan video. Hanya beberapa detik, mereka sudah tersambung. Wajah cemberut Diva dengan bibir mungilnya yang mengerucut terpampang di layar ponsel Juna. Pria itu me
Baca selengkapnya

Bab 70. Mimpi Diva

"Aku juga cinta kamu, Juna," balas Diva malu-malu. Dia belum terbiasa dengan pernyataan cinta ini, masih belum terbiasa mengatakannya. Benarkah apa yang dikatakan Echa dan Nora, tentang dirinya yang begitu mencintai Juna? Sepertinya benar, buktinya hanya pria itu saja yang diingatnya. Meskipun tidak benar-benar mengingat, tapi dia memimpikan saat-saat mereka bersama. Dia selalu mendengar suara Juna yang memanggilnya dengan panggilan kesayangan dari pria itu, juga pernyataan cintanya. Selain itu, Juna juga memintanya untuk tidak meninggalkannya, seolah Juna merasa jika mereka akan berpisah sepuluh tahun lamanya dan kembali lagi bertemu dengan keadaan dirinya yang kehilangan ingatan. Juna terlihat mengangguk di layar ponselnya. Diva tersenyum, memperhatikan bibir sexy yang bergerak-gerak. Seandainya Juna berada di sini, mungkin dia yang akan menciumnya lebih dulu. "Aku bakalan langsung pulang pas pertemuan sialan ini udah selesai. Kamu jangan ke mana-mana, tunggu aku pulang aja baru
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
14
DMCA.com Protection Status