Beranda / Romansa / Remember Me, BE! / Bab 69. Jangan Memikirkan Apa-apa

Share

Bab 69. Jangan Memikirkan Apa-apa

Penulis: Fitri_alpha
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Tebak, Juna, tadi malam aku mimpi apa!

Sepasang alis tebal Juna berkerut membaca pesan itu. Diva tidak memberikan clue apa-apa mengenai mimpinya, bagaimana ia bisa menebaknya. Ada-ada saja. Juna membalas pesan itu dengan cepat. Ia yakin saat ini Diva pasti sedang siaga di depan ponselnya.

Mimpi apa, sih, Be?

Mimpi kita, ya?

Juna tertawa kecil setelah mengirimkan pesan itu. Tepat seperti dugaannya tentang Diva yang pasti sudah menunggu pesan balasan darinya, tak sampai satu menit balasan pesan dari Diva sudah memasuki ponselnya.

Kamu tebak, dong, Juna!

Kalo aku kasih tau namanya bukan tebakan lagi

Ada emoji cemberut di belakang kalimat di pesan kedua Diva. Senyum Juna semakin lebar melihatnya. Ia yakin Diva pasti sedang cemberut sekarang. Gemas, Juna menyentuh ikon kamera, ia akan menghubungi wanitanya dengan melalui panggilan video.

Hanya beberapa detik, mereka sudah tersambung. Wajah cemberut Diva dengan bibir mungilnya yang mengerucut terpampang di layar ponsel Juna. Pria itu me
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Remember Me, BE!   Bab 70. Mimpi Diva

    "Aku juga cinta kamu, Juna," balas Diva malu-malu. Dia belum terbiasa dengan pernyataan cinta ini, masih belum terbiasa mengatakannya. Benarkah apa yang dikatakan Echa dan Nora, tentang dirinya yang begitu mencintai Juna? Sepertinya benar, buktinya hanya pria itu saja yang diingatnya. Meskipun tidak benar-benar mengingat, tapi dia memimpikan saat-saat mereka bersama. Dia selalu mendengar suara Juna yang memanggilnya dengan panggilan kesayangan dari pria itu, juga pernyataan cintanya. Selain itu, Juna juga memintanya untuk tidak meninggalkannya, seolah Juna merasa jika mereka akan berpisah sepuluh tahun lamanya dan kembali lagi bertemu dengan keadaan dirinya yang kehilangan ingatan. Juna terlihat mengangguk di layar ponselnya. Diva tersenyum, memperhatikan bibir sexy yang bergerak-gerak. Seandainya Juna berada di sini, mungkin dia yang akan menciumnya lebih dulu. "Aku bakalan langsung pulang pas pertemuan sialan ini udah selesai. Kamu jangan ke mana-mana, tunggu aku pulang aja baru

  • Remember Me, BE!   Bab 71. Perempuan Tidak Penting

    Seharusnya Diva lega melihat gelengan kepala pria itu, tetapi dadanya justru terasa semakin sesak. Tanpa dapat ditahan, bulir-bulir bening yang tadi sudah tak lagi merembes kini kembali turun dengan cepat. "Aku nggak apa-apa, Be, cuman ...."Jeda dan gelengan kepala Juna menarik perhatian Diva. Dia mengusap air matanya tanpa mengalihkan tatapan. Matanya tetap fokus pada Juna yang terus saja menangis tanpa suara. "Aku terharu." Senyum di bibir merah muda alami Juna yang pucat memaksa Diva untuk tersenyum ikut tersenyum juga. Meskipun hatinya tidak menginginkannya, tetapi bibirnya bergerak sendiri untuk turut tersenyum bersama pria yang dicintainya. "Aku nggak pernah mimpi dia, Be. Aku nggak tau dia cewek atau cowok." "Aku juga baru pertama ini mimpi dia, Juna." Senyum Diva melebar. Dia kembali mengusap air matanya, menyeka cairan bening yang meleleh keluar dari hidung mancungnya. Membuang tisu kotor bekas ingus itu ke arah depannya, tak peduli jika di bagian ujung tempat tidurnya

  • Remember Me, BE!   Bab 72. Bahaya

    Kafe yang terletak di salah satu pusat perbelanjaan terbesar itu memang menyajikan menu yang tak cuma enak, tapi juga tempat yang sangat nyaman. Tak heran kafe ini selalu saja penuh, apalagi di jam-jam istirahat kantor seperti sekarang. Ketiga wanita itu merasa sangat beruntung karena bisa mendapatkan meja, meskipun terletak di sudut. Tak masalah bagi Diva yang tidak terlalu suka menjadi pusat perhatian. Entahlah, sejak dia bangun dari tidur panjangnya sepuluh tahun yang lalu dengan tanpa ingatan, dia jadi tidak terlalu suka diperhatikan. Rasanya sangat tidak nyaman saat mata-mata mereka menatapnya.Sementara Echa terus saja tersenyum. Dia sangat bangga karena telah berhasil memesan meja di kafe yang menjadi incaran banyak orang. Tidak mudah memesan meja di kafe ini, harus beberapa hari sebelumnya jika kau benar-benar ingin makan di sini saat jam-jam makan. "Nggak ada yang mau bilang makasih gitu sama gue?" Echa bertanya dengan gaya kocaknya. Dia mengedip-ngedipkan mata pada kedua s

  • Remember Me, BE!   Bab 73. Hanya Juna

    Wanita itu tak pantas mendampingi Juna, hanya dirinya yang pantas mendapatkan kehormatan itu. Wanita itu tidak terkuat seperti yang terlihat. Baru mendapat ancaman dan teror sedikit saja, sudah membuatnya porak-poranda. Dia kuat karena banyak yang melindunginya. Tidak seperti dirinya yang memang memiliki kekuatan dengan usahanya sendiri. Menjadi tak dianggap dan tak terlihat membuatnya menjadi seorang wanita yang kuat tanpa mendapatkan perlindungan dari siapa pun. Lihat saja, dia pasti akan dapat kembali menyingkirkan wanita itu seperti sepuluh tahun yang lalu. ***"Juna marah, ya, Va?" tanya Nora seraya menjatuhkan tubuhnya di atas sofa panjang di kamar Diva. Seperti permintaan Diva, mereka langsung pulang setelah makan siang selesai. Ajakan Echa yang merengek meminta untuk menonton film terlebih dahulu tak mereka hiraukan. Seperti Diva yang tak ingin mendapatkan kemarahan dari Juna, Nora juga tidak ingin Kevin marah padanya karena sudah membawa Diva keluar rumah tanpa sepengetahua

  • Remember Me, BE!   Bab 74. Juna Pulang

    Pria dengan tinggi lebih dari enam kaki itu melangkahkan kaki tergesa. Sesekali ia memperbaiki letak kacamata hitamnya yang sedikit bergeser. Situasi bandara yang ramai membuatnya tak bisa melangkah lebar seperti biasanya. Di sampingnya, pria tampan lainnya berjalan mencoba menjajari langkahnya yang terkesan buru-buru. Ponsel menempel di telinganya, ia terus berbicara sambil berusaha memberikan jalan pada pria jangkung di sebelahnya. Sebuah mobil sport berwarna hitam sudah menunggu di depan pintu masuk bandara. Keduanya langsung masuk tanpa mengucapkan apa-apa. "Anterin Kevin ke apartemennya dulu, Pak Joni!" pinta Juna pada sopir yang menjemputnya sebelum fokus pada ponselnya. Sengaja Juna meminta sopir keluarga untuk menjemputnya, ia masih lelah setelah lebih dari delapan belas jam di perjalanan. Kevin yang duduk di sampingnya hanya melirik sekilas, ia masih sibuk berbicara melalui telepon dengan Nora, memberi tahu jika dirinya sudah kembali ke tanah air. Kepulangan mereka memang

  • Remember Me, BE!   Bab 75. Arjuna Sialan

    Perjalanan dari gedung apartemen Nora ke gedung apartemennya memakan waktu lebih dari setengah jam, lebih tepatnya empat puluh menit. Itu pun karena jalanan tidak terlalu macet. Lalu lintas memang ramai, banyak kendaraan berlalu lalang, tetapi tidak menumpuk sehingga tidak menimbulkan kemacetan. Juna langsung melempar tubuhnya ke atas tempat tidur setelah melempar tas selempangnya lebih dulu ke sembarang arah. Tak ada barang-barang penting di dalam tas itu, dompet dan ponselnya aman di kantong celana. Ia tak melepaskan sepatu, juga kacamata hitam yang sejak tadi menghalangi pandangannya. Ia sangat lelah, padahal hanya duduk dan berbaring saja di dalam pesawat tanpa mengerjakan apa pun. Juna melepas kacamata hitamnya, dan memberikan nasib yang sama dengannya seperti halnya tas selempang. Suara benda jatuh berdenting langsung tertangkap indra pendengarannya. Sepertinya kacamatanya jatuh di atas meja sehingga berbunyi seperti itu. Jika jatuh di lantai kamar, tidak akan menimbulkan bun

  • Remember Me, BE!   Bab 76. Menunggu Juna

    Diamond Cafe merupakan salah satu kafe ternama dan mewah yang terletak di salah satu pusat perbelanjaan terbesar di ibu kota. Pengunjung akan dimanjakan dengan berbagai menu yang enak dan suasana kafe yang sangat nyaman, tak heran kafe ini selalu penuh. Wanita berparas imut duduk di salah satu dari empat kursi yang mengelilingi meja berbentuk segi empat, letaknya di sudut. Dia merasa sangat beruntung bisa berada di kafe ini sekarang. Sejak dulu dia ingin makan di kafe ini, sayangnya tidak bisa. Dia selalu terlambat datang sehingga tak ada lagi meja kosong yang bisa digunakan, semua sudah terisi. Namun, hari ini, meskipun datang sedikit terlambat dia tetap bisa masuk dan mendapatkan meja. Pria tampan yang mengajaknya bertemu sudah memesan terlebih dahulu. Mata Tasya menatap sekeliling sekali lagi, dan sekali lagi dia mengagumi interior kafe yang bergaya Eropa modern. Sangat cantik dan mewah, seperti dirinya. Kafe seperti ini yang pantas untuknya, bukan kafe murahan yang selama ini d

  • Remember Me, BE!   Bab 77. Serangga Kecil

    "Tasya nggak laper, kok, Juna, tenang aja." Tasya tersenyum madu. "Juna ngomong aja langsung."Kebohongan yang tidak sempurna karena Juna dapat mengetahuinya. Dari gerakannya ia tahu Tasya tengah berdusta. Ia yakin, wanita ini pasti menahan laparnya, setidaknya haus. Ia tak ingin membuat Tasya pingsan nanti setelah mendengar apa yang ingin dikatakannya. "Mending lu pesen dulu, deh, Sya. Minimal minum, gitu. Gue nggak mau lu kelaperan karena nungguin gue." Juna juga tahu, pasti Tasya sudah lama menunggunya. Sepertinya wanita ini mengira mereka akan berbicara masalah hubungan mereka, padahal ia hanya ingin memperingatkannya agar tidak mengganggu wanitanya. Ia tak ingin kejadian seperti sebelas tahun yang lalu terulang. Ia ingin Diva merasa aman di sampingnya, bukan sebaliknya. Kali ini ia akan ekstra hati-hati, mungkin akan menyewa bodyguard untuk mengawal Diva ke mana pun wanitanya pergi, jika ia tidak dapat menemani. Tasya mengangguk. Meskipun semua lapar, haus, dan perasaan lainny

Bab terbaru

  • Remember Me, BE!   Extra Part

    Pesta resepsi digelar pada malam harinya di sebuah hotel berbintang di ibu kota. Banyak tamu undangan yang hadir, selain rekan bisnis dari kedua keluarga mempelai, juga teman-teman mereka semasa sekolah dulu. Di antara teman-teman sekolah mereka yang hadir adalah Tasya. Meskipun tidak percaya, tetapi Tasya tetap datang sekedar hanya untuk memastikan karena undangan bukan berasal dari Juna atau Diva, melainkan dari Nora. Lagi pula, tak ada angin, tak ada hujan langsung ada undangan pesta resepsi pernikahan pria yang dicintainya. "Beneran datang ternyata!" Sejak awal memasuki lobi hotel, dada Tasya sudah berdegup kencang. Tubuhnya terasa panas dingin, keringat tak hanya membasahi pelipis, tetapi juga punggungnya yang polos. Dia sengaja mengenakan gaun hitam ketat dengan tali spaghetti yang terbuka di bagian punggung dan memiliki belahan dada yang rendah. Sengaja, agar tak terlihat seperti seseorang yang patah hati jika benar ini adalah pesta pernikahan Juna. Seruan dari suara yang s

  • Remember Me, BE!   Bab 134. The Wedding (END)

    Bandung merupakan salah satu kota yang ramah lingkungan di tanah air. Udaranya yang sejuk, ditambah dengan pemandangan yang indah, dan kuliner yang memanjakan lidah menjadikan Bandung sebagai salah satu destinasi wisata yang banyak didatangi para wisatawan. Itulah salah satu alasan kenapa Juna memilih Bandung sebagai tempat pemberkatan pernikahannya, selain tentu saja karena Oma dan Opa Dirgantara yang tinggal di kota kembang. Dengan konsep garden party, pesta yang hanya dihadiri oleh keluarga dan orang-orang terdekat memilih warna putih sebagai dress code.Semua ide Diva, dengan Barbara yang sedikit meracuni otaknya. Sejak dulu, Barbara menginginkan pesta pernikahan Juna mengambil tema winter garden party. Sebuah tema yang aneh karena tidak akan ada orang yang mau mengadakan pesta kebun ketika musim dingin. Ide Barbara memang selalu ekstrem, beda dari yang lain. "Nggak perlu gugup kali, Va. Juna nggak bakalan gigit lo!" omel Echa melihat Diva yang mondar-mandir ke sana kemari di da

  • Remember Me, BE!   Bab 133. Juna Posesif

    Juna mendelik. Astaga, Diva sangat konyol sekali. Baik pegawai apalagi pemilik butik tidak akan menanyakan pertanyaan yang tidak penting seperti itu. Mereka tidak akan mau mengurusi masalah pelanggannya. Lagi pula, ia sudah pernah datang ke butik itu saat mengukur tuxedo yang akan dikenakannya di hari pemberkatan dan resepsi setelahnya. "Bisa kasih alasan yang masuk akal nggak, sih, Be?" tanya Juna memutar bola mata jengah. "Alasan kamu itu konyol banget, tau, nggak, sih, Be?" Gemas, Juna mencubit pipi Diva yang tak lagi terlihat pucat. Sudah beberapa hari ini pipi mulus itu terlihat selalu merona, bukan karena pemerah pipi, melainkan karena Diva yang tersipu. Diva membelalak. "Sakit!" katanya judes, menepis tangan Juna yang masih berada di pipinya. "Ya, habisnya kamu lucu banget, sih. 'Kan, aku gemes jadinya." Juna terkekeh. Diva tersenyum misterius, sebelah alisnya terangkat. "Sebab kamu udah nyubit pipi aku, kamu harus ikut kita pergi ke butik!" "What?" Diva tidak merespons

  • Remember Me, BE!   Bab 132. Keputusan Akhir

    Suasana ruang sidang berubah menjadi kondusif begitu hakim mengetuk palu tiga kali setelah membacakan putusan hukuman untuk Hilda. Wanita itu harus menerima dihukum seumur hidup di dalam penjara atas semua kejahatan yang dilakukannya di masa lalu. Hukuman yang lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut hukuman mati karena terbukti Hilda merencanakan menggugurkan kandungan Diva, atau sama saja dengan pembunuhan berencana. Meskipun Diva selamat, tetapi calon bayinya tidak. Diva juga sempat dinyatakan meninggal oleh dokter sebelum akhirnya koma dan bangun satu tahun kemudian dalam keadaan kehilangan ingatan. Proses hukum Hilda tergolong cepat. Dalam waktu dua minggu semua berkas perkaranya sudah rampung dan langsung diajukan ke pengadilan untuk menjalani sidang. Hanya dua kali sidang hakim sudah memutuskan hukuman untuknya. Tidak ada yang memprotes, meskipun Arsen Dirgantara terlihat menekuk, tetapi pria yang mengenakan setelan berwarna hitam itu hanya diam saja. Di

  • Remember Me, BE!   Bab 131. Restu

    "Katanya kamu punya bukti yang yang kuat buat jeblosin dia ke penjara seumur hidup. Mana buktinya?" tanya Arsen sambil menyatukan kesepuluh jarinya, menumpukan dagu di atas jari-jarinya itu. Ia juga menumpuk kakinya, kaki kanan di atas kaki kiri.Tanpa bersuara, Juna merogoh saku bagian dalam jasnya, mengambil ponsel, mengutak-atiknya sebentar, kemudian memberikan pada sang Ayah. Arsen menaikkan sebelah alisnya melihat video itu. Berlatar sebuah restoran, seorang wanita berbicara di bawah pengaruh alkohol, terus meracau mengakui semua yang sudah dilakukannya semasa dia masih sekolah dulu guna mendapatkan perhatian pemuda yang dicintainya. Sampai rela melalukan hal paling buruk, meneror kekasih pemuda itu dan mengakibatkannya tewas beserta calon bayi dalam kandungannya. Wajah tampan pria berusia lebih dari setengah abad itu memerah, rahangnya mengeras mendengar wanita itu yang mengaku bahagia saat mengetahui kekasih pemuda itu meninggal dunia berikut calon bayi mereka. Arsen merekam

  • Remember Me, BE!   Bab 130. Hilda Pelakunya

    Diva menarik napas dalam, menyimpannya beberapa detik di paru-parunya sebelum mengembuskannya dengan pelan melalui mulut. Dia terus mengulanginya beberapa kali, baru berhenti setelah mobil yang dikendarai Juna memasuki sebuah gerbang dengan daun pintu berwarna hitam keemasan. Mobil berhenti di halaman, tepat di depan undakan. Diva keluar lebih dulu, dia membuka sabuk pengamannya dengan cepat sebelum Juna melakukannya. Halaman rumah ini masih sama seperti sebelas tahun yang lalu, tak ada yang berubah sedikit pun. Air mancur yang berada di bagian kiri halaman, di tengah sebuah taman mungil. Bunga mawar merah yang merupakan kesukaan nyonya rumah tumbuh dengan subur di taman itu. Sekali lagi Diva menarik napas sebelum menahannya ketika Juna mendekat dan menciumnya dengan panas beberapa saat. Mata bulat Diva membelalak, tangannya terangkat memukul bahu Juna yang dianggapnya tak tahu malu, sementara pria itu justru tertawa kecil menanggapinya. Dengan santainya Juna menarik tangannya memas

  • Remember Me, BE!   Bab 129. Penyesalan

    Senyum puas tercetak di bibir sexy Juna. Akhirnya, tetapi ini baru awal karena ia tidak akan berhenti sampai Hilda membusuk di penjara. Ponselnya berbunyi, Juna yang ingin mengomentari perkataan Arsyi mengurungkan niatnya. Ia lebih memilih untuk meraih ponsel dari kantong kemeja dan memeriksa siapa yang menghubunginya. Nama ayahnya tercinta tertera di layar. Juna kembali tersenyum, orang yang ditunggunya sudah tiba. Cepat ia menggulir ikon hijau ke kanan, menjawab panggilan itu. "Where are you? Nggak ada di rumah."Ternyata bukan Daddy, tetapi Mommy yang menggunakan ponsel ayahnya untuk menghubunginya. Ataukah ia yang salah membaca nama si penelepon? Alis Juna mengernyit, ia menjauhkan ponsel dari telinga guna memeriksa. Benar, ini nama ayahnya. Berarti benar Mommy yang menggunakan ponsel Daddy."Juna di rumah Helen, Mom!" sahut Juna sambil berdiri, melangkah keluar ruang kerja Arsyi yang sedikit lebih sesak dari terakhir mereka berkumpul. "Meriksa bukti video sekali lagi. Kevin udah

  • Remember Me, BE!   Bab 128. Tentang Teman dan Hilda

    Suara dari layar lebar berukuran satu kali setengah meter terdengar mendominasi di ruang kerja Arsyi. Sementara tujuh pasang mata menatap nyaris tak berkedip pada layar yang menampilkan adegan berlatar belakang sebuah restoran mewah. Seorang wanita cantik terus meracau dengan kata-kata yang masih bisa ditangkap dengan jelas arti dan maksudnya. Wanita itu berada di bawah pengaruh alkohol sehingga semua hal yang disembunyikannya rapat-rapat, terbongkar oleh mulutnya sendiri. Tayangan berdurasi hampir satu jam itu berasal dari ponsel Juna yang dialihkan ke mesin proyektor. Tadi malam Kevin sudah menyalinnya ke dalam mikro film dan disket. Rencananya mereka akan memberikan disket kepada pihak berwajib sebagai bukti kejahatan yang sudah dilakukan oleh wanita di dalam layar tadi. "Kalo boleh gue jujur, sebenarnya gue agak kaget dia yang ngelakuin semuanya," komentar Nora setelah tayangan berakhir. "Gue emang nggak kenal sama dia, tapi selama yang gue liat dia cewek baik-baik. Maksudnya, p

  • Remember Me, BE!   Bab 127. Terungkap

    Baiklah. Segala sesuatu memang bisa terjadi. Siapa pun orangnya bisa melakukan semua itu, tetapi untuk Hilda merupakan sebuah pengecualian. Ia memang tidak mengenalnya secara dekat, tetapi tetap saja rasanya tidak mungkin. Sungguh, jika Kevin tidak melihat dan mendengar dengan mata dan kepala sendiri, ia tidak akan memercayainya. Video berdurasi lebih dari tiga puluh menit itu diambil baru beberapa jam yang lalu. "Kayaknya sekarang dia masih belum sadar, masih pingsan di restoran tempat kita makan siang tadi." Kevin menatap Juna, meneguk ludah kasar melihat ekspresi tak terbaca di wajahnya. Mata karamel Juna memerah, tanda jika dia sedang menahan amarah. "Lu pasti juga nggak nyangka, 'kan, Vin, kalo yang kita cari selama ini adalah dia?" tanya Juna dengan gigi bergemeletuk. Ia tak habis pikir, bagaimana mungkin gadis selembut Hilda bisa melakukan hal keji seperti itu, bahkan tanpa perasaan mengaku senang atas kabar meninggalnya Diva bersama bayinya. Hilda benar-benar seorang psikop

DMCA.com Protection Status