Beranda / Romansa / Remember Me, BE! / Bab 31 - Bab 40

Semua Bab Remember Me, BE!: Bab 31 - Bab 40

135 Bab

Bab 31. Diva Keras Kepala

Dua hari bermalam di rumah sakit, Diva baru diperbolehkan pulang. Sebenarnya,.dia sudah bisa pulang keesokan hari, tapi Juna tidak memperbolehkan. Pria itu tidak percaya jika dirinya sudah baik-baik saja. Lebih gila lagi, Juna ingin dia terus dirawat selama beberapa hari lagi. Astaga! Entah apa yang dipikirkannya. Salahkah dirinya sekarang merasa kesal padanya. Juna terlalu pemaksa, selain posesif dan overprotektif. Sangat menyebalkan. Juna juga melarangnya bekerja. Dengan pongahnya dia mengatakan, masih bisa memberikan apa pun padanya meskipun tak bekerja. Juna memintanya untuk duduk manis di rumah saja, dan menyerahkan semua urusan keuangan padanya. Hei! Siapa dirinya bisa mengaturnya seperti itu? Siapa Juna sehingga mau menafkahinya? Dasar orang gila!Untungnya, setelah dibujuk yang membuat mulutnya nyaris berbusa karena terllau banyak bicara, akhirnya Juna menyetujui untuknya pulang keesokan harinya. Juna juga lahirnya membiarkannya bekerja dengan syarat harus tidak boleh terlalu
Baca selengkapnya

Bab 32. Anak Kita

Selama beberapa saat tak ada suara di dalam mobil selain suara deru mesin. Entah perasaannya saja atau tidak, suara Diva terdengar meninggi. Juna mengangguk tanpa meliriknya sama sekali, ia lebih memilih untuk fokus pada jalanan. Lalu lintas macet seperti biasa, membuatnya harus lebih hati-hati dalam berkendara. "Nggak!"Juna menahan napas menunggu kalimat selanjutnya. Sebenarnya ia tak ingin bertanya, hanya saja ia tak kuat melawan penasaran. Ia sangat ingin tahu apakah ada orang lain selain dirinya. Jika ada, tak apa-apa, ia akan berusaha menerimanya meskipun selama sebelas tahun ini ia tak pernah melakukan apa pun, Tak pernah berhubungan dengan wanita mana pun. Sudah dikatakannya, bukan, jika seluruh perasaannya mati? Lagipula, saat mereka pertama berhubungan, Diva juga mau menerimanya apa adanya. Lalu, seandainya Diva yang seperti itu, kenapa ia harus menolaknya? "Aku nggak pernah pacaran, nggak pernah dekat sama siapa pun kecuali sama Ruud.""Rudd?" ulang Juna tanpa sadar. Nama
Baca selengkapnya

Bab 33. Sudah Hafal di Dalam Mimpi

"Besok jangan masuk kerja dulu!"Diva mengangguk untuk yang kesekian kali. "Iya, Juna. Iya!" Terlalu banyak peraturan dari Juna yang harus dipatuhinya. Tidak boleh ini, tidak boleh itu, tidak boleh segala-galanya. Anehnya, dia selalu mengangguk mengiakan, walaupun sebenarnya enggan. Sungguh, dia tidak mengerti apa yang terjadi dengan tubuhnya, selalu saja tak dapat dikendalikan setiap kali di dekat Juna. Selalu saja menuruti perintahnya. "Aku udah bilang sama Arkan kalo kamu minggu depan baru masuk kerja."Mata bulat Diva mendelik. Apa-apaan itu? Bagaimana bisa seperti itu? Dia justru ingin bekerja secepatnya agar tidak bosan berada di rumah, bukan seperti ini. "Kamu harus mau, kalo nggak aku minta Arkan buat nyari pengganti kamu.""Nggak bisa kayak gitu, dong, Juna!" Kali ini Diva tidak bisa diam lagi, dia memprotes. Seenaknya saja Juna memutuskan. Yang ingin bekerja adalah dirinya, kenapa Juna yang justru heboh. "Aku kerja juga belum, masa main ganti aja!" "Kalo kamu mau kerja mi
Baca selengkapnya

Bab 34. Sayang Juna

Juna yang mengembuskan napasnya dengan sedikit kuat seakan mengeluh, menaik perhatian Diva. Dia menatapnya dengan tatapan bertanya. "Kenapa?" tanya Diva khawatir. "Kamu nggak apa-apa, 'kan, Juna?"Diva dalam mode polos selalu menggemaskan. Juna menggeleng susah payah, dan memasang senyum terpaksa. "Aku nggak apa-apa, Be," sahutnya serak. Kali ini karena sesuatu yang lain. Tubuhnya bergetar, Juna menatap iba pada selangkangannya yang menggembung. "Jangan khawatir, ya?" Tangannya mengusap pipi mulus itu. "Tau nggak kenapa sekarang beda?" Juna bertanya dengan suara bergetar. Diva menggeleng. "Nggak tau," jawabnya. Senyum tak lepas dari bibir Juna, sekarang ia tak lagi melakukannya dengan terpaksa. Senyumnya terbit dengan sempurna. "Sebab kita udah ada di masa depan. Istri masa depan Juna, itu kata-kata aku sebelas tahun yang lalu, pas kita masih remaja, masih sekolah. Sekarang kita udah dewasa, Be, dan kamu calon istri Juna." Diva tersenyum, lantas mengangguk. "Oke, sekarang kamu ma
Baca selengkapnya

Bab 35. Kenangan di Atap Gedung Sekolah

Akhir pekan biasanya selalu identik dengan bangun lebih siang, apalagi dengan cuaca mendung yang sangat mendukung. Diva juga akan bangun lebih siang seandainya Juna tidak datang dan membangunkannya pagi-pagi. Mulai dari mengiriminya pesan, menelepon, sampai mendatangi ke rumahnya yang tentu saja membuat orang-orang di rumahnya terkejut. Sudah lebih dari sepuluh tahun Juna tidak pernah lagi berkunjung, dan pagi ini dia datang dengan pakaian santainya, celana jean's dipadu dengan kaus dan kemeja berwarna hitam. Tak ada lagi sepatu pantofel, Juna mengenakan sneaker untuk melindungi kakinya. Diva yang beberapa hari ini selalu melihatnya mengenakan pakaian formal merasa sedikit pangling. Penampilan Juna berubah seratus delapan puluh derajat di matanya. "Ngapain pagi-pagi ke sini?" tanya Diva cemberut. Juna membuyarkan mimpi indahnya tentang mereka berdua. Dengan malas dia duduk di depan pria itu, dipisahkan oleh sebuah meja teras berukuran tidak terlalu besar. Juna memilih untuk duduk di
Baca selengkapnya

Bab 36. Bertemu Helen

Mata Diva melebar, pipinya terasa panas. Mendadak pandanganya berkunang-kunang, sekitarnya terlihat berputar. Diva memejamkan mata, membuang wajah ke luar jendela, menyembunyikannya dari Juna. Dia tak ingin Juna melihatnya seperti ini. Dia yakin Juna memiliki kepanikan yang sama dengan kedua orang tuanya bila melihatnya seperti ini, dan akan membawanya ke rumah sakit. Baru kemarin dia keluar dari rumah sakit, akan sangat tidak lucu bila hari ini harus kembali lagi. Diva mengusap pelipisnya yang berkeringat menggunakan tangan. Jari-jarinya terasa dingin menyentuh pelipis. Matanya masih terpejam. Sedapat mungkin dia mencoba mengatur napasnya agar terlihat baik-baik saja. Untungnya Juna tidak memperhatikan, dia fokus pada jalanan dan orang yang menghubunginya. Beberapa kali Juna menyebut nama Kevin dan memintanya bersiap untuk keberangkatan mereka awal pekan nanti. Perlahan Diva membuka mata, kembali melirik Juna melalui kaca spion. Pusingnya sudah berkurang, Juna tak terlihat berbayang
Baca selengkapnya

Bab 37. Familiar?

Roma berteriak melihat mamanya terjatuh. Cepat dia menghampiri Helen dan mengguncang tubuhnya. Diva memekik kaget, dia panik, takut disalahkan atas apa yang terjadi pada Helen, sementara Juna hanya berdecak. Ia sudah menduga akan seperti ini, Helen pasti akan pingsan melihat Diva. Bukannya menggendong Helen dan membawanya masuk ke dalam, dengan santai Juna berteriak memanggil Arsyi. "Arsyi, istri lu pingsan, nih!" Diva membelalak kaget. Dia berpikir Juna akan menolong Helen dan menggendongnya ke dalam, bukan malah tersenyum. Juna malah menarik tangannya yang ingin mendekat. "Biarin aja, Be. Siapa suruh tadi ngatain kamu hantu."Diva memukul bahu Juna mendengar bisikannya itu. Sungguh, Juna sangat tidak lucu baginya. Secara paksa Diva melepaskan tangannya, tak peduli dengan decakan yang keluar dari mulut Juna. Diva menghampiri Helen, berjongkok di depannya berusaha menyentuh. Namun, tatapan tajam putri Helen yang sedang mengguncang bahu ibunya membuatnya membeku. Gadis kecil ini tid
Baca selengkapnya

Bab 38. Bukan Dejavu

Arsyi memilih untuk diam daripada membuat keadaan semakin kacau. Helen masih belum sadar juga meskipun sudah didekatkan minyak kayu putih ke hidungnya, Juna terlihat tidak suka dengan caranya menatap wanita yang bersamanya, dan wanita itu, yang sama persis dengan sahabatnya, tampak tidak nyaman karena situasi serba membingungkan seperti sekarang ini. Arsyi kembali menepuk pipi Helen lembut, berusaha untuk membangunkannya. "Dia beneran Diva, Arsy. Bukan cuma sekedar mirip apalagi hantu."Bagi orang-orang dewasa, kata hantu mungkin tidak akan berpengaruh. Berbeda jika yang mendengarnya adalah seorang anak kecil. Roma yang tadinya menatap Diva dengan tatapan tak suka, sekarang jadi sedikit takut padanya. Dia khawatir jika apa yang dikatakan Bunda dan Om Juna itu benar, wanita yang datang bersama Om Juna tadi pagi adalah hantu. Pantas saja sangat cantik. Dari semua teman Bunda yang pernah berkunjung, wanita yang datang bersama Om Juna adalah yang paling cantik. Jika dia boleh jujur, Tant
Baca selengkapnya

Bab 39. Rahasia?

"Be, kamu nggak apa-apa?" Diva menggeleng menjawab pertanyaan Juna. Matanya mengerjap beberapa kali, mengusir gelap yang tadi sempat mampir sesaat. Apa itu tadi? Apakah benar dia dan Arsyi pernah bekerjasama? Kerjasama dalam apa? Haruskah dia menanyakannya pada Arsyi? Mungkin nanti, tapi tidak sekarang. Setidaknya tidak di depan Juna dan Helen karena tak ada bayangan mereka di sana berarti keduanya tidak mengetahuinya. Lalu, apakah itu artinya mereka membuat kesepakatan rahasia? Diva menatap Arsyi sekilas kemudian menggeleng. "Aku nggak apa-apa, Juna," ucapnya tersenyum. Dia tak boleh membuat orang-orang di sekelilingnya khawatir, terutama Juna. "Tapi, tadi....""Cuman pusing dikit," potong Diva cepat. "Sekarang udah nggak apa-apa, kok." Digenggamnya tangan Juna untuk memastikan dia memang baik-baik saja. "Beneran?" tanya Juna tak yakin. Ia melihatnya, tadi Diva hampir tersungkur jika dia tidak menangkap tubuhnya."Iya, beneran!" Diva cemberut. "Nggak percaya banget, sih?"Juna ter
Baca selengkapnya

Bab 40. Teror Apa?

Suara ketukan di pintu membuat Roma buru-buru merapikan mainannya. Bukan maksudnya membuat kamarnya berantakan, dia hanya kesal pada Tante yang dibawa Om Juna. Apa benar Tante itu hantu? Mungkin saja, habisnya dia sangat cantik. Cantik, tapi menyebalkan. Untuk apa dekat-dekat dengan Om Juna-nya? Om Juna hanya miliknya, tidak boleh dimiliki orang lain. Pintu terbuka, kepala Juna muncul di sana. Roma urung menyimpan mainannya ke dalam kotak. Dia langsung berdiri, setengah berlari menghampiri Juna yang berdiri di depan pintu yang terbuka lebar, melompat ke gendongannya begitu jarak mereka hanya tinggal beberapa kaki. "Ayo, sarapan!" Juna mencium pipi chubby Roma yang selalu menyebarkan wangi minyak telon dan bedak bayi. Tidak perlu bertanya siapa yang membubuhkan itu semua ke tubuh Roma. Ibunya memang ajaib. "Laper, 'kan?" Juna membawanya keluar kamar, menuruni tangga dengan sedikit tergesa. Ia sudah hafal seluk-beluk rumah ini sehingga tidak akan terjatuh meskipun menuruni tangga deng
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
14
DMCA.com Protection Status