Home / Romansa / Remember Me, BE! / Chapter 101 - Chapter 110

All Chapters of Remember Me, BE!: Chapter 101 - Chapter 110

135 Chapters

Bab 101. Balas Dendam yang Indah

"Orang kayak Ronny Wijaya itu sekali dikasih hati malah minta jantung."Juna menggeleng. "Biarin Juna nyari tau dulu alasan Om Ronny kenapa ngelakuin ini. Daddy, 'kan, selalu bersikap profesional. Lalu, kenapa sekarang jadi nyampurin masalah pribadi sama kerjaan?" Senyum miring tercetak di bibir pria berusia lebih dari setengah abad itu. Ia dihakimi oleh putranya sendiri, diingatkan tentang keprofesionalannya dalam segala hal. Ia yang tak pernah mencampuradukkan semuanya, sekarang seolah menghubungkan masalah pribadi dengan pekerjaan. Namun, bukan seperti itu. Semua tidak seperti yang terlihat. Ia tidak akan melakukannya jika Ronny Wijaya tidak melakukannya lebih dulu. Ia mau bekerjasama dengan Wijaya Grup waktu itu karena merasa kasihan dengan pria itu yang baru saja kehilangan putri satu-satunya untuk selamanya. Sebagai seorang pria yang putranya memiliki hubungan dekat dengan almarhumah, ia merasa bertanggung jawab atas semua hal yang terjadi pada keluarganya. Namun, sepertinya
Read more

Bab 102. Dukungan Untuk Juna

Bisa lebih kuat dari sekarang. Juna tersenyum kecut mengingat kata-kata ayahnya tadi siang. Jadi, Daddy berpikir seperti itu tentangnya, ia seorang yang lemah dan selalu bisa dimanfaatkan orang lain. Mungkin benar, mungkin Om Ronny hanya memanfaatkannya untuk kemajuan perusahaannya. Namun, bukankah perusahaannya juga mendapatkan keuntungan dengan kerjasama mereka itu? Lalu, apakah itu masih bisa disebut dimanfaatkan? Entahlah, ia tak ingin memikirkan hal yang menurutnya tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan pribadinya. Dua hal itu tidak boleh disatukan. Ia harus profesional. Dari apa yang dikatakan ayahnya tadi siang dapat disimpulkan jika Tuan Besar masih tidak menerima kembali hubungannya dengan Diva. Bolehkah ia berpikir jika ayahnya sedikit kekanakkan? Baiklah, mungkin apa yang dilakukan Daddy benar, tetapi juga salah. Daddy yang tidak terima dengan sikap keluarga Wijaya karena mereka yang menyembunyikan keberadaan Diva kemudian memutuskan hubungan kerjasama perusahaan me
Read more

Bab 103. Penawaran?

Tak ada semangat lagi ketika bangun pagi seperti yang dirasakannya dulu. Masih tidak ada kabar dari Juna membuat semuanya terasa hambar. Diva masih betah memejamkan mata meskipun kantuk sudah hilang darinya sejak beberapa menit yang lalu. Dia tak ingin membuka mata, setidaknya untuk beberapa saat. Suara denting dari ponselnya membuat Diva mengubah posisi tidurannya. Tubuhnya yang tadi miring ke samping kiri, sekarang telentang. Dengan sangat malas dia membuka mata, melirik nakas dengan ekor matanya. Tampak cahaya sedikit lebih terang berpendar dari sana, dia yakin itu adalah cahaya yang berasal dari ponselnya yang menyala. Suasana kamar tidurnya masih temaram. Pagi ini ibu kota tengah diselimuti mendung. Kumpulan awan abu-abu tebal menutupi sinar matahari sehingga tak sampai ke bumi, membuat kamarnya masih sedikit gelap. Cahaya sekecil apa pun pasti akan tertangkap indra penglihatan. Diva mengulurkan tangan ke arah nakas, meraih ponselnya yang cahaya sudah padam. Sepertinya hanya b
Read more

Bab 104. Rencana Juna

New York di penghujung musim semi, suhu udara semakin terasa hangat. Di jalan-jalan, tak lagi di dapati orang-orang mengenakan baju tebal, meskipun tidak mengenakan pakaian kekurangan bahan dan terbuka. Banyak keluarga yang sudah merencanakan akan pergi berlibur ke mana selama musim panas nanti. Beberapa pelajar sibuk mencari pekerjaan untuk menghabiskan libur musim panas mereka. Juna masih ingat hal itu. Ia yang sejak kecil selalu bersekolah di sekolah internasional yang menggunakan sistem empat musim, selalu menghabiskan liburannya di sini bersama Omi dan Opi. Ia juga akan melamar pekerjaan untuk mengisi kekosongan waktu. Bukan pekerjaan yang berat, hanya bekerja paruh waktu di toko kelontong atau restoran cepat saji. Ia menghabiskan waktunya untuk bekerja selama hampir dua bulan. Di akhir musim panas kedua orang tuanya akan datang dan membawanya pergi berlibur ke mana saja yang ia inginkan. Biasanya ia akan memilih pantai sebagai destinasi liburan mereka, dan kedua orang tuanya a
Read more

Bab 105. Pulang

Suara dering telepon terdengar sayup-sayup di telinga Diva. Dia sedang berada di kamar mandi untuk membersihkan diri. Sudah dua hari mulutnya tidak bersentuhan dengan air. Dia ke kamar mandi hanya untuk mencuci muka dan menggosok gigi, tanpa mandi. Beruntung acara mandinya sudah selesai, dia hanya perlu mengenakan jubah mandi dan membungkus kepalanya dengan handuk untuk mengeringkan rambutnya yang basah. Nama penelepon yang tertera di layar ponsel membuat napas Diva seakan berhenti. Udara di sekitarnya seolah menipis, dadanya terasa sesak. Akhirnya, setelah lebih dari satu minggu, Juna menghubunginya juga. "Kamu di mana, Be? Aku nggak ganggu kamu, 'kan?" Astaga! Pertanyaan apa itu? Bukankah seharusnya Juna menanyakan bagaimana kabarnya dulu, atau meminta maaf padanya? Bukan bertanya yang seperti itu. "Be, kamu baik-baik aja, 'kan? Aku kangen banget sama kamu."Suara Juna tercekat. Apakah Juna menangis sama seperti dirinya sekarang? Iya, bulir-bulir air matanya tumpah tanpa disadar
Read more

Bab 106. Bukan Mimpi

Seandainya saja waktu dapat dihentikan, Diva pasti akan melakukannya. Dia ingin terus saja malam dan terus tidur. Meskipun berada di atas tempat tidur bisa kapan saja dan tidak dapat membuat semua masalahnya hilang, tetapi jika malam hari rasanya semua masalahnya terangkat. Tidurnya memang tidak nyenyak beberapa hari belakangan ini, tepatnya sejak masalah mulai menghampiri perusahaan Papa. Dia selalu tidur tengah malam, dan bangun pagi-pagi sekali. Padahal matanya masih mengantuk, hanya saja saat dipejamkan dia tak bisa kembali terlelap. Berbeda dengan yang dirasakannya pagi ini. Pukul enam pagi, biasanya dia sudah bangun satu jam lebih, dan sudah tak lagi berada di atas tempat tidur. Bangun tidur, dia akan langsung ke kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok gigi. Turun ke bawah –ke dapur– untuk mengambil dua kotak susu berukuran setengah liter dan beberapa camilan atau kue. Beberapa hari terakhir dia tidak berminat makan nasi, selera makannya menguap setiap kali melihatnya. H
Read more

Bab 107. Fakta Terungkap

Pukul sepuluh pagi bukanlah waktunya sarapan lagi, tetapi Juna dan Diva mengisi perut mereka di jam itu. Setelah berolahraga pagi yang panas dan menguras tenaga, dilanjutkan dengan mandi sambil melanjutkan berolahraga dengan sedikit pemanasan, mereka memutuskan untuk sarapan sepiring nasi goreng buatan Bik Sumi. Nasi goreng yang kembali hangat setelah dihangatkan kembali oleh asisten rumah tangga kesayangan keluarga Wijaya. Diva makan dengan lahap karena Juna yang menyuapinya. Juna diberi tahu Bik Sumi jika Diva tidak makan nasi beberapa hari ini, oleh karena itu ia berinisiatif untuk menyuapinya. Suara gaduh yang berasal dari depan rumah tidak membuat acara sarapan mereka yang sudah terlambat menjadi terganggu. Mereka meneruskan sarapan sampai sebuah seruan tertahan mengagetkan mereka. Diva menghentikan gerakannya mengunyah nasi goreng di dalam mulutnya. Hanya Juna saja yang tampak tenang menyeruput susu kotaknya melalui sedotan. "Juna!" "Pagi, Om! Pagi, Tante!" sapa Juna tenang.
Read more

Bab 108. Ingatan yang Kembali

Mereka tidak membawa Diva ke rumah sakit, dia menolaknya. Diva bersikeras dia baik-baik saja, hanya perlu beristirahat. Oleh sebab itu, dia meminta Juna untuk membawanya ke kamarnya. Meskipun sangat khawatir, tetapi Juna terpaksa harus menurutinya. Apalagi Diva mengancam akan meninggalkannya jika ia tidak menuruti. Benar-benar kalimat yang sangat ampuh, sejak dulu. Iya, sejak dulu. Sejak Juna mengakui dan menyatakan perasaan padanya sebelas tahun yang lalu. Diva sudah mendapatkan kembali ingatannya. Itulah kenapa dia menolak Juna membawanya ke rumah sakit karena dia benar-benar tidak apa-apa. Juna membaringkan tubuh mungil Diva ke atas tempat tidur dengan hati-hati, tak ingin membuat wanitanya semakin merasa tak nyaman apalagi merasa sakit. Tubuh Diva dingin, Juna menyelimutinya sampai sebatas dada, kemudian duduk di sisi kosong tempat tidurnya. Sementara itu, kedua orang Diva berdiri di belakangnya. Papa Diva melarang istrinya mendekat karena merasa putri mereka lebih membutuhkan
Read more

Bab 109. Jujur

Satu erangan lolos dari mulut Diva. Dia terpaksa membukanya karena Juna terus menggigiti bibirnya, bergantian atas dan bawah. Memang tidak sakit, tetapi seluruh tubuhnya memanas bagai dialiri listrik ribuan volt. Dengan terpaksa Diva membuka mulutnya, membiarkan Juna mengobrak-abriknya. Dia hanya bisa pasrah tanpa melawan, dan mendorong bahunya saat merasakan pasokan udara di paru-parunya semakin menipis. Dadanya panas, rasanya seperti terbakar. Diva memukul kuat lengan Juna yang masih menahan tengkuknya. "Kamu beneran mau bunuh aku? Beneran mau aku mati, gitu?" belalak Diva sengit setelah Juna melepaskan bibirnya. "Biar apa? Biar kamu bisa sama Tasya?" Bukannya takut apalagi marah, Juna justru tertawa melihatnya. Wanitanya yang bar-bar sudah kembali. "Apaan ketawa-ketawa nggak jelas gitu?" Diva semakin sewot. Tangannya dengan kasar menepis tangan Juna yang masih mengusap pipinya. "Jangan pegang-pegang kalo kamu udah pernah megang cewek lain.""Astaga, Be!" Juna makin tertawa. Taw
Read more

Bab 110. Lamaran yang Tak Romantis

Sebenarnya masih ada satu lagi yang belum Diva katakan pada Juna, mengenai kehamilannya dulu. Dia merasa tak perlu memberi tahunya sekarang, mungkin lain kali. Meskipun ingin memberi tahu sekarang, mereka tidak memiliki waktu. Dia tidak bisa membiarkan kedua orang tuanya di luar kamarnya lebih lama lagi, mereka pasti akan berpikiran macam-macam jika dia dan Juna tidak segera keluar. Lagipula, dia sudah tidak sabar untuk memberi tahu mereka tentang ingatannya yang sudah kembali.Diva menarik Juna keluar kamar setelah memberikan ciuman panas dan lama di bibirnya. Seandainya saja bisa lebih dari ciuman, pasti akan dilakukannya. Dia sangat merindukan Juna, secara keseluruhan. Mengingat semuanya di saat dirinya sudah dewasa, dan menemukan pemuda yang dulu dicintainya di usia yang sudah matang, merupakan sesuatu yang sangat menakjubkan baginya. Beruntung seluruh ingatannya selama sepuluh tahun terakhir juga masih diingatnya sehingga seluruh ilmunya semasa sekolah dan kuliah masih melekat
Read more
PREV
1
...
91011121314
DMCA.com Protection Status