Home / Romansa / Remember Me, BE! / Chapter 121 - Chapter 130

All Chapters of Remember Me, BE!: Chapter 121 - Chapter 130

135 Chapters

Bab 121. Satu Masalah Selesai

Ruang kerja Arsyi berukuran cukup besar karena tak hanya menampung set meja kerja dan rak buku, tetapi juga satu set sofa, dan dua set PC. Arsyi memilih ruang kerjanya sebagai tempat untuk mereka mengobrol karena ruang kerjanya termasuk bagian pribadi darinya. Dilihat dari sikap Diva, sepertinya wanita itu ingin berbicara serius mengenai putrinya, Evelyn Romansa Wiraatmadja. Entah ada apa sehingga Diva ingin membicarakan masalah Roma. Mungkin dia cemburu pada perhatian Juna terhadap putrinya, atau Diva ada melihat sesuatu yang lain. Sebagai seorang Ayah, instingnya cukup tajam. Ia juga sedikit khawatir dengan sikap manja Roma pada Juna, terkadang terlihat berlebihan. "Apa ada yang penting, Va?" tanya Arsyi setelah duduk di kursi kebesarannya. Diva dan Juna duduk di depannya, di kursi tamu. Meja kerjanya membatasi mereka. Diva berdeham satu kali sebelum membuka suara. Jujur saja, dia merasa sungkan mengatakannya. Namun, jika dibiarkan bisa-bisa Roma menjadi pelakor dalam hubungannya
Read more

Bab 122. Bertemu Hilda

Sebuah restoran bintang lima di sebuah hotel berbintang menjadi pilihan Hilda untuk makan siangnya bersama Juna. Menurutnya restoran ini sangat mendukung, mulai dari tingkat kemewahan sampai suasananya yang romantis. Dua buah kursi di setiap meja dengan gelas berisi lilin aromaterapi yang menyala menghiasi meja. Beberapa buah lampu kristal menggantung di langit-langit dengan cahayanya yang kuning keemasan, tidak terlalu terang, tetapi juga tidak redup. Suasana yang sangat mendukung untuk menyatakan perasaan. Sayangnya, mereka tidak akan membicarakan masalah pribadi, melainkan kerjasama bisnis yang akan terjalin.Belum, pikirnya. Belum saatnya dia mengatakannya pada Juna. Dia akan membuat Juna melihatnya dulu, kemudian mendekatinya. Setelah itu baru menyatakan perasaannya. Kali ini dia harus berhasil membuat Juna jatuh cinta padanya, dan bertekuk lutut jika perlu. Senyum Hilda merekah sempurna melihat sosok yang sedang dia tunggu melangkah ke arahnya. Entah Juna mengenalinya atau tid
Read more

Bab 123. Kejujuran Hilda

"Ini saja, Bu?" tanya pelayan wanita itu sopan.Hilda menggeleng. "Kayaknya itu aja, Mbak," jawabnya. "Baik, Bu!" Pelayan wanita itu mengangguk ramah. "Tunggu sebentar, ya, Bu, Pak!" Dia berlalu setelah itu, mengambilkan apa yang dipesan tamu restorannya.Tak ada percakapan berarti antara mereka. Baik Juna maupun Hilda lebih memilih menikmati makan siang mereka dalam diam. Hanya sesekali saja Juna memeriksa ponselnya yang bergetar. Ia sengaja tidak mengaktifkan suaranya agar tidak mengganggu saat ia bekerja. Satu pesan masuk dari Diva, menanyakan apakah ia jadi makan siang bersama Hilda. Juna hanya membalasnya dengan emoticon cium. Ia tersenyum, mengembalikan ponselnya ke saku bagian dalam kemeja. Hilda melihatnya, dan dia yakin pesan yang masuk ke ponsel Juna pasti dari wanita yang bangkit dari kuburnya itu. Dia kesal, tetapi menahan dirinya mati-matian agar tidak mengumpat. Seandainya saja bisa, ingin dia merampas ponsel Juna dan menghancurkannya agar Diva tak lagi dapat menghubu
Read more

Bab 124. Hilda Mengaku

Alkohol tidak hanya membuat penggunanya mabuk dan tak sadarkan diri jika dikonsumsi dalam jumlah yang melebihi kemampuan tubuh. Namun, juga membuat yang mengonsumsi menjadi seorang yang jujur. Seperti yang terjadi pada Hilda. Seandainya tidak berada di bawah pengaruh alkohol, tidak mungkin dia akan menceritakan secara gamblang tentang apa yang sudah dilakukannya sebelas tahun yang lalu kepada Diva. Sampai mati pasti akan dirahasiakannya, apalagi pada Juna."Aku ngeborong semua kartu perdana di semua ponsel yang aku temui, terus ganti nomor setiap mau kirim pesan ke Diva." Hilda tertawa disela cegukan. Dalam penglihatannya, Juna juga ikut tertawa gembira bersamanya. "Rasanya senang banget liat mukanya yang sok berani itu berkerut ketakutan." Juna mendengkus kasar. Kulit di bagian atas bibirnya terasa panas, seolah ada api menyala di dalam dadanya. Ia sangat ingin mencekik Hilda, mencekokinya dengan obat tidur dosis tinggi tanpa resep dokter agar dia juga merasakan apa yang dirasakan
Read more

Bab 125. Kejahatan yang Terbongkar

"Kamu nggak tau, 'kan, kalo kita sering ketemu pas aku udah balik ke sini?" Hilda bertanya dengan suara yang nyaris tak bisa lagi ditangkap oleh indra pendengaran. Dia sudah setengah tertidur, tetapi mulutnya masih meracau. "Aku nggak berani nyapa kamu duluan karena aku tetap nggak terlihat di depan kamu." Dia kembali terisak. Hilda sudah seperti orang gila, emosinya berganti begitu cepat. "Aku ngeliat cewek sialan itu hidup lagi, ngobrol sama teman-temannya di depan aku yang nggak mereka anggap ada. Aku kesal, Jun, aku marah kenapa dia hidup lagi."Juna kembali mengintip perekam video di ponselnya, masih aktif. Ia kembali memfokuskan perhatian pada Hilda yang masih terus mengoceh dengan suara yang sudah tidak terlalu jelas lagi. "Aku putuskan buat deketin kamu," sambung Hilda. Bahu mungilnya terlonjak ketika dia cegukan satu kali. "Aku langsung datang ke kantor kamu terus bikin janji buat ketemuan sama kamu.""Jadi, cerita mengenai klien kamu itu bohong?" tanya Juna dengan suara sed
Read more

Bab 126. Pencarian Berakhir

Musim panas di Manhattan tidak terlalu panas. Cuaca di siang hari tidak menyengat. Begitu juga saat malam hari, suhu udara cukup hangat, tidak dingin seperti saat malam hari di musim kemarau. Pukul tiga dini hari Arsen terjaga dari tidurnya karena dering ponsel yang diletakkan di atas nakas di sebelah kanannya. Awalnya, ia membiarkan, kembali melanjutkan setelah dering berakhir. Sedetik kemudian deringnya kembali terdengar. Tak ingin mengganggu tidur istrinya, pria yang terlihat semakin tampan di usianya yang lebih dari setengah abad itu memilih untuk menjawab panggilan. Dengan mata setengah terpejam karena masih mengantuk, Arsen meraih ponsel dari nakas. Ia baru tidur dua jam yang lalu setelah menyelesaikan pekerjaannya, wajar jika matanya seperti dilem saja, nyaris tak bisa dibuka. Alisnya berkerut melihat nama penelepon, berharap ada hal yang sangat penting sehingga pria itu menghubunginya di pagi buta seperti ini. Jika tidak, ia akan mendepaknya dari Williams's Enterprise. Tak p
Read more

Bab 127. Terungkap

Baiklah. Segala sesuatu memang bisa terjadi. Siapa pun orangnya bisa melakukan semua itu, tetapi untuk Hilda merupakan sebuah pengecualian. Ia memang tidak mengenalnya secara dekat, tetapi tetap saja rasanya tidak mungkin. Sungguh, jika Kevin tidak melihat dan mendengar dengan mata dan kepala sendiri, ia tidak akan memercayainya. Video berdurasi lebih dari tiga puluh menit itu diambil baru beberapa jam yang lalu. "Kayaknya sekarang dia masih belum sadar, masih pingsan di restoran tempat kita makan siang tadi." Kevin menatap Juna, meneguk ludah kasar melihat ekspresi tak terbaca di wajahnya. Mata karamel Juna memerah, tanda jika dia sedang menahan amarah. "Lu pasti juga nggak nyangka, 'kan, Vin, kalo yang kita cari selama ini adalah dia?" tanya Juna dengan gigi bergemeletuk. Ia tak habis pikir, bagaimana mungkin gadis selembut Hilda bisa melakukan hal keji seperti itu, bahkan tanpa perasaan mengaku senang atas kabar meninggalnya Diva bersama bayinya. Hilda benar-benar seorang psikop
Read more

Bab 128. Tentang Teman dan Hilda

Suara dari layar lebar berukuran satu kali setengah meter terdengar mendominasi di ruang kerja Arsyi. Sementara tujuh pasang mata menatap nyaris tak berkedip pada layar yang menampilkan adegan berlatar belakang sebuah restoran mewah. Seorang wanita cantik terus meracau dengan kata-kata yang masih bisa ditangkap dengan jelas arti dan maksudnya. Wanita itu berada di bawah pengaruh alkohol sehingga semua hal yang disembunyikannya rapat-rapat, terbongkar oleh mulutnya sendiri. Tayangan berdurasi hampir satu jam itu berasal dari ponsel Juna yang dialihkan ke mesin proyektor. Tadi malam Kevin sudah menyalinnya ke dalam mikro film dan disket. Rencananya mereka akan memberikan disket kepada pihak berwajib sebagai bukti kejahatan yang sudah dilakukan oleh wanita di dalam layar tadi. "Kalo boleh gue jujur, sebenarnya gue agak kaget dia yang ngelakuin semuanya," komentar Nora setelah tayangan berakhir. "Gue emang nggak kenal sama dia, tapi selama yang gue liat dia cewek baik-baik. Maksudnya, p
Read more

Bab 129. Penyesalan

Senyum puas tercetak di bibir sexy Juna. Akhirnya, tetapi ini baru awal karena ia tidak akan berhenti sampai Hilda membusuk di penjara. Ponselnya berbunyi, Juna yang ingin mengomentari perkataan Arsyi mengurungkan niatnya. Ia lebih memilih untuk meraih ponsel dari kantong kemeja dan memeriksa siapa yang menghubunginya. Nama ayahnya tercinta tertera di layar. Juna kembali tersenyum, orang yang ditunggunya sudah tiba. Cepat ia menggulir ikon hijau ke kanan, menjawab panggilan itu. "Where are you? Nggak ada di rumah."Ternyata bukan Daddy, tetapi Mommy yang menggunakan ponsel ayahnya untuk menghubunginya. Ataukah ia yang salah membaca nama si penelepon? Alis Juna mengernyit, ia menjauhkan ponsel dari telinga guna memeriksa. Benar, ini nama ayahnya. Berarti benar Mommy yang menggunakan ponsel Daddy."Juna di rumah Helen, Mom!" sahut Juna sambil berdiri, melangkah keluar ruang kerja Arsyi yang sedikit lebih sesak dari terakhir mereka berkumpul. "Meriksa bukti video sekali lagi. Kevin udah
Read more

Bab 130. Hilda Pelakunya

Diva menarik napas dalam, menyimpannya beberapa detik di paru-parunya sebelum mengembuskannya dengan pelan melalui mulut. Dia terus mengulanginya beberapa kali, baru berhenti setelah mobil yang dikendarai Juna memasuki sebuah gerbang dengan daun pintu berwarna hitam keemasan. Mobil berhenti di halaman, tepat di depan undakan. Diva keluar lebih dulu, dia membuka sabuk pengamannya dengan cepat sebelum Juna melakukannya. Halaman rumah ini masih sama seperti sebelas tahun yang lalu, tak ada yang berubah sedikit pun. Air mancur yang berada di bagian kiri halaman, di tengah sebuah taman mungil. Bunga mawar merah yang merupakan kesukaan nyonya rumah tumbuh dengan subur di taman itu. Sekali lagi Diva menarik napas sebelum menahannya ketika Juna mendekat dan menciumnya dengan panas beberapa saat. Mata bulat Diva membelalak, tangannya terangkat memukul bahu Juna yang dianggapnya tak tahu malu, sementara pria itu justru tertawa kecil menanggapinya. Dengan santainya Juna menarik tangannya memas
Read more
PREV
1
...
91011121314
DMCA.com Protection Status