“Mur.. bisa bicara sebentar?” suara khas Pak Dodi membuatku menghentikan langkah.“Ada apa, Pak Dod?” tanyaku.“Mur.. kamu masih marah sama saya?”“Marah kenapa?” aku mengernyit.“Yang di taman waktu itu…”“Sudahlah, Pak Dod. Gak ada yang perlu dibahas, saya permisi dulu,” ucapku sambil meneruskan langkah keluar ruangan.“Mur, sebenarnya saya….”Aku membalik badan, “bapak mau ngomong apa? Saya buru-buru, Pak.”“Saya sebenarnya ingin balikan dengan Winda, kamu bisa bantu saya?”“Saya sendiri gak punya solusi untuk membuat suami saya menjauhi dia, Pak, bagaimana saya bisa membantu bapak?” ucapku kesal.“Dia melakukan itu terpaksa, Mur.” Terlihat dari raut wajahnya, bahwa dia tidak berbohong, pria yang biasanya ceria itu kini mamasang wajah yang sangat serius. Tapi sekali lagi, aku tidak bisa percaya pada siapapun.“Terpaksa karena apa? Terpaksa harus menghancurkan rumah tanggaku?” ucapku ketus.“Benar, dia memang terpaksa membuat rumah tanggamu hancur, kalau tidak dia bisa mati..” sua
Read more