Semua Bab Yang Kau Bilang Miskin : Bab 61 - Bab 70

80 Bab

Dua Kabar Beda Rasa A

Hari berganti Minggu, lalu Minggu berganti bulan. Tak terasa, 3 bulan lebih aku tinggal di rumah baru. Beberapa bulan belakangan ini, jarang sekali main kerumah Bude Siti beliau selalu datang kesini, hampir setiap hari. Kabar Yu Santi juga entah. Kompleks rumah kami yang berjauhan membuat kami jarang bertemu. Hanya saat Nilam mulai membangun rumah Minggu lalu aku bertemu mereka. Keadaan mereka baik. Cuma aku tak melihat sosok Yu Yati kemarin. Kemana dia? "Bu Rini, kok ngelamun? Itu iwel-iwelnya ketawa lho," goda Mbak Yuni padaku. Dia tetangga baru di kompleks ini. Aku tersadar saat Mbak Yuni mengajakku bicara. Aku hampir lupa kalau sekarang lagi bantu-bantu acara syukuran bayi baru lahir, anak Mbak Nia. "Ah, enggak papa, Mbak Yuni. Saya lagi agak lelah aja." Kuulas senyuman khas Rini Wibawa. "Bu Rini, kok keliatan agak pucet, sih," Minah teryata dari tadi memperhatikan ku. "Iya, pucet loh, Bu. Sampean sakit?" tanya Bu Henny juga. Aku meneruskan membungkus kue iwel-iwel ini. "K
Baca selengkapnya

Dia Kabar Beda Rasa B

"Wah, maagnya kambuh itu 'kan nggak boleh makan kol, Yang. Yuk kerumah Ayu aja, minta obat maag," ajak Mas Bayu. Aku nurut perkataan suamiku kami berangkat ke rumah Ayu naik sepeda motor. "Eh, Rini, Bayu. Tumben sore-sore main. Lho pucet amat Rin, sakit? Ayo masuk," ucap Ayu ramah saat tau kami datang, dia sedang menyirami bunga koleksinya di depan bangunan praktek bidan miliknya.Aku dibimbing Mas Bayu berjalan masuk ke tempat praktek Ayu. "Rini ngeluh mual, tadi siang abis makan kol katanya," terang Mas Bayu. "Punya maag, ya? Coba tiduran disana, ku periksa," titah Ayu. Aku beranjak masuk ke sebuah kamar yang ada brankar pasien, berbaring menunggu di periksa, Mas Bayu menemaniku"Tensi dulu, ya. Pucet amat. Nanti hamil," goda Ayu tersenyum. "Amin, kalo hamil. Itu yang ditunggu-tunggu," Mas Bayu semangat. Ayu melakukan tugasnya, memasang alat tensi sambil ngobrol ramah. "Ah, mana ada hamil, aku lagi haid, ko," Kupupus harapan dari Ayu. "Delapan puluh, rendah ya, tensinya. Ng
Baca selengkapnya

Haruskah Aku menolongmu A

"Kenapa Bude nggak cerita sama Rini? Selama ini Bude setiap kerumah, nggak pernah ngomongin kondisi Yu Yati. Tadi Rini sempat liat video Yu Yati kaya orang stres," lirihku pada Bude. "Pakde yang melarang semua itu. Pakde nggak mau kamu kepikiran sama mereka. Pakde tau hatimu itu welas asih." Pakde Umar menjelaskan semuanya. Aku jadi menyesal sudah berucap demikian pada Bude. "Bude, maafkan Rini, sudah salah sangka sama Bude." Ku peluk erat wanita tambun di dekatku ini. Dibalasnya dengan hangat nan mesra. "Kalian mau nginep disini, atau pulang?" tanya Bude mengurai pelukan. "Kami pulang aja, Bude. Lain kali nginapnya. Nggak papa 'kan?" Mas Bayu menatap Bude sambil tersenyum. Bude menarik nafas pelan. "Ya nggak papa." Sebuah senyuman muncul bak mentari diwajah itu. Mas Bayu menghabiskan minumannya, aku juga, lalu kami pamit pulang. _________ Hari-hari berlalu terasa semakin indah, meskipun mual muntah, aku bahagia. "Mas, kok aku pingin makan bubur Isma, ya, Mas," ucapku saat ba
Baca selengkapnya

Haruskah Aku menolongmu B

Aku dan Eis berpandangan. Eis mengangkat plastik berisi bubur tepat di depan wajahku. "Pengen bubur 'kan? Nih, buat kamu aja. Hari ini, aku ngalah deh, buburnya buat kamu sama ini," ucap Eis mengelus perutku. Ia tersenyum. Aku lega akhirnya bisa makan bubur Isma. Usai sarapan bubur, Aku mandi dan bersiap hendak kerumah Yu Santi. Dimas ikut serta kerumah Yu Santi. Sampai disana, sudah ramai orang gotong royong menyelesaikan pembuatan rumah Nilam. Mas Bayu dan Dimas bergabung dengan bapak-bapak. Aku menuju dapur, bergabung dengan ibu-ibu. Wajah Bude dan Nilam senang melihatku, sambutan ramah kudapatkan dari para ibu yang membantu masak disini. "Tante Rini, selamat, ya! Akhirnya aku mau dapat ponakan baru," Nilam memelukku. "Rini hamil?" tanya seorang tetangga Yu Santi. "Iya, Tante Rini hamil!" Nilam antusias. "Berarti ocehan si Yati salah itu. Dasar mulut rongsok!" umpat ibu-ibu lainnya. Aku tersenyum kecut menanggapi ocehan mereka, lalu ikut membantu di dapur. Saat makan siang
Baca selengkapnya

Malangnya Nasib Yanti

"Kau lupa, kemarin-kemarin kau hina aku dengan umpatan-umpatan kasar, sekarang lihatlah dirimu, menangis memohon, menghiba seperti ini." Aku tau dia sedang susah, bahkan tak pantas kuperlakukan begini. Yu Santi dan Nilam terdiam, entahlah jika mereka jadi aku, apakah mau menolong orang seperti Yu Yati. "Maafkan aku, Rini. Maafkan segala kesalahanku dimasalalu, dulu aku jahat padamu. Tolong maafkan aku!" Lagi Yu Yati memohon bak adegan sinetron. "Tolong Yanti, Rini, tolong dia, cuma kamu yang bisa," tangis Yu Yati di bawah kakiku. Rasa kemanusiaan di hati ini tergugah. Jujur hati ini juga sedih melihat kondisi Yanti, sedang keadaanku mampu untuk membantunya. "Ada apa ini?" Mas Bayu muncul diambang pintu. Ku toleh, Mas Bayu mengernyitkan kening mungkin dia bingung melihat Yu Yati bersimpuh di bawah kakiku sambil menangis. "Berdiri Yu, jangan berulah yang bisa membuatku malu." Yu Yati berdiri rapuh, baru kali ini kulihat dia serapuh itu. Sumpah serapah yang sering meluncur bagai l
Baca selengkapnya

Kasihan Yanti

Ku hela nafas pelan, "Mas, niatku sedekah kok, nggak ada yang lain. Mas juga jangan su'udhon gitu. Biarin lah mau drama, pura-pura, ataupun gimana, itu urusan dia. Tujuanku sedekah aja, Mas lupa, sedekah bisa manjangin umur, membuka pintu rejeki juga. Masalah Yati mau berubah atau enggak bukan urusanku, bodo amat," jelasku pada Mas Bayu. Mas Bayu wajahnya berubah ada senyuman diwajahnya. "Kamu itu memang dasarnya baik, dijahatin juga masih baik," ucap Mas Bayu mencubit hidung ini. "Mas, setiap kejahatan, nggak harus dibalas kejahatan juga 'kan? Kalau aku balas Yu Yati dan Yanti jahat juga, apa bedanya aku sama dia?" lirihku pada Mas Bayu. "Nanti, tolong suruh Dimas ngaterin uang ke rumah sakit. Ini atas permintaan Yu Santi, kata dia di WA tadi, biar Yu Yati melek, kalau dibantu sama kita, gitu." Aku merebahkan diri di pembaringan kakiku lumayan pegel aku sedikit meringis. "Kenapa, Yang?" Mas Bayu nada bicaranya cemas. "Kakinya pegel, Mas. Badanku juga capek banget, aku istirahat
Baca selengkapnya

Nasib Malang ibu dan anak A

"Yang, Mas kedepan, ya! Nongkrong sama bapak-bapak di pos depan," ucap suamiku. Mas Bayu berdiri memakai kaos oblong dan celana pendek, kelihatan tampan bikin gemes. "Hem," sahutku fokus membaca buku KIA yang kudapat dari Ayu usai periksa kehamilan kemarin. Rumah sepi. Dimas pergi dari tadi sore, sekarang Mas Bayu pergi juga. "Sayang, kamu sama bunda, ya dirumah! Sehat selalu didalam sana, bunda nggak sabar pengen ketemu kamu," kuelus perutku ini. Berbalut baju piyama tidur motif keropi aku bersandar di ruang TV. Ponselku berdering, segera kulihat. Rupanya Eis, tumben nelpon malam-malam. "Hallo assalamualaikum," sapaku seperti biasa. Suara bising, jerit tangis seorang wanita terdengar riuh dari sambungan telepon. Ada apa sebenarnya? "Eis, hallo! Eis!" "Hallo, Rin! Hallo!" Perlahan suara Eis jelas, sedang suara jerit dan tangisan itu mulai hilang. "Kamu dimana si? Itu tadi suara siapa? Kok histeris banget." Deretan pertanyaan ku lontarkan pada Eis keningku berkerut. "Aku dir
Baca selengkapnya

Nasib Malang Ibu dan Anak B

Mas Bayu menutup pintu. Pakde Umar lalu kebelakang mungkin kedapur. Sebuah motor memasuki halaman rumah Pakde Umar. Kelihatannya motor Dimas. Kuintip dari jendela. Pakde Umar memapak Eis dan Dimas. "Mas, nanti kesana sama siapa?" Kutatap suamiku yang kini duduk di sofa. "Aku sama Pakde Umar saja. Biar Dimas jaga dirumah, kasihan dia seharian belum istirahat." Mas Bayu menatapku penuh arti. "Jadi, beneran aku ditinggal disini?" tanyaku memastikan berharap Mas Bayu mengijinkan aku ikut. Mas Bayu menarik nafas berat. "Nurut kata orangtua itu lebih baik. Jangan ngeyel!" tegas Mas Bayu. Pupus sudah harapan ini. Ekspresi Mas Bayu enggan dibantah. "Mas buatin susu dulu, nanti habis minum susu tidur. Mas nggak mau kamu begadang, kamu itu harus istirahat cukup, nggak boleh capek, nggak boleh banyak pikiran." Ih, mulai deh, ngomel. Mas Bayu bangkit meraih plastik perbekalan susu ibu hamil. Mas Bayu tuh semenjak aku hamil, suka ngomel melulu. Perhatian sih, tapi 'kan nggak enak juga kalau
Baca selengkapnya

Harus operasi

BEBERAPA MINGGU KEMUDIAN Aku dapat kejutan spesial beberapa hari yang lalu, Papa dan Mama mertua serta Bang Riza datang kemari, dua hari mereka disini, pagi ini mereka pulang. "Jaga kandunganmu baik-baik, ya, Sayang! Nggak usah pergi jauh-jauh dulu, kamu disini aja sampai nanti cucuku keluar," ucap wanita berpenampilan modis sederhana nan anggun ini, beliau memelukku berurai air mata. "Mama juga hati-hati, ya! Rini pasti rindu sama Mama," lirihku, air mata ini luruh juga. "Jangan capek-capek, ya, Nak. Papa selalu do'akan semoga menantu beserta calon cucu Papa sehat selalu." Papa mertua mengecup lembut keningku. "Rini, jagain calon keponakan Abang, ya!" Aku salim sama Bang Riza. Keluarga Mas Bayu berpamitan pagi ini, kesibukan pekerjaan kantor membuat mereka tak bisa berlama-lama disini, tiga hari yang lalu mereka datang, hari ini pulang. Mas Bayu diberi wejangan banyak oleh Papa dan Mamanya. Range Rover hitam meninggalkan halamanku. Mas Bayu merangkul pinggang ini, kami masuk
Baca selengkapnya

Selamatkan kandunganku

"Ya sudah Is. Kamu mau ikut ke rumah sakit atau pulang?" "Aku pulang aja, Rin. Yu Santi nyuruh Mas Hadi buat siap-siap nyusul ke rumah sakit. Aku tutup dulu telponnya." Sambungan telepon terputus. Aku gelisah bukan main. "Bude, Pakde. Yu Yati mau dibawa ke rumah sakit sekarang. Eis nggak ikut. Dia pulang," ucapku lirih. "Yu Yati harus dioperasi kepalanya," imbuhku. "Astaghfirullah halazim! Kasihan sekali, Yati," ucap Bude. Mas Bayu masih saja santai mendengar berita ini. "Sudahlah, Yang. Nggak usah terlalu dipikirkan, toh sekarang sudah ada Yu Santi 'kan? Aku yakin, Yu Santi bisa mengatasi semua ini." Mas Bayu berucap mantap. "Baiknya sekarang kita fokus sama acara malam ini, nanti setelah selamatan selesai, kalau mau jenguk Yati ku antar," ucap Mas Bayu. "Aku mau kekolam dulu, tadi Panjul nelpon ada yang bikin rusuh disana." Mas Bayu berlalu pergi. Ya Allah, ada saja kejadian yang menimpa di keluarga ini. Aku memilih masuk rumah, istirahat saja. Malam harinya, acara berjalan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
345678
DMCA.com Protection Status