Semua Bab Yang Kau Bilang Miskin : Bab 31 - Bab 40

80 Bab

Sepuluh Jahitan A

Pagi ini, aku terbangun setelah sayup-sayup suara sholawat dari pengeras masjid di kampung ini. Karena masih berhadas aku libur sholat. Semalam usai menyantap buah tangan Eis, ditambah rasa lelah yang bergelayut di badan, aku akhirnya memilih istirahat. Di bawah tempat tidurku, sesosok laki-laki sedang khusyuk bertahiyatul akhir. Dia lelakiku, sosok yang lembut, perhatian, penyayang yang membuatku selalu nyaman. Mataku tertuju selalu kepada lalakiku ini. "Hei, sudah bangun," sapa Mas Bayu menoleh kepadaku. Mas Bayu bangkit. Pertanyaan semalam muncul lagi dikepala ini. "Mas, aku mau tanya, jawab jujur, ya," ungkapku manja. Mas Bayu duduk diatas ranjang bersamaku. "Ada apa? Pagi-pagi kok udah ngajak wawancara," godanya padaku. Iya lah, aku mau introgasi kamu. Secara foto semalam aneh banget. "Mas, lagi bisnis apaan sih sama Bejo? Serius mau bisnis sama preman?" Mataku menatap penuh tanya pada Mas Bayu. Mas Bayu malah senyum. Ih, bukan senyuman yang ku butuhkan. Tapi jawaban. Seb
Baca selengkapnya

Sepuluh Jahitan B

Sepertinya Johan jadi topik pagi ini. Duh, aku kok ngerasa takut, ya. Secara orang itu jahat, kejam, dan super tega. Dulu, banyak luka di badan ini akibat ulah Johan. Dia yang seharusnya bisa menjadi pelindung ku karena dia kakak laki-laki tiriku, malah dengan bengis menyiksaku hingga puncaknya kaki kiri ini patah. Hal itu terjadi setelah pernikahan Yu Santi. Saat itu ayah berangkat mengirim beras ke luar kota Johan menyiksaku gara-gara aku mecahin gelas, beruntung Yu Santi datang berkunjung akhirnya aku dibawa paksa oleh Yu Santi kerumahnya. Setelah itu, baru Pakde dan Bude membawaku kerumah mereka. Seminggu dirumah Pakde, ayah datang membawakan oleh-oleh kue keju kesukaanku. Aku dipangku ayah. Itulah saat-saat terakhir aku bersama ayah. Kalau ingat semuanya, hatiku sedih bukan main. Kala itu usiaku 7 tahun. Memory itu selalu ku ingat. "Bude, jadi kepasar 'kan?" Aku muncul dari ruang tengah seolah tak mendengar apa yang mereka bicarakan. "Jadi, dong. Mau ikut?" Bude menatapku. Ak
Baca selengkapnya

Sepuluh Jahitan C

"Teriak lah sesukamu, tak akan ada yang menolong kalian!" Diki menyeringai. Segera ku tendang keras bagian sensitif milik Diki, dia jatuh tersungkur kebelakang meringis kesakitan. Aku puas bisa menendang Diki. "Si*l*n!" umpatnya geram. Sebilah pisau dikeluarkan dari balik bajunya. "Ku bunuh kau!" Teriak Diki. "Rini, ayo lari!" Bude berteriak. Posisi kami berada di kompleks pasar yang agak sepi, jadi tak begitu banyak orang disini. Aku berlari menghindari Diki. Namu, Diki berhasil meraih tasku. "Serahkan tas ini kalau kau mau hidup!" Diki mengancam ku. Bude sudah lebih dulu berlari. Aku mempertahankan tas ini, karena didalamnya ada kalung untuk Bude. Aku nggak mau menyerahkan tas ini begitu saja. Kulawan Diki sebisaku. Aku tak gentar dengan pisau ditangannya itu. "Serahkan tas ini!" Bentak Diki lagi. Dengan sigap ku sikut Diki tepat mengenai ulu hatinya yang hendak menyekapku. Rasain kamu! Tanpa ku duga, dia menghujamkan pisau kearahku, segera aku berkelit secepat kilat. Beru
Baca selengkapnya

Buah Ngeyel A

"Mas, ayo pulang," lirihku. Lama-lama di klinik membuatku agak mual, bau menyengat obat-obatan di ruangan ini sangat menggangu penciumanku. Mas Bayu malah duduk di kursi yang tersedia. Mukanya itu loh cemberut, ih. "Panggilin Bude, dong! Aku mau kasih kalung ini, habis itu kita pulang, ya" pintaku manja. "Kamu itu belum di bolehin pulang sama dokter, masih observasi. Kamu pikir luka di lengan itu sepele? Enggak, Sayang! Lukamu itu cukup serius, pendarahan nya juga lumayan, udah disini dulu tunggu dokter kasih ijin." Mas Bayu membuang muka sambil bersedekap dada. Ngambek beneran nih kayaknya My swety. Oke aku memang salah udah ngeyel. "Mas, bilang aja sama dokternya aku nggak papa. Lagian aku udah sadar 'kan." "Pokoknya nanti. Titik!" Ih, Mas Bayu mulai deh. Aduh, sakitnya lumayan nih tangan. Mana darahnya nembus perban lagi. Kulihat tangan yang diperban ini sambil meringis merinding melihat darah. "Tuh liat, rembesan darahnya masih ada 'kan? Bentar Mas panggil suster dulu." Ma
Baca selengkapnya

Buah Ngeyel B

Deg Telinga yang dengar suara Mas Bayu, tapi kok sakitnya tuh disini, didalam dada ini, badanku lemas seketika. Mas Bayu nggak pernah menyentak ku. Ku tatap sendu Mas Bayu. Air mataku jatuh tanpa aba-aba. Sentakan Mas Bayu menggores hati, lebih sakit daripada luka di lengan ini. "Rini, maaf, Sayang. Mas nggak bermaksud membentakmu." Mas Bayu langsung mendekatiku saat melihat air mata ini. "Maaf, Sayang." Mas Bayu memelukku, tapi ku tolak secara halus. Air mata ini luruh. Ku buang muka ini. "Aku tau, aku salah Mas,"lirihku. "Permisi, saya cek pasien dulu, ya!" Seorang dokter laki-laki masih muda menghampiri ku. "Lho, kenapa nangis Mbak?" Dokter itu bertanya saat melihatku nangis. "Sakit, Dok," jawabku singkat. Sakit, hati ini sakit Dokter, dibentak suamiku sendiri. Air mata ini luruh. Mas Bayu menyeka air mataku. Ih, sok perhatian 'kan. Tadi marah, sekarang perhatian. "Ya, namanya luka baru, Mbak, apalagi ini cukup serius, perbannya saya buka dulu, mau saya cek lukanya." Dokte
Baca selengkapnya

Buah Ngeyel C

"Saya masih bisa jalan sendiri kok, Sus. Nggak usah pake kursi roda nggak papa 'kan?" Ku ulas senyuman kepada suster, walau badan ini rasanya mulai lemes. Tapi, tetep aja nolak pakai kursi roda. Aku turun dari brankar UGD, di bantu Eis dan Bude, waduh kok agak kliyengan ya? "Bentar, kok kliyengan begini!" ucapku sambil terpejam. "Makanya, saya bawain kursi roda, Mbak. Biar Mbak nya nggak perlu jalan." Tangan Eis sepertinya memegangi tubuhku. Kenapa rasanya kaya muter-muter begini. Tubuh ini seperti limbung. "Permisi biar Bayu aja, yang bantuin Rini." Ku dengar Mas Bayu bersuara. Seketika ku rasakan ada yang memegangi tubuh ini lebih sigap. Kepalaku pusing banget. Mendadak lemes pula. "Lemes, Mas," lirihku. "Sus, kata istri saya, dia lemes." Mas Bayu laporan. "Mbak Rini lemes, duduk dulu, biar saya cek tensi darah nya." Mataku masih terpejam menahan rasa pusing, lemas, bercampur sakit. Duh, nggak enak, swer deh. "Duduk dulu, Yang." Mas Bayu perlahan mengarahkan aku duduk. "
Baca selengkapnya

Teror Dari Johan A

Sore ini, aku diperbolehkan pulang dari klinik, setelah rawat inap dari kemarin siang. Aku seperti anak kecil yang apa-apa harus dibantu. Jujur, rasanya kurang nyaman. Tapi, gimana lagi, tangan kananku sakit. Seperti sekarang, usai mandi aku di bantu Mas Bayu memakai baju. "Mas, aku nggak enak loh sama Bude dan Pakde, ngerepotin begini. Maafin aku juga udah nggak nurut kemarin," lirihku usai Mas Bayu memakaikan aku baju kemeja. "Itu bukti bahwa kami semua sayang sama kamu. Mas udah maafin kamu. Udah jangan dipikirin. Sekarang ayo keluar makan dulu, pakde Umar tadi manggang ikan gabus buat kamu," ucap Mas Bayu sambil memakaikan hijab padaku. "Mulai sekarang, kita harus lebih hati-hati, menurut Bejo, Diki melarikan diri usai mencelakai kamu. Dan tadi siang, anak buah Bejo bilang, Johan mulai terlihat di sekitar pasar." Mas Bayu wajahnya serius.Mas Bayu berjongkok dihadapan ku yang duduk diranjang. "Sayang, berjanjilah jangan membuat kami semua khawatir lagi. Lihatlah semua yang ada
Baca selengkapnya

Teror Dari Johan B

"Mas, Eis, Mas!" Aku hampir menangis. "Johan itu kejam, Mas. Aku takut Eis kenapa-kenapa," lirihku. "Sssst!" Tenanglah, Mas janji, Eis pasti pulang. Sekarang kamu makan dulu dibelakang sama Bude, ya. Jangan bilang masalah ini sama Bude dan Pakde, nanti mereka khawatir. Mas akan bereskan masalah ini." Mas Bayu memelukku. Ia menghapus air mata ini. Eis, aku kepikiran Eis, semoga dia baik-baik saja. Aku keluar kamar menuju dapur. "Bude, titip Rini, ya, Bayu ada urusan sebentar," ucap Mas Bayu menyembunyikan semuanya. "Oh, iya, biar Rini Bude suapin," ucap Bude terseyum. Mas Bayu lalu mencari Dimas kemudian pergi. Aku hanya bisa berdo'a Eis baik-baik saja. Bude menyuapi ku dengan penuh perhatian. Tapi, aku nggak selera. Pikiranku terus tertuju pada Eis. _________ Hari sudah malam, sampai ba'da Isya' suamiku belum pulang juga. Hatiku khawatir. "Rin, kemana sebenarnya Bayu? Kok belum pulang? Eis juga belum pulang," ucap Bude mendekatiku yang sedari tadi mondar-mandir di ruang tamu.
Baca selengkapnya

Teror Dari Johan C

"Saat ini, kita hanya bisa menunggu Johan berbuat onar hingga polisi mengendus kejahatannya. Maaf, Mas sudah terikat janji dengan Johan untuk tidak mempolisikan kasus kedua adiknya lagi." Mas Bayu tertunduk. Aku tak percaya dengan semua ini. Kenapa Mas Bayu bisa begini. Dengan di bebaskannya Yati, bisa tambah besar kepala dia. Apalagi sekarang kedua kakaknya itu berkumpul. Akan tambah songong pasti. "Demi keselamatan ku, Bayu melakukan semua itu, Rin. Bayu di jebak Johan sama Diki." Eis ikut bicara. "Benar-benar biang onar dua kakak beradik itu!" Pakde wajahnya geram. "Mulai sekarang, jika akan pergi keluar rumah, semua anggota keluarga harus siap dikawal, saya dan Bejo beserta anak buah Bejo siap mengawal semuanya sesuai perintah Pak Bayu," ucap Dimas. Aku kesal, kenapa sih, masalah dalam hidupku ini sumber biang keroknya dia lagi dia lagi. Kenapa nggak membusuk di penjara saja si Johan itu. Tapi, aku yakin Mas Bayu sudah mengambil jalan terbaik. "Mulai sekarang, kita harus was
Baca selengkapnya

Biang rusuh A

Pagi datang menyapa, aku menunggu bubur Isma, setelah beberapa hari dia tak berjualan, ku harap hari ini dia berjualan. Kejadian semalam, masih segar dalam ingatan, tentang teror ancaman itu. Apalagi sekarang Yu Yati telah bebas dari penjara tanpa syarat, pasti makin songong dia. "Rin, kamu pagi-pagi kok sudah nglamun," tegur Pakde Umar kepadaku yang duduk di teras L. "Rini nungguin Isma, Pakde. Rini pengen makan bubur Isma, Pakde. Makanya Rini tunggu disini. Tapi kok belum lewat juga, apa dia nggak dagang?" tanyaku pada Pakde. "Mungkin, ini belum datang. Tunggu didalam saja, disini dingin." Pakde menyuruh ku masuk. Aku nurut sama ucapan Pakde, berjalan gontai menuju dapur, aku duduk malas di kursi ini. Roti tawar, selai, dan seduhan teh di teko terhidang di meja ini. "Rin, kenapa mukanya kucel begitu?" Eis datang menyapa. "Pengen bubur Isma, tapi kok nggak lewat juga," ucapku sedih. "Datengin aja kerumahnya, mau ku anterin?" tawar Eis. "Eh, Rini nggak boleh keluar rumah jauh
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234568
DMCA.com Protection Status