Semua Bab Yang Kau Bilang Miskin : Bab 21 - Bab 30

80 Bab

Kabar Dari Ayu

"Bapak-bapak dan ibu-ibu, serta semua yang hadir disini, saya minta dengan hormat, kalian bersedia menjadi saksi kalau ucapan Yu Yati kepada saya nanti tak terbukti. Bagaimana, kalian bersedia?" Mas Bayu mencoba berdialog dengan semua orang yang ada disini. "Cukup Bayu, nggak usah libatkan mereka," Yu Yati mendekati Mas Bayu wajahnya masih pucat pasi. Mas Bayu tersenyum tapi kelihatan mengejek. "Kenapa? Kok mukanya pucat gitu? Yayu sakit?" Mas Bayu malah sedikit sok perhatian sama Yu Yati. "Ku bilang jangan libatkan mereka. Mereka nggak tau apa-apa. Jangan kau hasut mereka untuk menjadi saksi dan apalah itu," Yu Yati kulihat berkeringat. Kenapa dengan Yu Yati? Dia takut? Kemana suaranya yang lantang itu? Kok sekarang melempem seperti kerupuk tersiram kuah soto. "Saya nggak menghasut mereka, Yu. Saya bicara apa adanya," ucap Mas Bayu ramah banget. Gelagat Yu Yati kulihat gelisah, menunduk, tangannya yang memegang plastik entah apa isinya, kulihat gemetar. "Sudahlah, Yu. Jangan t
Baca selengkapnya

Tamu Tak diundang

"Mas, kamu nggak serius 'kan sama omongan di dapur tadi?" tanyaku pada Mas Bayu. "Maksudnya, ancaman masukin Yati kepenjara?" Mas Bayu balik bertanya, kini Mas Bayu menatapku dalam-dalam. Duh, kayaknya dari ekspresi Mas Bayu ini, beneran deh. "Tenang aja, Mas pastikan Yati mendekam di penjara. Mas pengen dia jera biar nggak asal ngomong. Untung kita yang dihina, kalau orang lain gimana?" Mas Bayu bangkit. "Mau pada pesen apa? Kita nongkrong disini aja dulu," ucap Mas Bayu. "Mie ayam, Bay!" Eis menyahut. "Saya Kopi aja, Pak," Dimas pesan juga. "Kamu, Yang?" Mas Bayu bertanya kepadaku. "Apa ajalah, Mas. Terserah deh." Hatiku gundah gulana. Kenapa sih aku nggak bisa bodo amat sama Yu Yati? Padahal jelas-jelas kelakuannya itu bikin darah tinggi terus. "Yang, pesen apa? Terserah itu bukan nama makanan." Mas Bayu memaksaku memesan makanan. "Es kopi kapucino aja, kalo ada," jawabku malas. "Kalo nggak ada?" Lagi-lagi Mas Bayu bertanya. Lama-lama ngeselin ah, nggak tau aku lagi mume
Baca selengkapnya

Video Viral A

Berada dipelukan Mas Bayu membuatku nyaman. Allah telah mengirimkan sosok malaikat tanpa sayap dalam rupa Mas Bayu. Perut ku kompres menggunakan botol air panas. Sedikit demi sedikit, sakitnya mereda. "Rin, mandilah dulu biar seger, ada air hangat itu, direbusin pakdemu. Nanti gek sarapan dan minum jamu." Bude berucap di ambang pintu. "Iya, Bude. Makasih, ya," lirihku. Bude menghilang, mungkin beliau ke dapur lagi, atau entah kemana. "Mau mandi sekarang?" Mas Bayu yang masih setia menemaniku bertanya. Aku mengangguk. Lalu bersiap ke kamar mandi. Mas Bayu membawa baju kotor yang ada di keranjang. "Baju kotornya biar Mas aja yang nyuci, kamu nanti istirahat aja." Hem, benar-benar suami idaman. Mas Bayu membantuku berjalan menuju kamar mandi. Aku duduk di kursi meja makan, perutku sudah agak mendingan. Air mandiku di siapkan oleh Mas Bayu. "Bude, Eis mana?" tanyaku pada Bude yang kulihat sedang memeras sesuatu. "Eis lagi beli gula merah, sama asem Jawa, di warung sebelah," jawa
Baca selengkapnya

Video Viral B

[Kasihan anakku, jadi korban wadal pesugihan orang tak tau diri] Status yang satunya tak kalah menguras emosi. [Gara-gara ulah si miskin Rini itu, anakku menderita] Benar-benar memuakkan si Yu Yati ini. Lihat saja akan ku screenshot status ini, biar jadi bukti rekam jejak media sosial yang akan menyeret dia ke penjara. Aku diantar Eis ke rumah Yu Santi, suasana ramai juga, aku segera menuju tenda dapur, biasanya ibu-ibu sibuk disana. Benar saja banyak ibu-ibu berkumpul sambil mengelap perabotan pecah belah. "Assalamualaikum," sapaku kepada mereka. "Wa'alaikum salam." Mereka menjawab serentak. "Eh, hati-hati jangan dekat-dekat dia, Rini itu lagi nyari tumbal pesugihan," seorang ibu berwajah menor tetiba bercuit menyebalkan. "Heh! Hati-hati kalo ngomong. Bisa dimasukin penjara sama suaminya. Jangan asal tuduh," bela seorang ibu berhijab ungu. Aku duduk di dekat Isma, ternyata dia disini. "Sabar ya, Mbak Rini. Aku yakin Mbak Rini nggak begitu. Kalau memang Mbak Rini ini nyari tu
Baca selengkapnya

Rini syok A

"Mbak Rini, aku siap kok, kalo dijadikan saksi atas pitenah si Yati semalam," Ibu muda yang tau siapa aku sebenarnya ini bersikap manis terhadapku. Hem, beginilah watak manusia. Gonjang-ganjing, bisa berubah sewaktu-waktu. "Hem, itu urusan suami saya, Mbak," lembutku padanya. "Gimana Mas Bayu nanti, apa dia mau jeblosin Yu Yati beneran apa enggak. Tapi, suami saya itu nggak pernah main-main sama ucapannya." Semua mata menatapku. Entahlah sepertinya mereka semua memikirkan sesuatu yang aku tak tau. Ponselku bergetar. Ku lihat, ternyata Ayu mengirim pesan. [Rin, ibunya Yanti ngamuk di klinik. Nggak ada keluarga lain disini. Kamu kenapa nggak datang kesini?] Ternyata benar, Yu Yati ngamuk di klinik. Tapi kok suami Yu Yati nggak disana, kemana dia? Segera ku balas pesan Ayu. [Maaf, Yu. Perutku sakit aku datang bulan. Jadi nggak bisa kesana] terkirim. [Oh, ya dah nggak apa. Masih mau foto yang kau minta semalam?] Balasan Ayu. [Oh, tentu. Aku nungguin loh. Itu penting buatku] [Bai
Baca selengkapnya

Rini syok B

"Tante, kenapa semua ini harus terjadi?" Nilam menangis di pelukanku. "San, yang harus kamu lakukan, tanya ke Yanti siapa yang menghamili dia. Kalau sudah tau, nikahkan mereka segera," tegas Bude Siti. Nilam semakin tersedu, dalam pelukanku. Yah, aib akibat ulah Yanti tentu saja mencoreng keluarga ini, termasuk aku, dan keluarga Bude Siti juga harus ikut menanggung malu. ________________ 2 HARI KEMUDIAN .... Hari ini ijab qobul Yanti, dilakukan di rumahnya, setelah sebelumnya ada aksi kejar-kejaran pada calon pengantin pria, yang notabene nya adalah suami orang. Dan parahnya lagi, si pria calon suami Yanti itu istrinya kerja keluar negeri demi kesejahteraan keluarga, eh, malah disini suaminya berkhianat. Miris sebenarnya, tapi inilah kenyataan. Aku, Pakde Umar dan Bude Siti, hadir di acara ini. Mas Bayu katanya ada urusan, katanya pengen melihat tanah disini yang akan dibeli untuk investasi. Ijab qobul terucap sudah, Yanti yang berbaju gamis biasa kelihatan pucat, sementara Her
Baca selengkapnya

Tebusan 25 juta A

"Dengarkan penjelasan Pakde Rin, jangan emosi dulu. Bukan Bayu yang merencanakan ini. Tapi Pakde, Pakde yang merencanakan. Maaf, kalau harus melibatkan Bayu." Pakde Umar meminta maaf kepadaku. "Pakde, susah payah aku membangun agar hubunganku dengan Yu Yati harmonis. Kenapa sekarang malah begini. Yu Yati tambah membenciku Pakde." Ku berkata sambil menagis. Di dunia ini, kurasa nggak ada yang mau bermusuhan dengan saudara. "Yang, dengerin Mas. Untuk apa berkorban meraih cinta satu orang, bila ada sepuluh orang lebih yang mencintaimu tanpa menuntut apapun darimu. Kami disini sayang kamu, Rini." Mas Bayu memelukku. "Sudahlah, jangan bersedih. Biarkan hal ini mengajarkan Yu Yati sesuatu yang berharga, yaitu menjaga mulut dan ucapannya, agar tak asal bicara." Mas Bayu terus berusaha menenangkan ku. Sementara aku masih menangis, aku benci diriku! Kenapa nggak bisa berlaku tega sama orang yang jelas sudah merampas kebahagiaan ku. Aku malah terjebak dalam perasaan bersalah atas masuknya
Baca selengkapnya

Tebusan 25 juta B

Bungkusan apa, ya? Aku penasaran. Apa yang hendak Yu Santi bicarakan lagi? Bukanya masalah Yu Yati sudah gamblang? Aku menanti penjelasan Yu Yati. "Rin, tolong terimalah uang ini," Yu Santi kelihatan serius. Wajah teduh yang selalu ku rindukan saat dulu aku di sakiti oleh saudara tiri yang lain. Yu Santi penolongku. "Uang apa ini, Yu?" Jujur aku tak mengerti. "Uang ini, sebagai mahar, atau tebusan atas semua tanah yang seharusnya bukan jatah Yayu. Tanah hasil rampasan saudaraku terhadapmu, yang kini menjadi bagian Yayu." Suara Yu Santi terdengar bergetar. "Jumlahnya tentu saja lebih sedikit dari tanah yang di berikan oleh emak kepada Yayu. Namun, Yayu berusaha untuk menebus semua tanah ini dengan uang yang tak seberapa jumlahnya. Andaipun kamu nggak terima uang ini, dan meminta hakmu kembali ... Yayu ikhlas memberikan tanah yang tersisa itu kepadamu." Yu Santi nampak sedih sekali. Aku terkejut dengan ucapan Yu Santi barusan. Apa ini? Mengapa sikap Yu Santi begini? Kedatangan ku ke
Baca selengkapnya

Dua Malaikat Rini A

Mau kuapakan uang ini? Untuk berdonasi di panti asuhan, dan anak yatim, aku dan Mas Bayu sudah menyiapkannya, bahkan di beberapa yayasan panti asuhan aku dan Mas Bayu menjadi donatur tetap disana. Sudahlah, nanti saja ku diskusikan kembali sama Mas Bayu. Yang penting sekarang uang tebusan ini sudah ku trima, semoga tak ada lagi musibah ataupun karma yang menimpa keluarga Yu Santi. "Rini, Bayu, kapan kalian pulang ke kota?" Pakde Umar angkat bicara mengalihkan topik kami. Aku dan Yu Santi bangkit, kembali duduk di bangku masing-masing. "Em, kami masih pengen liburan disini, Pakde. Jika Pakde Umar dan keluarga tidak keberatan, kami ingin lebih lama disini. Kasihan Rini, pasti dia masih Rindu. Takutnya nanti pas pulang ke kota, Rini sedih lagi. Biar istri ku ini puas dulu melepas rindunya," terang Mas Bayu dengan ekspresi wajah yang meyakinkan. Ku lihat binar bahagia di mata Bude Siti, dan yang lainnya. "Tentu kami senang kalian berlama-lama disini. Bude masih rindu sama Rini. Mala
Baca selengkapnya

Dua Malaikat Rini B

"Iya, Pakde, kenapa?" tanyaku lembut. "Rini, pakde ingin mengembalikan amanah yang dulu ayahmu berikan pada pakde. Sawah seperempat hektar yang ayahmu berikan sebelum ia menutup mata. Dulu, setelah kau kami bawa kerumah ini, saat kakimu patah, ayahmu mengamanahkan sawah itu untuk pakde garap yang hasilnya untuk biaya sekolahmu. Kini kamu sudah menikah. Jadi pakde kembalikan sawah itu." Pakde Umar berbicara santai penuh wibawa. Ku tatap lekat wajah Pakde Umar yang tak lagi muda, "Kenapa harus dikembalikan, Pakde?" lirihku. "Pakde garap saja, ya!" pintaku selembut mungkin. Aku tak ingin melukai Pakde, laki-laki pengganti ayahku. Ku sadar, berjuta-juta uang yang ku punya, tak akan mampu membayar semua kasih sayang Pakde dan Bude terhadapku usai kepergian ayah. "Amanah itu telah selesai, Nduk. Kini saatnya pakde kembalikan kepada yang lebih berhak." Senyuman khas pakde yang meneduhkan itu terlukis indah di wajah tuanya. "Tidak, Pakde. Amanah itu belum selesai, Rini masih ingin menjad
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234568
DMCA.com Protection Status