Semua Bab Kekasih Diam-Diam Sang CEO: Bab 21 - Bab 30

87 Bab

Ruang Kerja

Suasana pagi di kantor setiap harinya hampir sama. Sunyi, masih belum terdengar suara adu jari dan mesin ketik, atau obrolan ringan hingga serius yang selalu menggema di seluruh ruangan. Hal itu kadang membosankan, tetapi, ini juga yang akan sangat dirindukan jika suatu saat memutuskan untuk hengkang dari kantor. Laras, salah satu karyawan yang datang lebih pagi dari lainnya. Hari ini Laras datang sendiri, bukan karena usaha Aidan untuk mengantarnya ke kantor. Aidan sempat menghilang semalam. Makanya pagi ini Laras memutuskan untuk pergi bekerja sendiri. “Kak Aidan kemana, ya?” ujar Laras ketika sudah menduduki kursi kerjanya. Ia membuka riwayat chat bersama Aidan. Belum juga ada kabar baru yang Laras terima. “Jangan-jangan sakit?” kata Laras tiba-tiba heboh sendiri.“Kamu kenapa, Ras?” Namira datang melihat juniornya itu sedang panik. Ia merasa heran namun juga khawatir sebab Laras sendirian di sana. “Eh Kak Namira sudah masuk kantor?” pertanyaan ini mengalihkan rasa penasaran Namir
Baca selengkapnya

Gosip Hangat Pagi Hari

Keluar dari ruangan Dewangga Namira menjadi pusat perhatian. Langkahnya dinanti oleh setiap rekan kerjanya yang mendengar gosip dari Ailin. Mereka masih menerka-nerka. Apakah memang yang diceritakan Airin adalah kenyataan, atau hanya karangan yang tiada habisnya. “Namira, kenapa kok pakai ngerapiin baju segala?” tanya salah satu teman kantor yang berdiri dipihak Airin. “Hah? Maksudnya?” Namira tidak paham dengan pertanyaan itu. Ia baru saja keluar dan membereskan pekerjaan pertamanya hari itu, tetapi, semua temannya justru memberikan tuduhan yang aneh. “Kan Lo baru saja keluar dari ruangan bos, tapi kok keliatannya gugup dan merapikan semuanya begitu,” tambah salah satu teman kerja yang lain. Namira semakin tidak mengerti dengan yang mereka bicarakan. “Nggak usah dengerin, Ra!” celetuk Nimas membela sahabatnya.“Gue tadi mau masuk ruangan Pak Dewangga, tapi, nggak sengaja lihat kalian sedang pelukan,” kata Airin menggiring opini lagi. Namira berhenti dari langkahnya barusan. Ia langs
Baca selengkapnya

Hari yang Sibuk

Pagi buta Namira sudah dikagetkan oleh dering dari ponselnya. Ia mengira suara itu berasal dari alarm yang dipasang tadi malam. Ternyata bukan, dering itu memang sebuah panggilan berulang kali dari Dewangga. Namira yang tadinya masih ngantuk dan sulit membuka mata langsung loncat ketika tahu panggilan itu dari Dewangga. “Ehemm,” Namira mengetes suaranya terlebih dulu agar tidak dikira baru bangun tidur. Beberapa tarikan napas Namira lakukan, supaya lancar menjawab pertanyaan apapun dari Dewangga. “Halo, selamat pagi, Pak Dewangga,” sapa Namira dari kamarnya yang masih cukup gelap. “Selamat pagi Namira, maafkan saya harus menelepon kamu sepagi ini,” ujar Dewangga setelah Namira akhirnya menjawab teleponnya.“Ada yang bisa saya bantu, Pak?” tanya Namira dengan rasa penasaran juga deg-degan. Sebab, jika Dewangga menelepon diluar jam kerja tandanya ada sesuatu yang penting dan urgent. “Iya, saya butuh bantuan kamu. Pagi ini saya akan kedatangan tamu. Tamu penting untuk saya, jadi, tolong
Baca selengkapnya

Sarapan Spesial

Pandangannya mulai gelap. Kepala pun terasa berat. Entah terlalu banyak beban pekerjaan atau ada hal lain. Tangan Namira langsung meraih meja di ruangan Dewangga. Ia pejamkan matanya sejenak, menunggu semua membaik. Beberapa detik, Namira menundukkan kepala, mencengkeram erat ujung meja yang ternyata sedikit memberi luka di bagian telapak tangannya. Namira masih berusaha berdiri. Meski kedua kakinya mulai gemetar, tak kuat lagi menopang tubuhnya yang masih tegar di ruangan Dewangga. “Awww,” keluh Namira sendirian. Di ruangan kerja Dewangga sudah tidak ada siapapun. Semua orang yang tadi datang sedang sibuk atas perintah yang Namira berikan. Beberapa detik kemudian, tangannya mulai terlepas, tubuhnya hampir saja tergeletak di lantai.“Namira!” tangan Dewangga meraih tubuh Namira yang hampir terbaring di lantai ruang kerjanya. “Kamu kenapa?” suara Dewangga terdengar samar. Namira belum bisa penuh membuka matanya. “Namira,” Dewangga merenggut badan Namira dan mengangkat ke sofa. Namira s
Baca selengkapnya

Tamu Yang Ditunggu

Dewangga tidak membiarkan Namira bangun dari sandarannya. Ia tahu, sekretarisnya sedang butuh istirahat. Maka, ia akan membiarkan terus berbaring di sofa ruang kerjanya. Semua yang terjadi pada Namira hari ini juga salah satu kesalahannya. Dewangga menyadari dan menyesali. “Hai! Kenapa nggak kasih kabar dulu kalau sudah sampai?” sapa Dewangga kepada tamunya. Tamu Dewangga merasa sedikit canggung karena keberadaan Namira. Sementara itu, Airin masih ingin terus di sana dan melihat apa saja yang akan terjadi di dalam ruangan Dewangga. “Airin, terima kasih sudah mengantarkan tamu saya ke sini. Sekarang, kamu bisa kembali bekerja!” ujar Dewangga mengusir Airin secara halus. Wajah Airin langsung berubah 180 derajat. Ia kesal dan merasa tidak dianggap.“Huh! Liat saja, ya. Nanti berita ini akan kesebar sampai pelosok kantor!” gumam Airin melampiaskan kekesalannya karena diusir oleh Dewangga. “Terima kasih!” ucap tamu Dewangga kepada Airin. Dengan terpaksa Airin pun keluar dan meninggalkan De
Baca selengkapnya

Perasaan Tak Tenang

Badan Namira masih belum fit sepenuhnya. Terkadang lemas dan sakit kepala menyerang Namira tiba-tiba. Namun, karena masih banyak pekerjaan yang harus Namira kerjakan, ia belum bisa mengistirahatkan tubuhnya barang sejenak. “Saya siapkan makan siang di ruang kerja bapak atau bapak ingin makan siang di restoran?” tanya Namira memastikan keinginan bosnya untuk makan siang. “Di ruangan saya saja,” jawab Dewangga yakin. Namira mengangguk tanda mengerti. Anggara juga tidak keberatan dengan keputusan Dewangga untuk makan siang di kantor. “Baik, saya akan segera siapkan,” ucap Namira dengan tubuh yang berkeringat karena menahan demam, juga lemas yang saat itu sedang melandanya. “Terima kasih, Namira!” ujar Anggara sebelum Namira keluar dari ruangan.Lagi-lagi, Namira hanya memberi senyum tipis dan anggukan, ia tidak banyak berkomentar karena tidak ingin ada anggapan jika Namira sedang cari muka atau cari perhatian. Tangannya masih memegang daun pintu ruangan Dewangga. Jika dilihat seksama, ta
Baca selengkapnya

Tatapan yang Melemahkan

“Namira, apa kamu baik-baik saja?” tanya Dewangga yang tiba-tiba sudah berada di depan Namira. Bos Namira itu sengaja meninggalkan tamunya sejenak untuk melihat keadaan Namira. Ia terlalu gelisah dan akhirnya memutuskan untuk memantau keadaan Namira sendiri. Namira terbangun, ia kira suara Dewangga hanya dalam mimpinya. “Pak Dewangga?” Namira begitu terkejut melihat sosok Bosnya sudah berada di depannya. Ia salah tingkah, mencoba bangun dari rebahannya namun ternyata tubuhnya masih lemah. “Biarkan saja tubuh kamu rebahan. Jangan dipaksa,” ujar Dewangga sedikit gugup karena takut banyak yang kepo dengan tingkahnya. “Ada yang bisa saya kerjakan, Pak? Emm, atau makanannya kurang, ya? Atau tidak enak? Atau....” Namira terus mengeluarkan kalimat khawatir atas apa yang dikerjakan OB. “Sssst, tenang saja. Semua baik-baik saja,” jawab Dewangga bijak.“Sepertinya kamu demam tinggi. Saya antar ke rumah sakit, ya?” Dewangga memegang kening Namira. Suhu tubuhnya memang terasa sangat panas. Apalag
Baca selengkapnya

Tanpa Diinginkan

Suasana kantor terasa ada yang berbeda. Entah karena memang ada yang berubah atau hanya perasaan Namira saja. Sejak kejadian ia dibopong oleh Dewangga, Namira merasa dirinya seperti anak baru. Ia takut menghadapi banyak orang yang berada di kantornya. Padahal, ia salah satu karyawan yang paling senior. “Hmm, gue kayak nggak siap menghadapi hari ini,” ujar Namira lirih. Setelah ia sembuh dari demam dan rasa lemas berlebihan, ia kembali ke kantor. Banyak pekerjaan Dewangga yang tertunda pun kacau. Ia merasa bersalah pastinya, tetapi, ini semua juga bukan keinginan Namira. “Semoga hari ini berjalan dengan baik. Tidak ada mulut jahat yang sengaja membuatku merasa tidak nyaman masuk ke kantor,” ucapnya lalu memantapkan hati untuk melangkah ke dalam kantor. “Kak Namira!” panggil seseorang dari arah samping. Namira sudah tidak asing lagi dengan suara itu. Ia langsung menoleh dan berniat memberi sapaan kepada Laras. “Kak!” panggil Laras lagi sembari melambaikan tangannya karena Namira belum m
Baca selengkapnya

Tiba-Tiba Hilang

Sudah hampir menjelang makan siang, namun, Dewangga masih belum terlihat di kantor. Namira memiliki waktu luang untuk mengerjakan pekerjaan lainnya selagi Dewangga belum datang. Tetapi, hal ini juga menjadi beban pikirannya. Dimana Dewangga, sedang apa, kenapa, dan bagaimana keadaan Dewangga selalu menempel di pikiran Namira hari itu. Dari pagi hingga hampir makan siang, Namira selalu bertengkar dengan pikirannya tentang Dewangga. Ia sudah bolak balik masuk ke dalam ruangan Dewangga, memastikan semua hal yang Dewangga mau sudah disiapkan. Tetap saja, bosnya itu belum duduk di kursi kerjanya dengan gaya cool yang membuat hampir seluruh karyawan perempuannya mati kutu jika ditatap. “Untung aja hari ini nggak ada meeting pagi sama klien,” ujar Namira masih terus gelisah.Tangannya luwes berada di atas mouse, lalu, tatapannya serius menatap layar laptop di depannya. Sayangnya, pikiran Namira tidak ada di sana. Pekerjaan yang sedang ia selesaikan pun akhirnya melambat. “Kemana ya Pak Dewan
Baca selengkapnya

Masalah Sesuai Sakit

Hatinya berdebar, perasaannya tidak tenang. Gelisah, khawatir, dan cemas semua campur jadi satu. Pun dibalik itu semua, masih ada perasaan sungkan dan ragu. Takut jika keputusannya kali ini ternyata salah dan membuat masalah. “Masuk atau engga, ya?” Namira masih terus tidak percaya diri pada pilihannya. Padahal ia sudah sampai di hotel tempat Dewangga tinggal saat ini. Namun, kakinya berat untuk langsung melangkah ke kamar Dewangga. “Kalau ada apa-apa sama Pak Dewangga gimana, ya?” Kuku jarinya menjadi korban kegalauannya saat itu. Tidak ada yang bisa ia ajak diskusi tentang hal ini. “Sudahlah, aku harus profesional!” ucapnya lalu keluar dari mobil dan segera menuju ke lantai dimana kamar Dewangga berada.Namira menebar senyum ke beberapa petugas kebersihan hotel. Meski hatinya sedang tidak karuan, ia tetap berusaha untuk terlihat baik-baik saja di depan orang lain. Tombol lift sudah ia tekan sesuai dengan tujuannya. Namira hanya tinggal menunggu lift itu mengantarkannya ke lantai kam
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
9
DMCA.com Protection Status