Home / Romansa / Dicampakkan Setelah Malam Pertama / Chapter 161 - Chapter 170

All Chapters of Dicampakkan Setelah Malam Pertama: Chapter 161 - Chapter 170

298 Chapters

Part 161. Fakta 

“Jangan mengada-ada, Gema!” Ibu Gema tak terima dengan apa yang didengarnya. Tentu saja ini bukan hal yang mudah diterima oleh akal sehat sekalipun. Bagaimana mungkin Marta yang dikenal baik itu pernah mengabaikan seorang anak? Dan setelah puluhan tahun, mereka dipertemukan kembali? Mana mungkin. “Terserah saja kalau Mama nggak percaya. Lagi pula, Tante Marta sendiri yang sudah menyelidikinya. Lalu, kami pun tak mau kalah. Dan ternyata, memang benar.” “Nggak mungkin!” Suara itu bukan suara ibu Gema. Tapi suara seorang perempuan yang berdiri kaku di ambang pintu antara ruang keluarga dan ruang tamu. Rosa ada di sana. Menatap semua orang yang tengah duduk di sofa melingkar di depannya. Raut wajahnya tampak memerah. “Gema. Jangan mengatakan sesuatu yang tidak masuk akal.” Rosa menyalahkan Gema dengan tuduhannya. “Mama nggak mungkin melakukan tindakan yang tidak bermoral seperti itu. Kamu pasti hanya mencari cari untuk membuat masalah dengan kami.” Gema tidak segera menjawab bahkan
last updateLast Updated : 2023-06-08
Read more

Part 162. Terbongkar

Berbeda dengan Almeda yang menanggapi dengan santai tentang terkuaknya hubungannya dengan Marta, tentu saja berbanding terbalik dengan Rosa. Perempuan itu menuntut penjelasan dari ibunya tentang semua hal yang didengarnya. Rosa pastilah berdoa agar berita yang didengar bukanlah sebuah kebenaran. Dia tentulah tak akan sudi memiliki saudara seperti Almeda di dalam hidupnya. “Mama hanya perlu katakan iya atau enggak.” Rosa sampai di rumah dengan mood buruk dan dia tak ingin basa-basi. “Gema bilang ....” Ada jeda yang diambil untuk meyakinkan dirinya jika dia harus berbicara sekarang. “Gema bilang, kalau Mama adalah ibu Almeda, apa itu benar?” Marta yang tadinya tampak bersikap normal itu kini merasa seperti dijatuhi bom di atas kepalanya. Wajahnya seketika pucat seperti tidak ada darah yang mengalir sampai di sana. Tubuhnya menegang dan tentu, lidahnya kelu luar biasa. “Mama jawab aku, Ma. Apa benar, Almeda adalah anak Mama? Mama yang melahirkan dia sebelum Mama melahirkanku?” Rosa t
last updateLast Updated : 2023-06-08
Read more

Part 163. Kemarahan

“Semua ini karena Almeda. Kalau dia tak pernah datang ke dunia ini, aku pasti akan hidup damai.” Itu adalah kata yang dikeluarkan oleh Marta pasca masa lalunya terbongkar. Lagi dan lagi, dia menyalahkan Almeda atas kejadian yang menimpanya. Dia merasa, tidak ada yang patut disalahkan kecuali Almeda. Masih terduduk di atas karpet di bawah sofa, Marta terus menangis karena bahkan sang suami pun sekarang marah kepadanya. Marta akan membuat perhitungan dengan anak tak tahu diri itu. Dia akan membuat Almeda tahu di mana posisinya. Pagi itu, dia pergi ke rumah Almeda. Dia tak tahu Almeda pastilah sudah pindah dari sana, tapi dia lebih dulu harus mencari tahu tempat tinggal baru Almeda lewat lelaki yang diduga selingkuhan Almeda tersebut. “Ibu mencari siapa?” Seorang penjaga rumah bertanya melihat keberadaan Marta di rumah Almeda. “Almeda. Panggilan dia untukku.” Nada suaranya bahkan sedikit menggeram karena rasa kesal yang sudah menumpuk. “Maaf, tapi Ibu Almeda sudah tidak tinggal di s
last updateLast Updated : 2023-06-09
Read more

Part 164. Buah dari Kebohongan

“Marta datang menemuiku.” Almeda yang tadinya menunduk menekuni pekerjaannya itu kini mendongakkan wajahnya menatap Denial. Lelaki itu masuk ke dalam ruangan Almeda, lalu duduk di kursi di depannya. Memperhatikan setiap gerakan yang dilakukan Almeda. “Ngapain dia?” tanya Almeda, “kalian berdebat?” “Iya.” Menarik napasnya panjang, Almeda lantas menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi sambil memijat kepalanya pelan. “Rosa sudah tahu kalau Marta adalah perempuan yang melahirkanku.” Almeda enggan menyebut Marta sebagai ibu. Maka dia mencari kata untuk bisa mengganti sebutan tersebut. “Mungkin saja, masalah besar sedang terjadi di dalam rumah tangga Marta sekarang.” “Dan dia yang menuduh kamu membongkar fakta itu.” “Bukan aku. Tapi Gema.” Almeda menjelaskan. “Semalam saat makan malam keluarga Gema,” lanjut Almeda. “Aku nggak tahu kenapa ada perempuan tanpa hati seperti Marta. Dia memposisikan kamu sebagai musuh alih-alih putrinya.” “Aku memang bukan putrinya.” Almeda mungkin mera
last updateLast Updated : 2023-06-09
Read more

Part 165. Akal Licik Marta 

“Hidup dengan cara masing-masing.” Entah apa yang dimaksud dengan hidup seperti itu sedangkan mereka hidup dan tinggal bersama. Di rumah yang sama. Mereka sudah menjalani bahtera rumah tangga puluhan tahun dan hancur dalam sekali kedipan mata. Ini sungguh tidak ada dalam bayangan Marta sebelumnya. “Maksud kamu apa, Mas? Hidup dengan cara masing-masing seperti apa yang kamu inginkan?” Marta bertanya dengan suara bergetar. “Kita tidak perlu lagi mengurusi urusan satu sama lain. Silakan kalau kamu ingin melakukan sesuatu tanpa perlu bertanya lagi denganku, pun denganku.” “Mana bisa begitu!” Marta tak terima. “Kenapa tidak? Kamu sudah membohongiku selama ini. Sudah untung aku tidak mengajukan gugatan cerai.” Dengan kalimat terakhir ini, suami Marta meninggalkan rumah dan pergi ke kantor. Marta? Tentu saja dia hanya terpaku di tempatnya. Tangis sudah tak bisa lagi keluar dari matanya. Dia seperti diselubungi balok es di segala sisi tubuhnya sehingga dia begitu merasa dingin dan ingin
last updateLast Updated : 2023-06-10
Read more

Part 166. Siksaan untuk Almeda

Almeda di bawa ke sebuah tempat penyekapan di dekat hutan. Tidak jauh dari tempat itu ada sebuah tebing curam. Almeda diikat di sebuah kursi reot dan dengan matahari menyorot tepat di tubuhnya. Untungnya, sebentar lagi malam menyapa menggantikan siang. Perempuan itu masih belum membuka matanya. Tapi Marta masih tampak sabar menunggu Almeda siuman. Dendam kesumat yang dirasakan oleh Marta kepada Almeda nyatanya cukup membuat perempuan itu mengatur cara untuk menghilangkan Almeda dari dunia ini. Sejak awal dia membenci Almeda, dan dia melakukannya sampai akhir. “Dia sudah bangun.” Seorang lelaki berbadan kekar yang sejak tadi menatap ke arah Almeda bersuara. Memberi tahu Marta yang tengah berada di dalam tenda. “Aku akan melihatnya.” Begitu Marta menjawab sebelum keluar dari tempatnya sembunyi dari binatang-binatang penghisap darah.Marta mendekat ke arah Almeda yang masih terlihat linglung. Perempuan itu masih belum sepenuhnya sadar, tapi saat dia melihat sekeliling, tempat itu gela
last updateLast Updated : 2023-06-10
Read more

Part 167. Penyelamatan

Almeda melenguh dalam duduknya. Tubuhnya yang terikat kuat terasa seperti dihantam oleh benda-benda berat berkali-kali. Terlebih lagi wajahnya yang terasa ngilu akibat tamparan yang diberikan oleh Marta kemarin. Perempuan itu sungguh melakukan ucapannya. Dia tak memberi makan atau minum kepada Almeda. Sialnya, sejak kemarin, Almeda hanya makan siang steak yang tak seberapa. Udara di sana cukup sejuk saat pagi, tapi tentu berbanding terbalik dengan saat siang. Bahkan ini baru pukul sembilan, tapi matahari menghujamnya dengan cahaya panasnya. Titik keringat pun sudah mulai keluar dari tubuh Almeda. “Wah, kamu menjadi perempuan yang penurut sekarang. Kenapa tidak dari kemarin kamu bersikap baik seperti ini sehingga kita tidak perlu bersinggungan terlalu jauh dan aku juga tidak perlu melakukan cara seperti ini.” Marta keluar dari tendanya dan segera menyapa Almeda dengan kata-kata yang menjengkelkan. Perempuan itu tampak dalam mood yang baik karena sudah berhasil membuat Almeda menderi
last updateLast Updated : 2023-06-11
Read more

Part 168. Denial dan Sikapnya

Denial melihat Axel di belakang Gema yang tengah menggendong Almeda. Berdoa di dalam hati semoga keadaan Almeda baik-baik saja dan tidak ada yang bahaya dari luka di tubuhnya. Atensinya beralih pada Marta yang sudah berada di dalam dekapan anak buah Baron. Sedangkan dua pengawal Marta tak kalah mengenaskannya. Denial melangkah mendekati mereka. Aura membunuhnya begitu kentara sampai Marta merasa bergetar di tempatnya saat melihat ekspresi Denial. “Bos, akan kita apakan mereka?” Baron bertanya kepada Denial yang berdiri di depannya. Melihat wajah Marta, mengingatkan Denial pada wajah Almeda yang membiru dan terluka. Lantas dia bertanya. “Siapa yang sudah berani melayangkan tangannya di wajah Almeda?” Suaranya begitu rendah dan dingin. Terdengar santai tapi menuntut penjelasan. “Aku tidak melakukannya.” Salah satu pengawal Marta menjawab. Diikuti jawaban yang sama dari temannya. “Jadi perempuan ini yang melakukannya?” tegas Denial. “Benar.” “Kalian ini bedebah. Aku membayar kalia
last updateLast Updated : 2023-06-11
Read more

Part 169. Mulai Aksi

Almeda sadar. Dia membuka matanya dengan sedikit bergetar. Tubuhnya terasa sakit sana sini. Meskipun dia tidak mendapatkan perlakuan kasar di tempat lain selain di wajahnya, tapi tetap saja, tubuhnya terasa ngilu. “Sayang, kamu udah bangun.” Gema yang setia ada di samping Almeda pun segera bersuara ketika melihat sang istri siuman dari tidurnya. “Ayo, minum dulu.” Gema mencoba membangunkan Almeda dan menopang tubuhnya. Memberikan air putih dari gelas dan Almeda menenggaknya hingga tandas. Dia merasa tenggorokannya lama sekali tidak dialiri air. Kembali berbaring dan mencoba untuk berbicara. “Aku pikir aku sudah mati sekarang, Mas.” Dengan suara parau, Almeda berbicara. “Mana mungkin kamu mati secepat itu sedangkan kamu adalah Almeda? Kami juga mencarimu. Mengerahkan segala akses pencarian sampai menemukan kamu. Beruntung kami tidak begitu terlambat.” Almeda masih menatap langit-langit kamar. Dia sungguh tidak menyangka kalau dia benar-benar akan selamat. Almeda tidak tahu tempat
last updateLast Updated : 2023-06-12
Read more

Part 170. Berita Besar

Raut terkejut tampak di wajah perempuan paruh baya tersebut. Nama Almeda mungkin saja tidak asing di rumah ini. Atau bahkan Bibi pun sudah mengenalnya meskipun Almeda hanya dua kali datang ke sana. Karena sudah berkali-kali Gema datang untuk membahas tentang pernikahannya dengan Almeda.“Saya akan panggilkan Ibu. Silakan Bapak masuk dan silakan duduk.” Bibi dengan sopan pamit untuk masuk ke dalam ruang keluarga dan memanggil ibu Gema. Denial duduk dengan tenang sambil menunggu. Dan tak lama, ibu Gema keluar dengan wajah tak bersahabat. Mendekat pada Denial kemudian duduk tepat di depan lelaki itu. “Ada apa?” tanyanya dengan nada ketus luar biasa. Tatapan matanya mengarah lurus pada wajah Denial seolah Denial adalah musuh bebuyutannya. “Saya hanya ingin menunjukkan sesuatu kepada Ibu.” Denial tanpa basa-basi. Tidak juga mengenalkan siapa dirinya. Dia datang membawa sebuah tablet dan setelah mengotak-atiknya sebentar, dia meletakkan di atas meja. Mendorong pelan sampai tepat di depa
last updateLast Updated : 2023-06-12
Read more
PREV
1
...
1516171819
...
30
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status