Semua Bab Rentenir Duda Itu Suamiku: Bab 31 - Bab 40

162 Bab

BAB 31

“Kamu pasti penyebabnya!” Puspa menggebrak meja sesaat setelah masuk kedalam ruangan Bu Sinta. “Apa yang kamu rencanakan! Kamu mengancam Salsa, kan!”Bu Sinta pura-pura terkejut, “Apa sih yang kamu maksud. Saya bahkan tidak tahu apa-apa!”“Jangan bohong!” Puspa benar-benar marah. Salsa adalah teman baiknya. Sejak awal mereka bersama dalam satu tim, tidak pernah ada masalah semacam ini terjadi. Kecuali setelah kedatangan Bu Sinta yang membuatnya tidak nyaman ini, siapa lagi pelaku yang patut di curigai?“Kamu menuduh saya?” Bu Sinta berdiri dan mendekat ke arah Puspa. “Beraninya kamu menuduh atasan!”Puspa yang didekati tidak menjauh sama sekali, justru dia balas mendekat dan mendorong bahu Bu Sinta.
Baca selengkapnya

BAB 32

Puspa yang sedang duduk dan merenung, terkejut ketika di datangi Hakam dan ditanya soal air. “Air minum?” Tanyanya, memastikan.Hakam mengangguk pelan, “Ada tidak?”“A-ada, Pak. Sebentar.” Puspa buru-buru mengambil botol tupperware merah muda dari dalam tas selempangnya, kemudian disodorkan pada Hakam, “Ini, Pak.”Hakam menerima botol itu dan meneguk habis semua air didalamnya. Sementara itu, Puspa tidak bisa mengalihkan matanya dari pemandangan seksi di hadapannya. Kapan lagi bisa melihat lelaki setampan Hakam meneguk air dengan jakun naik turun seperti itu. Manalagi keringat yang membasahi tulang selangkanya, kemudian sisa-sisa butiran air dari bibirnya bocor ke dagu dan mengalir sampai dada.Puspa meneguk ludah, kemudian
Baca selengkapnya

BAB 33

Hari berikutnya, Puspa melakukan rutinitas seperti biasanya. Bangun pagi, sarapan, kemudian berangkat kerja ditemani mas-mas ojek online yang selalu menyambutnya di pinggir jalan raya.“Terimakasih,” Puspa membayar ojek kemudian berjalan santai memasuki area Rumah Duka. Sambil jalan, Puspa menatap gedung di depannya yang entah kenapa membuatnya tidak nyaman. Tidak seperti biasa, Puspa merasa bahwa akan ada hal besar yang terjadi hari ini. “Selamat pagi,” Sapa Puspa ke resepsionis. Namun, bukannya balas menyapa seperti yang biasa dilakukan, dia justru mengalihkan pandangan ke arah lain seolah enggan melihat Puspa.Awalnya Puspa biasa saja, dia berpikir mungkin sedang datang bulan, jadi lebih sensitif seperti yang semua perempuan rasakan. Namun, nyatanya dia salah. Semua orang terlihat an
Baca selengkapnya

BAB 34

“Permisi,” Puspa mengetuk pintu, kemudian dipersilahkan masuk dan tidak terkejut ketika melihat ada Bu Sinta di dalam sana. Namun, anehnya juga ada Salsa, yang membuat Puspa bertanya-tanya apa tujuannya dipanggil kemari.“Silakan duduk,” wanita setengah baya yang menjabat sebagai manajer personalia itu tidak menampilkan ekspresi apapun di wajahnya. Bahkan, ketika di depannya ada Bu Sinta yang sedang menangis tersedu-sedu, dia juga tidak bergeming.Puspa mengambil tempat duduk di sebelah Salsa. Ketiganya pun duduk berjajar menghadap manajer personalia yang saat ini hendak membuka percakapan. “Puspa Paramita, kamu tahu alasan kenapa dipanggil ke ruangan ini?”Puspa dengan santai mengangguk, “Karena saya difitnah Bu Sinta.”Me
Baca selengkapnya

BAB 35

Manajer personalia terdiam karena masih merasa syok. Namun begitu melihat Bu Sinta di tarik sampai terjatuh dilantai, dia kembali sadar. “Puspa, cukup!”“Bu, pelakunya dia! Bu Sinta yang sudah membuat Salsa jadi seperti itu! Tolong percaya dengan saya!” Pekik Puspa, kali ini dia sampai menangis karena merasa sedih atas nama Salsa. Teman baiknya diperlakukan seperti itu, siapa yang tidak marah?!Bu Sinta yang sejak tadi diam, akhirnya bicara. Dia berdiri dan menarik pundak Puspa. “Beraninya kamu melempar kesalahan kepada orang lain! Salsa bahkan sudah mengaku kalau kamu pelakunya!”“SUDAH, HENTIKAN!” Wanita setengah baya itu mengatur emosinya, kemudian menatap tajam ke arah Puspa. “Semuanya keluar dari ruangan saya. Sore ini, Puspa Paramita harus hadir di ruangan
Baca selengkapnya

BAB 36

“Kamu kesini cuma untuk menangis?” Hakam memutar matanya, kemudian duduk di samping Puspa yang agaknya sedikit terkejut dengan kemunculan Hakam yang tiba-tiba.Puspa mengusap kedua pipinya, kemudian menarik nafas panjang dan mendadak ingin bercerita. “Saya baru saja dipecat, wajar lah kalau saya sedih.”“Dipecat? Dari gedung orang-orang mati itu?”Puspa mengangguk, “Saya difitnah melakukan penganiayaan. Padahal itu bohong.”“Dan kamu malah diam saja,” tebak Hakam sambil menggelengkan kepala.“Memang saya bisa apa? Orang itu memalsukan bukti yang cukup kuat. Jadi, ya sudah. Saya terima saja.”Hakam diam, kemudi
Baca selengkapnya

BAB 37

Seperti yang Hakam katakan, pagi ini adalah hari dimana proses mediasi akan dimulai. Dia sudah berangkat bersama pengacaranya menuju pengadilan agama. Zara juga sama, dia ditemani pengacaranya datang ke pengadilan sedikit lebih lambat dari Hakam.Di dalam ruang Mediasi Pengadilan, kedua belah pihak sudah hadir. Begitupun dengan Hakim Mediator yang akan menjadi pihak ketiga untuk membantu jalannya sidang mediasi.Hakim Mediator pertama-tama memberi penjelasan apa-apa yang akan mereka lakukan selama sidang mediasi dilaksanakan. Setelah itu, dia merumuskan masalah yang terjadi di antara pasangan yang ada di hadapannya.Sayang, sidang mediasi tidak berjalan dengan baik. Zara sebagai pihak penggugat justru merubah arah dengan cepat dan menolak adanya perceraian. Sementara Hakam sebagai pihak yang digugat justru tetap mem
Baca selengkapnya

BAB 38

Puspa sangat marah saat itu. Dia tidak terima ibunya diperlakukan seperti manusia tanpa martabat. Baginya, kemiskinan soal materi bukanlah apa-apa, hanya saja dia selalu berusaha agar tidak miskin etika dasar mengenai kesopanan dalam berinteraksi dengan sesama.Zara yang baru saja mendapat tamparan di wajahnya, terkejut. Tubuhnya terhuyung ke belakang, namun berhasil ditangkap oleh penjaga yang mengawalnya. “Beraninya kamu!”Zara maju ke depan dengan wajah memerah dan hendak memukul balik gadis muda itu. Namun, belum sempat telapak tangannya mengenai pipi lawan bicaranya, Puspa sudah lebih dulu menangkis tangan Zara.“Jangan kamu pikir aku takut denganmu! Ini tempat tinggalku! Ini wilayahku!” Pekik Puspa, kemudian merebut dokumen yang ada di tangan Zara. “Dokumen ini cuma sampah!”
Baca selengkapnya

BAB 39

Tidak butuh waktu lama untuk sampai di perkebunan sawit milik Hakam. Setelah sampai di depan portal, Puspa langsung turun dan membayar tarif ojek yang ia pesan. “Ini uangnya, kembaliannya ambil Pak!” Ujar Puspa kepada mas-mas tukang ojek.  Melihat Puspa berlari seperti dikejar setan, mas-mas ojek itu menggelengkan kepalanya. “Ya iyalah ikhlas, orang kembaliannya cuma seribu rupiah! Zaman sekarang uang seribu sudah punah, Neng!” Pekiknya, kemudian menghidupkan mesin motor dan kembali menarik pelanggan. Sementara itu, Hakam yang baru saja istirahat dan hendak pulang, dikejutkan dengan kedatangan Puspa. Saat ini posisi keduanya sedang berada di dekat pondok yang biasa dipakai Hakam beristirahat.  Puspa terengah-engah karena lelah berlari. Namun, begitu melihat Hakam yang kebetulan sedang membuka kaosnya ya
Baca selengkapnya

BAB 40

Sampai dirumah, Hakam sudah disambut dengan wajah masam Zara. Namun dia tidak peduli, hanya abai saja dan mengurusi urusannya sendiri. Setelah mandi dan merasa segar kembali, Hakam beranjak ke ruang kerjanya dan memindai semua berkas mengenai penjualan tanah yang pernah mereka lakukan.Sayangnya, tidak ada hasil apapun bahkan setelah Hakam menyisir semua dokumen yang ada dengan tingkat ketelitian tinggi. Merasa kesal, Hakam memutuskan untuk mencari berkas lain yang dikumpulkan dalam gudang surat.Ada begitu banyak surat. Termasuk didalamnya surat jaminan para penghutang yang masih belum melunasi semua hutangnya. Hakam beralih pada lemari kecil berisi bukti-bukti pembelian tanah yang pernah keluarga ini lakukan. Tentunya ada banyak, tapi semuanya harus dia bac
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
17
DMCA.com Protection Status