Semua Bab Rentenir Duda Itu Suamiku: Bab 21 - Bab 30

162 Bab

BAB 21

Ketika pasangan ayah dan anak itu sampai di tempat mereka sebelumnya, dua wanita yang ada disana sudah menunggu dengan ekspresi masam. Zara menatap sang suami dengan tatapan tajam, “Dari mana?” tanyanya.“Jalan-jalan, bosan menunggu kalian belanja,” jawab Hakam singkat.“Betul,” Hamun pun tiba-tiba menyahut. “Tadi Hamun bermain di Time Zone, Nenek tidak marah, kan?”Batari yang sebenarnya sedang kesal, kini memaksakan senyum di wajah tuanya. “Tentu saja, mana mungkin Nenek kesal.”Hamun tersenyum lebar, kemudian rombongan itu pun bersama-sama pulang kerumah dengan isi pikiran yang berbeda-beda. Sampai dirumah, semua orang turun dan berkumpul diruang tamu. Namun, ada yang aneh dengan atmosfer yang terjadi diantara para orang dewasa. Hamun sampai kebingungan ketika melihat ketiga orang dewasa di sekitarnya nampak berdiam diri tanpa ada niat untuk bicara.Hal ini bukannya tanpa sebab. Karena saat dalam perjalanan pulang tadi, Hakam dan Zara masing-masing mendapat pesan selular dari pela
Baca selengkapnya

BAB 22

Hamun merenung dalam perjalanan menuju kediaman sang Nenek. Sementara Batari juga memahami perasaan sang cucu yang pasti merasa janggal akan sikap kedua orangtuanya.“Hamun lapar? Mau makan sesuatu?” Tanya Batari memecah keheningan. Keduanya duduk bersebelahan di kursi penumpang dengan Hamun yang terus menatap keluar jendela semenjak masuk kedalam mobil. Mendengar panggilan dari sang Nenek, anak itu terpaksa menoleh dan menggeleng kecil. “Hamun tidak lapar. Hamun cuma bingung, kenapa Papa dan Mama sering marah akhir-akhir ini.”Batari terdiam, kemudian mencoba memikirkan jawaban tepat untuk diberikan pada sang cucu yang cukup pandai menilai situasi. Anak itu memang sudah cerdas sejak kecil. Bahkan di umurnya yang masih kecil saja, dia sudah bisa membaca berbagai situasi yang terjadi di antara orang dewasa.“Hamun jangan memikirkan hal aneh, ya. Papa dan Mamamu hanya sedang bertengkar biasa. Seperti Hamun yang marahan dengan teman sekelas,” ujar Batari, kemudian melanjutkan. “Oh, beso
Baca selengkapnya

BAB 23

“Bunga apa yang mau kamu beli, tuan kecil?” Penjaga toko bunga terlihat gemas dengan kedatangan Hamun yang terlihat seperti bos kecil. Karena di belakangnya memang berdiri dua orang dewasa yang merupakan pengasuh dan juga sopirnya.“Bunga untuk orang cantik, yang mana?” Tanya Hamun dengan serius. Namun malah menimbulkan gelak tawa di antara orang-orang dewasa yang ada disana.“Wah, kamu sudah punya pacar, ya?” Tanya penjaga toko bunga. Yang kemudian membuat Hamun menyadari bahwa ketiga orang dewasa itu salah paham dengan tujuannya.Kendati demikian, wajahnya masih memerah. Dan dia menjawab dengan gelengan kecil, “Bukan untuk pacar. Aku tidak punya pacar, pokoknya pilihkan saja bunga yang cocok untuk wanita cantik. Jangan menertawakanku!” Pekiknya di akhir kalimat ketika memperhatikan orang-orang dewasa di sekitarnya itu masih tertawa walaupun sedikit.“Tolong maafkan saya,” Penjaga toko wanita itu menahan senyuman dan meminta maaf pada Hamun. Berbalik ke belakang, dia mengambil karang
Baca selengkapnya

BAB 24

“Kamu ini lambat sekali bermainnya!” Seorang anak lelaki gemuk memarahi Hamun. Dia merasa bahwa orang asing yang entah berasal dari mana itu adalah penyebab kekalahan timnya. Hamun yang tidak terima disalahkan, menjawab. “Bermain bola itu ada aturannya. Kita tidak boleh asal tendang kaki lawan. Itu namanya pelanggaran!” “Anak kecil tahu apa!” Jawab si gendut. “Kami selalu main seperti ini, kok. Pokoknya yang lemah harus rela kena tendang!” “Mana bisa begitu!” Hamun sangat kesal. Si gendut ini berkali-kali menendang kaki lawan secara sadar, atau lebih parahnya juga sampai di jegal. Yang mana hal ini jelas menyebabkan lawan jadi kalah. Nah, letak permasalahannya disini. Si gendut ingin semua timnya bar-bar seperti dia. Termasuk meminta Hamun bermain kasar pada lawan. Hamun menolak dalam diam dan tidak mau menuruti aturan tersebut. Alhasil, si gendut geram ketika melihat Hamun bermain ‘sportif’ dan membiarkan lawan terus mengambil alih bola. Hingga akhirnya tim mereka kalah berkali-k
Baca selengkapnya

BAB 25

Kembali pada Hamun dan Puspa. Saat ini keduanya masih bersama karena si kecil masih ingin ingin ditemani Puspa. Dan untungnya, tidak ada luka serius pada Hamun, kecuali sedikit memar di dahinya akibat tendangan bola yang didapatkan dari si gendut nakal yang tadi berkelahi dengannya. “Kenapa kamu tinggal dengan Nenekmu?” Tanya Puspa setelah mendengar cerita dari Hamun. Keduanya sedang berada di sebuah cafe, memesan makanan ringan yang jadi teman obrolan di antara keduanya. Bibi pengasuh dan sopir diperintahkan Hamun untuk duduk di kursi yang agak jauh darinya. Kendati demikian, kedua penjaga majikan kecil itu tak sekalipun melepaskan pandangan mereka dari Hamun. “Dia ini siapa, sih?” Tanya Bibi pengasuh pada sopir. Cukup penasaran dengan kedekatan antara Hamun dan gadis muda asing yang tidak pernah dia dengar sebelumnya. Pak sopir mengangkat kedua bahunya. “Tidak tahu juga. Bos tidak pernah beri perintah untuk cari tahu soal dia.” Bibi pengasuh dan pak sopir tetap memperhatikan H
Baca selengkapnya

BAB 26

Puspa hanya diam ketika ditampar di depan banyak orang seperti itu. Ingat, dia sudah berpengalaman dalam hal diskriminasi sejak sekolah dasar. Jadi, hanya tamparan seperti ini tidak membuatnya takut sama sekali.“Sudah selesai?” Tanya Puspa sambil mengusap pipinya seolah baru terpapar kuman dan bakteri. “Kalau sudah selesai, permisi. Aku harus pulang.”Zara merasa diabaikan dan di ejek dengan gaya bicara Puspa. Sehingga Ia kembali naik pitam dengan amarah yang membuncah ruah. Dengan begitu, tangannya terangkat lagi hendak memberi tamparan lain di pipi Puspa, namun gadis muda itu tidak membiarkan hal itu terulang dan menangkap lengan Zara, dicengkram dengan kuat hingga sang empu meringis kesakitan.“Lepas!” Zara mendelik ketika merasakan cengkraman itu terasa menyakitkan. Puspa tersenyum sambil menghempaskan pergelangan tangan yang barusan di cengkramnya. “Kalau mau adu tampar, aku juga bisa. Kamu salah sasaran kalau marah denganku. Dengar, ya. Kalau kamu berpikir aku adalah selingkuh
Baca selengkapnya

BAB 27

“Kenapa Papa diam? Hamun tanya kenapa harus bercerai? Apa tidak bisa baikan saja? Hamun sering bertengkar dengan teman sekelas, tapi setelah itu kami baikan lagi, kok.”Hakam memejamkan mata, kemudian memeluk sang putra. “Ada beberapa hal yang tidak akan bisa kamu pahami. Papa dan Mama sudah tidak bisa bersama. Maaf ya, Nak.”Hamun terdiam, kemudian terisak semakin keras dalam pelukan sang ayah. “Tapi Hamun tidak perlu khawatir, walaupun Papa dan Mama akan bercerai, kita tetap akan sering berhubungan. Tapi itu tergantung, Hamun mau ikut siapa nantinya.” Hakam tau, dalam undang-undang di negara ini sangat mengutamakan Ibu sebagai wali dari sang anak apabila terjadi sebuah perceraian.Namun, bukan tidak mungkin Hakim akan mengesamp
Baca selengkapnya

BAB 28

Pasangan yang sedang bercumbu dalam bathup itu terkejut dan sontak saling menjauh. Zara makin murka, dengan langkah lebar ia datangi perempuan itu dan dijambak rambutnya hingga tubuh telanjangnya terekspos dan keluar dari bak. “LEPAS!” Tidak terima diperlakukan sedemikian kasar, perempuan itu balas mendorong tubuh Zara dan kembali memberi tamparan keras. Tubuh Zara sampai limbung akibat tamparan tersebut. “Gila ya kamu! Tidak punya sopan santun. Masuk ke rumah orang tanpa permisi!” “Aku pacarnya! Kamu siapa!” Zara mendorong bahu wanita di depannya. Perempuan itu tertawa dan mendekat ke arah si lelaki yang masih berada dalam bak mandi. “Kamu mau aku yang bicara atau kamu yang beritahu dia?” Tanyanya manja, lalu keduanya berciuman panas di hadapan Zara. “Biar aku yang beritahu,” lelaki itu membelai mesra wajah kekasih barunya. Menatap Zara, dia berkata dengan sinis. “Apa yang kamu lakukan disini? Hubungan kita sudah berakhir!” “APA!” Zara mendelik tidak percaya. “Bisa-bisanya kamu
Baca selengkapnya

BAB 29

Keesokan harinya, Hakam terkejut ketika mendapati Zara ada dirumah. Terlebih, sikapnya berubah sangat manis. Membuat sarapan untuknya dan Hamun, juga senyum di wajahnya tak pernah sekalipun hilang.“Kenapa?” Tanya Zara pada Hakam yang sejak tadi terus memandangnya.“Tolong hentikan,” ujar Hakam singkat.Zara berpura-pura bingung, “Apa yang berhenti?”“Apapun rencanamu kali ini, tolong berhenti. Dengar Zara, kita sudah sepakat untuk bercerai. Kantor agama sudah menetapkan tanggal untuk sidang.”Zara mengoreksi, “Belum sidang, mediasi dulu, kan?”“Apa gunanya mediasi? Bukannya kamu yang bersikeras cerai?” Hakam
Baca selengkapnya

BAB 30

“Kamu tidak tau apa-apa! Tidak usah sok tahu tentang hubunganku!” Salsa mendelik dan membanting karangan bunga yang sedang ia rangkai. Kemudian tanpa menatap ke belakang, gadis itu pergi meninggalkan Puspa dengan banyak tanda tanya di kepalanya. Siang hari, ketika jam makan siang sudah tiba. Puspa mencoba mendekati Salsa yang duduk di sebuah meja sambil memakan bekal siangnya.  Salsa tidak bereaksi sama sekali, hanya terus memakan bekalnya sendok demi sendok. “Maaf, ya. Mungkin kalimatku tadi buat kamu tersinggung.” Ucap Puspa membuka obrolan. Namun anehnya, Salsa sama sekali tidak menanggapi dan hanya diam. Setelah menyelesaikan bekal makan siangnya, gadis itu juga tak pamit atau apa. Hanya berdiri dan dengan santai pergi meninggalkan Puspa. Puspa jadi bingung
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
17
DMCA.com Protection Status