Home / Romansa / Rentenir Duda Itu Suamiku / Chapter 141 - Chapter 150

All Chapters of Rentenir Duda Itu Suamiku: Chapter 141 - Chapter 150

162 Chapters

BAB 141

“Puspa?” Fajar terkejut bukan main ketika melihat Puspa berdiri di depan pintu rumahnya dengan wajah sembab sambil sesenggukan. Lelaki itu langsung melihat ke belakang dimana kedua orangtuanya sedang mengobrol di ruang keluarga.“Ayo ke studio saja, jangan sampai orangtuaku salah paham melihatmu disini.” Ucap Fajar sambil menuntun gadis itu masuk kedalam ruko yang ada di depan rumahnya.“Apa yang terjadi?” Fajar bertanya dengan lembut setelah membiarkan Puspa tenang di atas kursi.Puspa menghela napas panjang. “Maaf, aku tidak tahu lagi harus kemana. Yang aku fikirkan pertama kali langsung Mas Fajar ketika pergi dari rumah.”“Tidak apa-apa.” Fajar menggeleng. Andai Puspa lelaki, akan lebih mudah baginya membawanya masuk kedalam rumah sebagai teman. Tetapi berbeda dengan kondisi sekarang, dia tidak bisa terang-terangan membawa Puspa ke hadapan ibu dan ayahnya.“Ibuk sudah tahu tentang karirku dan dia marah besar.” Puspa mulai terisak lagi, “Aku tidak tahu apa yang salah. Dia selalu mel
Read more

BAB 142

“Itu benar-benar Puspa! Papa, dia memang Bibi Puspa!” “Nenek, Hamun tidak mungkin salah! Ini benar-benar Puspa!”Saat ini, ruang keluarga di kediaman Batari sedang hening kecuali sosok Hamun yang sejak tadi nampak bersemangat. Yang paling syok jelas Hakam. Lelaki itu bahkan tidak mengalihkan pandangan pada sosok wanita yang ada di layar ponselnya. “Dia … jadi penyanyi?” Darma mengerutkan kening. Sama sekali tidak menyangka jika sosok yang mereka anggap hilang sebenarnya sedang menikmati ketenaran sebagai penyanyi terkenal.“Ini nyata, kan?” Hakam tidak memedulikan apapun, yang dia pedulikan hanyalah sosok perempuan yang selalu ia rindukan siang dan malam. Di satu sisi, dia senang. Tetapi disisi lain dia juga sedih. Mungkin gadis itu sudah melupakannya sekarang.“Ini nyata, Papa! Puspa terlihat sangat cantik!” Hamun terlihat sangat bahagia. Dia bahkan sudah memutar video itu lebih dari lima kali saking rindunya.Melihat bagaimana antusiasnya pasangan ayah dan anak itu, Darma dan Bata
Read more

BAB 143

“Kira-kira, dia pergi kemana, ya?” Tanya Fajar penasaran. Motor itu belum juga berhenti, padahal ini sudah memasuki menit ke lima belas. Puspa juga penasaran, tetapi ia tidak memiliki jawaban untuk itu. “Seharusnya ke bandara, atau terminal.”“Benarkah?” Fajar bertanya. “Memang dia mau pergi kemana?”Puspa langsung membayangkan wajah Hakam. “Aku cukup yakin jika yang ada di kepalanya saat ini adalah Hakam. Kemungkinan besar dia akan langsung pergi kembali ke rumah kami dulu.”Fajar pun terkejut, “Kalau begitu, bukankah itu berbahaya?”“Tidak,” Puspa menggeleng. “Sebenarnya itu bagus. Semakin aku jauh dari Ibu, maka semakin mudah bagiku untuk menjalankan rencanaku.”Fajar terperangah dalam diam. Dia sejak awal memang tidak pernah membayangkan jika dirinya hanya akan dijadikan batu loncatan seorang gadis muda seperti Puspa. Tetapi dia tidak marah, bagaimanapun juga ini sama-sama menguntungkan. Dia butuh Puspa, Puspa juga membutuhkan dia sebagai pendukungnya.“Maaf, itu mungkin terdenga
Read more

BAB 144

“Puspa?” Fajar melambaikan tangannya di depan wajah melamun itu. “Oh, maaf. Aku malah melamun,” Puspa terkesiap, kemudian mengajak Fajar duduk di depannya dan memesan minuman untuknya. “Bagaimana? Ibuku benar-benar pergi?”Fajar terlihat menyesal, “Apa mungkin itu karena kalimatku, ya?”“Tidak apa-apa. Sebenarnya aku juga mengharapkan hasil ini. Maksudku, kalau ibuk ada disini, kegiatan kita akan terganggu.”“Tetap saja,” Fajar berkata sambil menghela napas. “Jadi, rencanamu selanjutnya apa?”Puspa menggeleng, “Tidak ada. Kita harus fokus promosi sampai balik modal.”“Uhuk …” Fajar yang sedang menyeruput es jeruk langsung tersedak. “Kenapa malah membahas masalah itu?” Puspa tertawa, “Aku tahu semua laporan pengeluarannya dari staf. Ternyata itu uang yang banyak.” Di akhir kalimat, Puspa berkata lirih karena merasa tidak enak. “Pokoknya kita harus gencar promosi. Biar saja promosi sederhana seperti video-video pendek di channel agar para penggemar merasa lebih dekat denganku.”“Yah,
Read more

BAB 145

Hakam kembali kerumah dan merundingkan masalah ini bersama kedua orangtuanya. “Ini mencurigakan. Bik Asih bilang sejauh ini hanya Zara yang pernah mampir ke rumah. Sementara rekaman cctv juga hilang disaat yang sama.” Hakam berkata sambil menggelengkan kepala. Dia semakin yakin jika semua ini ada hubungannya dengan Zara.Darma memijat pelipis, “Ada satu hal lagi yang harus kita selidiki. Aku pernah secara tidak sengaja melihat Zara menjatuhkan sesuatu dari dalam tasnya. Kemarin, ketika dia datang kemari.”“Apa yang Papa lihat?” Tanya Hakam penasaran, begitu pula Batari.“Kalung. Kalung yang seharusnya ada di leher Puspa,” jawab Darma yang seketika membuat Hakam terkejut.Batari langsung menanggapi, “Aku ingat terakhir kali kalung itu dipakai Puspa di perjamuan. Bagaimana mungkin itu ada di tas Zara?”“Itulah mengapa aku bilang ini harus di selidiki lebih lanjut. Kita tidak bisa mengandalkan ingatanku yang sudah buram. Aku tidak berani menuduhnya sebelum terbukti benar.”Hakam tampak
Read more

BAB 146

Puspa termenung didalam kamar. Ia menatap langit-langit kamarnya yang usang, ditumbuhi sarang laba-laba dan nampak begitu asing. Ini bukan kamarnya, ini bukan rumahnya. Puspa mengerjap perlahan-lahan, pikirannya kembali lagi ke beberapa waktu yang lalu. Ketika pertama kali bertemu dengan Hakam di agen pemakaman.‘Jika saat itu kami tidak bertemu, apakah hidupku akan jadi lebih damai?’ Batin Puspa bertanya-tanya. Mungkinkah dia masih tetap menjadi teman baik Salsabila dan bercanda hingga petang tiba?Puspa membayangkan hidupnya tanpa Hakam. Mungkin ia dan ibunya tidak akan pernah bertengkar hebat sampai sejauh ini, dia tidak akan pernah jatuh kedalam kesedihan berkelanjutan seperti ini. Hidupnya akan damai, monoton, dan membosankan seperti biasanya. Berangkat kerja, pulang, bercanda bersama ibunya di gereja, dan hanya itu.Semuanya di mulai dari pertemuannya dengan Hakam. Perlahan-lahan, rasa kantuk membuatnya kehilangan kesadaran dan Puspa terbangun hanya ketika alarm pagi berbunyi
Read more

BAB 147

Puspa sampai di teras yang gelap. Biasanya lampu di teras dihidupkan sampai fajar menyingsing, aneh kali ini dibiarkan mati begitu saja. Puspa menempelkan telinga di daun pintu, mencoba mendengarkan suara apapun yang datang dari dalam. Tapi dia tidak mendapatkan apapun, itu hanya hening seolah-olah ruko ini tidak di tinggali semalaman ini.“Apa aku masuk saja, ya?” Puspa bergumam. Dia memiliki kunci cadangan ruko ini, dan itu diberikan Fajar sejak dia menjadi pegawai disini. “Masuk saja, lah.” Lanjut Puspa sebelum mengeluarkan sebuah kunci dari dalam tas jinjing yang ia bawa.Ketika dia masuk, benar saja terasa dingin, suhu di ruangan terasa sangat rendah menunjukkan bahwa tidak adanya manusia selama beberapa jam. Puspa menutup kembali pintu itu dan menghidupkan lampu ruangan. “Aneh, katanya tidak punya tempat tinggal, diberi tempat tinggal bukannya ditempati malah pergi.” Puspa jelas tahu ciri-ciri ruangan yang setidaknya dijamah manusia atau tidak dari pengalaman kerjanya di agen
Read more

BAB 148

"Puspa, kabar buruk. Pak Kepala Desa memanggil kamu ke kantor desa sekarang juga." Fajar berkata dengan ekspresi cemas. Barusan ia mendapat telepon dari sekretaris desa yang memintanya membawa Puspa ke kantor desa untuk suatu urusan."Apa kamu terlibat masalah dengan Endhang?" Tebak Fajar. Sebab, ini bukan pertama kalinya ada kasus seseorang dipanggil ke kantor desa karena orang itu memiliki masalah dengan Endhang. Puspa menghela napas, "Sebenarnya memang iya. Tadi pagi aku terlalu kesal dan bertindak berlebihan. Tapi dia dulu yang memancing amarah. Kalau tidak, mana mungkin aku berbuat seperti itu."Fajar percaya pada Puspa, jadi dia mengangguk. "Aku yakin kamu tidak bersalah. Tetapi berbeda dengan orang-orang di kantor desa yang jelas memihak kepala desa. Mereka tidak akan membuat masalah ini bebas begitu saja.""Aku tahu ini akan terjadi," Puspa memijat pelipisnya. "Cuma aku tidak menyangka jika akan secepat ini. Kita bahkan masih syuting, bagaimana cara menjelaskan pada staf yang
Read more

BAB 149

"Tenanglah, Endhang. Jangan bersikap seperti itu!" Kepala Desa menggigit bibirnya ketika mengingatkan sang putri. Dia sadar betul betapa bahayanya sosial media. Di zaman yang serba digital ini, semua bisa terjadi. Termasuk membuat namanya tercoreng apabila jadi bahan bincangan publik di dunia maya."Maafkan sikap putriku yang gegabah." Kepala Desa langsung melembutkan nada bicaranya. Tidak seperti biasanya yang selalu terlihat sok dan memandang rendah orang lain.Puspa tersenyum, "Kalau begitu, boleh saya duduk?""Ya, ya. Tentu saja, silakan duduk dengan nyaman." Jawab Kepala Desa. Endhang merasa kesal dengan sikap sang ayah, tetapi dia harus menahannya ketika menyadari bahwa posisi Puspa tidak bisa di remehkan saat ini."Jadi begini, aku baru saja mendapat laporan dari Endhang bahwa kamu melakukan hal yang ... bagaimana mengatakannya, ini sedikit tidak terpuji." Kepala Desa terlihat begitu keras menahan kalimatnya dan berhati-hati. Padahal dalam hati sudah mengutuk Puspa sejadi-jadin
Read more

BAB 150

Puspa tidak mau menghabiskan waktu berharganya ditempat seperti itu, jadi ia dan rombongannya segera pergi setelah dirasa tidak ada hal penting yang perlu di bicarakan. "Kalian lihat wajah kepala desa? Hahaha, aku puas melihatnya!" Salah satu staf tertawa kencang.Puspa menggelengkan kepala. "Ini adalah peringatan yang tepat untuknya. Kalau tidak seperti ini, mungkin mereka akan semena-mena entah sampai kapan.""Itu bagus untuk jadi berani. Tetapi lain kali kamu maju sendiri seperti tadi, aku tidak akan mengizinkan!" Fajar langsung memasang wajah jelek. Dia khawatir, terutama ketika Puspa melawan kepala desa secara terang-terangan. Ia pikir Puspa hanya membual, untung saja gadis itu sudah menyiapkan bukti kuat. Kalau tidak, entah apa yang akan dilakukan Kepala Desa untuk memojokkannya."Aku tahu, maaf, ya." Puspa tertawa, kemudian semua orang pergi dengan gembira. Kembali ke studio dan merayakan kemenangan itu dengan penuh canda tawa.***"Kenapa tidak diangkat!" Elisha sungguh khawa
Read more
PREV
1
...
121314151617
DMCA.com Protection Status