Duduk di tepi ranjang, mengusap perlahan rambut istri yang diikat asal kemudian merangkul pundaknya."Ini anak kamu dan aku, Nay. Walaupun bukan darah daging kita," ucapku dengan hati-hati.Kanaya mendongak menatap wajahku dengan mata terkesiap juga berkaca-kaca."Apa maksud kamu, Dil. Dia bukan darah daging aku? Lantas di mana anak aku, Dil. Di mana?" wajah istri mulai terlihat frustrasi.Aku mengambil bayi yang ada di pangkuannya, meletakkannya ke dalam boks bayi lalu kembali duduk di depan Kanaya."Dilan, mana anakku?" "Sayang, dengarkan aku. Tolong kamu jangan seperti ini. Kamu harus ikhlaskan dedek bayi. Di--dia sudah pergi meninggalkan kita semua!!"Kanaya menggeleng sambil menangis. "Jadi benar yang aku lihat dalam mimpi? Anakku udah nggak ada, Dilan. Dan, kenapa kamu malah membawa anak ini ke aku? Apa maksud kamu, Dilan?" "Sayang, sekali lagi dengarkan aku. Dia itu seorang malaikat kecil yang juga membutuhkan sosok seorang ibu. Dia membutuhkan kasih sayang serta perhatian."
Read more