Semua Bab Sang Primadona Rumah Bordil: Bab 61 - Bab 70

117 Bab

Tergugu

Gaza tidak menjawab pernyataan Natasya, melainkan mengangkat tubuh lunglai Natasya dan mendudukkan di sofa. Menghapus air mata menganak sungai tersebut dengan kedua telapak tangan besarnya. Isak pelan mulai terdengar memilukan di telinga Gaza. “Buang itu.” Natasya menunjuk testpack di meja. Gaza mengambil testpack dan masuk ke dalam kamar mereka mengambil sekotak besar testpack yang masih bersegel membawanya keluar apartemen turun hingga lantai bawah untuk membuangnya di tempat sampah paling jauh dari kediaman mereka. Naik kembali ke kamar dan dapati Natasya sudah tidak berada di sofa, melainkan meringkuk di kamar mereka memunggungi pintu masuk dengan getar bahu pelan menandakan ia belum selesai menangis. “Sini aku peluk.” Gaza membalikkan badan istrinya dan menenggelamkan pada pelukan eratnya. Pecah lepas semua yang Natasya tahan-tahan sedari pagi, walau berulang kali air matanya tumpah seharian ini, nam
Baca selengkapnya

Kedekatan Di Luar Nalar

Gaza memegangi kepalanya seketika sebelum memiting leher Natasya yang melepas tawa puas sekali mengerjai suaminya. Natasya sebenarnya hari ini akan menuju sebuah rumah namun tidak mengatakannya pada Gaza, melihat Gaza yang sedari bangun tidur sudah di depan PS membuat jiwa keisengannya meronta-ronta. “Mau ke mana cantik amat?” Gaza bertanya setelah istrinya meminta ampun dilepaskan. “Nengokin teman, kamu di rumah saja ya. Aku hanya sebentar,” papar Natasya.Gaza mengangguk kecil. “Aku mau tidur seharian juga nanti, mau dijemput pulangnya?” “Enggak usah, aku bawa mobil kok. Bye.” Natasya mendaratkan kecupan pada bibir Gaza dan beranjak dari kediaman mereka. Natasya menyambangi sebuah Mall besar sebelum mendatangi sebuah rumah dengan taman lebar dan teduh. Membawa kotak kado lumayan besar dengan wajah ceria. Gaza tidak pernah tahu jika Natasya selain menghabiskan waktu di klinik kecantikan miliknya, sering m
Baca selengkapnya

Mami Minta Bertemu

“Sya ada laki elu ini,” tutur Vallen pada pintu kamar putranya yang terbuka lebar. Gaza ikut bersandar di pintu berwarna krem tersebut dan memandang dua wanita yang berbaring mengapit seorang balita yang lelap terlentang dengan mulut sedikit terbuka. Naren dan Natasya langsung bangun perlahan agar sang balita tidak terbangun. “Ngapain kamu ke sini? Vallen yang ngadu ya aku di sini?” tanya Natasya begitu berada di hadapan Gaza.Valen tertawa kecil. “Enggak Sya sumpah, dia datang karena mau ambil dokumen dari papa yang dititipkan sama gua. Lihat mobil elu di garasi ya tahu langsung kalau kamu di sini.” “Kenapa enggak bilang kalau ngapeli si ganteng? Kan aku jadi cemburu,” tutur Gaza santai. “Kamu katanya mau tidur seharian, Shaka tidur juga. Sudah dokumennya?” Natasya menggandeng lengan Gaza yang mengenakan kaos lengan pendek untuk keluar dari kamar anak Naren agar tidak mengganggu dengan suara mereka.
Baca selengkapnya

Musuh Dalam Selimut

“Aku tadi bertemu Mami,” tutur Natasya saat duduk di samping Gaza di teras rumah baru mereka. Setelah keputusan program hamil yang dilakukan mereka berdua, Gaza memutuskan pindah ke rumah dua lantai atas persetujuan sang istri. Semenjak itu, Gaza dapat melihat bahwa Natasya jauh lebih nyaman tinggal di sana. “Buat? kok baru bilang setelah bertemu?” Gaza menoleh ke arah Natasya dengan raut tidak senang. “Di rumah sakit, enggak bisa jalan, jatuh di kamar mandi. Aku bukannya enggak mau bilang sama kamu, tapi karena aku tahu kondisi mami tidak bisa melakukan apa-apa jadi aku menjenguk.” Natasya menjelaskan dengan tenang. “Hanya menjenguk?” Gaza masih menyipitkan mata memandang istri di sebelahnya yang terlihat santai. “Iya hanya menjenguk, bertanya kabar dan mengobrol ringan. Enggak ada percakapan mengenai pekerjaan masa lalu aku sumpah. Awalnya aku juga berpikir pasti ada yang mau dibicarakan
Baca selengkapnya

Dalangnya Ternyata

“Ya Tuhan suami aku sampai enggak sempat cukuran. Sini aku rapikan.” Natasya menarik lengan Gaza yang keluar dari kamar mandi kurang dari lima menit, kemungkinan besar tidak mandi dan hanya cuci muka serta gosok gigi kilat. “Sayang aku buru-buru, mandi saja enggak.” Gaza menolak pelan. “Tadi Olan telepon dan aku yang angkat, katanya minta kamu datang agak siang saja. Dia sedang melakukan interogasi mandiri. Dia juga bilang gantian kamu yang istirahat setelah berikan dia istirahat empat jam tidur pulas. Walau tidak bisa tidur lagi, tapi setidaknya kamu bersih-bersih dulu. Ayo ... berat amat sih melangkah.” Tarikan Natasya pada lengan suaminya tidak berpengaruh sedikitpun. “Aku akan telepon Olan dulu ya,” pungkas Gaza. Natasya berdecap, sungguh terlalu. Gaza tidak mempercayainya, baiklah untuk sekarang ia tidak akan mendebat karena mengingat bagaimana kacaunya sang suami minggu-minggu ini. Kurang dari lima m
Baca selengkapnya

Karma

Natasya memandangi langit sore dari balik jendela rumahnya, selepas dari Surabaya kemarin, suaminya lebih banyak sibuk di luar rumah mengurusi kantornya. Langit sudah mendung kala ia mengantar Gaza berangkat kerja pagi buta. “Sya kamu sudah tahu kalau mami digiring polisi?” Salah satu rekan kerja di rumah bordil menghubungi Natasya dan berkata dengan kepanikan “Bukannya mami sedang dirawat?” tanya Natasya. “Iya dibawa dalam keadaan masih berinfus pakai kursi roda tadi pagi dan baru saja aku dikabari kalau rumah merah sedang diruntuhkan. Astaga Sya ... ada banyak sekali kawan kita yang enggak punya tempat tinggal.” Kawan Natasya masih bercerita dengan nada panik yang pekat. “Lalu pada ke mana teman-teman yang lainnya?” Natasya menundukkan kepala dengan memijat kening, ia bisa tahu ini karena siapa. “Enggak tahu, ini aku sedang dalam perjalanan mau ke sana, kamu enggak tahu apa-apa Sya sama ma
Baca selengkapnya

Jangan Main-main

“Papa enggak minta kalian ke sini, kenapa kes sini dan ngos-ngosan begitu kalian ini? dasar anak muda enggak sabaran,” dengus papa Gaza. “Jadi bagaimana, Pa? kok bisa hubungi Papa? tahu dari mana nomor Papa?” berondong Gaza. Papa bukannya menjawab, melainkan meminta Natasya duduk dan memanggil mbak rumah untuk membuatkan anak dan menantunya minuman dingin. “Pa,” tuntut Gaza. “Astaga anak ini, duduk dulu makanya. Kenapa masih berdiri di situ?” tegur papa. Natasya menarik lengan Gaza untuk duduk dan mendengarkan dengan baik penjelasan yang akan diberikan dari papa. “Papa tanya dulu, kamu masih berhubungan sama Grace atau ke rumahnya?” Papa memandang penuh tanya pada wajah menantunya. “Biar aku yang jawab, papa tanya aku.” Natasya kembali menyentuh lengan suaminya yang langsung hendak bangun saat mendengar istrinya mendapat pertanyaan berbau tuduhan.
Baca selengkapnya

Sepucuk Surat Cinta

Natasya nyalang menatap lurus ke depan, di mana jalanan begitu padat di pukul lima sore. Ia ditelepon suaminya dan meminta dibawakan makanan yang banyak untuk lima orang. Padahal Gaza bisa saja memesan makanan tapi ia ingin istrinya tetap ke kantor. “Tunggu aku akan ke bawah.” Gaza langsung memutuskan panggilan pada Natasya begitu sang istri mengatakan sudah sampai di lobi. Gaza melebarkan mata melihat betapa banyak yang istrinya bawa, dan sedang dibantu turunkan dari bagasi mobil oleh dua sekuriti kantornya. “Sayang ... aku bilang untuk lima orang. Bukan lima belas orang,” tutur Gaza. “Bisa bagi divisi lain juga keamanan.” Natasya menjawab ringan. Gaza menggelengkan kepala, sepertinya ide meminta Natasya membawakan makanan ke kantor kurang tepat. Ia hanya ingin melihat istrinya karena tadi siang Olan dengan sombongnya memamerkan sebuah undangan pernikahan. “Kak Diwang? Asta
Baca selengkapnya

Luapan Cinta

Natasya kembali menyunggingkan senyuman melanjutkan membaca tulisan tangan cenderung jelek suaminya.Diwangkari istriku Sayang,Please jangan tertawa saat membacanya, sumpah mati ini pertama kali aku menulis surat. Aku pikir setidaknya sekali seumur hidup aku menulis surat untuk kamu. Diwang, kamu tahu sebesar apa rasa sayang dan cinta aku pada kamu? jika kamu menebak sebesar dunia maka salah besar, karena dunia tidak sanggup menampung besarnya cinta aku sama kamu. Karena jikapun aku lebih dulu meninggalkan dunia, maka cinta itu akan aku bawa ke liang lahat dan menunggu kamu di sana untuk kita dapat kembali bersama-sama. Jika kamu bilang cinta aku hingga nafas berhenti, maka itu juga salah. Karena saat nafas aku terhenti aku tetap mencintaimu dalam wujud berbeda. Diwang ... jangan lagi merasa sendirian di dunia ini. Aku adalah orang pertama yang berdiri paling depan saat kamu sedih, marah, bahagia, kecewa, dalam hidup ini. Aku tidak akan melepaskan genggaman tangan kam
Baca selengkapnya

Empat Minggu

“Kabari gua,” pinta Vallen. Gaza dan istri segera menuju rumah sakit di mana papa dilarikan karena jatuh. Vallen sendiri tidak dapat ikut serta karena anaknya juga sedang dirawat. Meninggalkan keluarga sang kembaran, Gaza berlarian menggandeng istrinya menuju UGD. Di sana terlihat asisten papanya berdiri bersandar dengan ponsel di tangan menunduk sibuk mengetik. “Om Rusdi,” panggil Gaza. “Gaza, Diwang ... papa kalian belum selesai diperiksa.” Pemilik nama Rusdi menghela nafas panjang. Jarak antara rumah sakit Shaka ke rumah sakit papa tidak terlalu jauh, namun tetap tergolong sudah lama juga pemeriksaan dan belum ada yang keluar dari pintu UGD untuk memberitahukan kondisi papa mereka. “Bagaimana ceritanya Om? Om sedang ke rumah?” berondong Gaza. “Iya, Om sedang ke rumah karena urusan pekerjaan. Dan mbak rumah pas teriak, Om samperi ternyata sedang kesusahan mengangkat papa k
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
12
DMCA.com Protection Status