Home / Romansa / Sang Primadona Rumah Bordil / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Sang Primadona Rumah Bordil: Chapter 81 - Chapter 90

117 Chapters

Yang Kedua

“Kenapa ada wanita selapang kamu, Diwang?” Gaza melirihkannya dengan membelai kepala sang istri yang terlelap setelah menjalani serangkaian pemeriksaan lanjutan bahkan mendatangkan dokter ortopedi untuk sakit tiba-tibanya. “Tidur?” Vallen yang datang bersama Naren bertanya dengan suara pelan ketika memasuki kamar rawat sang ipar. Gaza mengangguk, menaikkan selimut istrinya dan mendaratkan kecupan sebelum beranjak dari samping ranjang untuk duduk di sofa dalam kamar rawatnya mempersilakan Vallen dan Naren duduk. Ia mengabari papa dan Vallen mengenai kondisi langka istrinya. “Enggak bisa digerakkan sama sekali?” tanya Vallen. “Awalnya iya pas dibawa ke sini sama sopir sama mbak rumah. Persendiannya enggak bisa ditekuk sama sekali. Entah bagaimana cara mereka masukkan ke mobilnya katanya dibantu sekuriti juga. Besok masih ada pemeriksaan lanjutan dari ortopedi, sangat jarang kasus tiba-tiba kaku pada ibu hami
Read more

Puncak

“Kenapa?” serbu Vallen. Vallen menyerbu ke rumah sakit kala ia menghubungi Gaza untuk mengatakan jika makan malam rutin keluarga mereka kali ini akan diadakan di luar karena merasa anak, istri dan papanya butuh keluar rumah. Namun justru mendapatkan kabar bahwa Natasya dirawat kembali di rumah sakit. “Mimisan tapi enggak mau berhenti, jadinya mungkin pendarahan namanya. Sedang diperiksa di dalam.” Gaza menyugar rambutnya pakaian rumahnya masih terdapat noda darat karena ia menggendong-gendong istrinya dari mobil. “Ya Tuhan,” lirih Vallen. “Dia lagi duduk sama gua, enggak melakukan apa-apa. Enggak capek karena aku sudah memesankan sama mbak untuk Diwang tidak pegang apa-apa di rumah.” Gaza menambahkan dengan wajah penuh kecemasannya. “Kita tunggu dokternya selesai periksa, jangan berasumsi dulu.” Vallen menghela nafas usai mengatakannya, ia paham perasaan kembarannya yang sudah pasti tidak k
Read more

Pipi Tirus

“Terima kasih semuanya, meeting kita akhiri sampai disini.” Gaza menutup meeting siang itu di kantornya. Sudah tiga hari ia masuk kerja, lebih tepatnya dipecut masuk kerja oleh Vallen dan papanya. Mereka memaksa Gaza kembali bekerja setelah hampir satu bulan alfa. Selama satu bulan itu, Olan yang menggantikan sepenuhnya. Ia bahkan berangkat bekerja satu hari setelah pernikahan walau Gaza sudah berpesan ambil saja cuti menikahnya. Vallen yakin Gaza akan terus terpuruk jika terus berada di rumah sakit. Jika ia bekerja setidaknya dapat mengalihkan sedikit perhatiannya dengan kondisi Natasya yang tidak kunjung membuka mata. “Bapak Orlando, tolong ke ruangan saya setelah ini,” pinta Gaza. “Baik Pak,” jawab Olan. Natasya sempat sadarkan diri setelah satu minggu berada di ruang ICU namun tidak lama justru nafasnya tersengal hebat dan kembali kritis. Gaza yang mendampingi jatuh bangun hancur berkeping-keping melih
Read more

Tersedu-sedu

“Oh ya? enggak selera makan karena kamu tidurnya lama.” Gaza kembali menghapus air mata yang terus keluar dari netra sayu istrinya. “Berapa lama?” tanya Natasya pelan. “Lama sekali, satu bulan lebih tiga minggu,” canda Gaza. Gaza merasakan remasan samar dari tangan lemah sang istri, ia kembali kecup dalam berulang kali. “Jangan tidur lagi ya, jangan tinggalkan aku lagi,” lirih Gaza. Natasya mengangguk samar, memandang wajah yang entah ia lupa kapan terakhir ia tatap. Begitu juga Gaza, hanya memandangi manik mata indah yang kini berkedip-kedip pelan. Tidak lagi tertutup rapat. Ketika seorang perawat datang dan memanggil Gaza untuk menghadap dokter istrinya, Gaza menarik nafas panjang. “Aku tinggal sebentar ya, Sayang. Janji enggak akan lama, aku akan ke sini lagi. Love you so much, Diwang.” Gaza menunduk dan mendaratkan kecupan lembut pada kening istrinya sebelum meninggalkan
Read more

Kaki Bergetar

“Baik saya paham,” jawab Natasya. Natasya dan suaminya mendengarkan dengan seksama penuturan sang terapis, esok ia akan melakukan terapi tangan terlebih dahulu. Memang sudah bisa digerakkan, namun jelas belum kuat untuk menopang tubuhnya nanti ketika terapi jalan. Maka yang dilakukan pertama kali adalah kedua tangannya harus kuat terlebih dahulu. “Jangan dipaksa ya Bu, saat capek dan pegal maupun sakit harus bilang. Jangan terburu-buru dan memaksa cepat bisa,” pesan sang terapis. “Baik Dok,” jawab Natasya. “Makannya juga tolong ikuti dulu sesuai arahan dari dokter gizi ya, Bu. Ibu kehilangan cukup banyak berat badan selama kemarin, jadi mari kita bekerja keras namun dalam porsi tertata.” Sang dokter tersenyum mengakhirinya. Sepeninggal terapis, jadwal makan datang. Natasya meringis melihat menu yang harus ia habiskan guna memulihkan tenaga untuk esok bersiap bertarung esok hari.
Read more

Gaza dan Keinginannya

“Tidak apa-apa Pak, perkembangannya sudah sangat banyak. Semangat Ibu Diwang untuk sembuh juga sangat besar. Itu point tambahan untuk dapat mempercepat proses penyembuhan.” Dokter menjelaskan ketika Natasya sudah menjalani terapi selama satu minggu dan esok diperbolehkan pulang setelah dua setengah bulan penuh di rumah sakit. Gaza menanyakan apa benar sudah tidak apa-apa istrinya pulang dengan kaki yang sudah dapat jalan namun masih pelan-pelan. “Baik Dok, terima kasih banyak sudah membantu istri saya selama ini,” papar Gaza. “Sama-sama Pak, semoga dengan kembalinya Ibu ke rumah membuatnya jauh lebih sehat karena berada di tempat dan lingkungan nyaman sehari-hari. Tetap dijaga dan diperhatikan pola makannya dan jangan dulu melakukan hal yang berat.” Dokter memberikan nasehat sebelum Gaza meninggalkan ruangannya. Gaza memastikan sang istri sudah duduk nyaman menggunakan seat belt sebelum ia duduk di bali ke
Read more

Gumpalan Darah

Natasya tertawa gemas akan Shaka di pangkuannya yang baru saja mendaratkan kecupan pada pipinya. Mereka tengah berkumpul keluarga guna merayakan kepulangan Natasya dari menginap lamanya di rumah sakit. “Tante Diwang dicariin Shaka terus tahu, tanya kapan pulang kapan pulang,’ papar Naren. “Oh ya? Tante juga kangen anak baik ini.” Natasya membelai kepala Shaka yang sibuk dengan makanan di tangan. “Sudah lebih Baik, Diwang?” tanya Vallen. “Iya sudah sangat baik, walau belum bisa lari dan kalau jongkok mesti dibantu bangunnya,” jawab Natasya. “Tidak perlu memaksakan diri, lama-lama pasti bisa lagi.” Naren menjawab dengan menyentuh lengan Natasya yang tertutup kemeja panjang biru. Natasya mengangguk dengan senyuman, ia yakin juga akan bisa kembali. Makan malam keluarga tersebut berlangsung hangat, bahkan si kecil Shaka menolak diajak pulang dan memeluk erat Gaza yang
Read more

Selimut Bolong

“Kekayaan Ratu Elizabeth kira-kira berapa ya, Ga?” Natasya bertanya ketika mereka pagi-pagi buta sudah berjalan-jalan di hutan belakang vila Gaza. “Aku bisa menghitung gambarannya kalau kamu bertanya serius enggak hanya iseng.” Gaza menepuk punggung tangan istri yang ia genggam. Natasya melempar tawa, ia memang iseng tanya kekayaan orang nomor satu di Inggris. Masih menyunggingkan senyum, Natasya melepas genggam tangan suaminya dan berjalan mundur berhadapan dengan suaminya. “Hei be carefull,” tegur Gaza. “Kiss me.” Natasya menyentuh bibirnya dengan senyuman lebar. “Yakin enggak akan tampar aku lagi?” kelakar Gaza. “Enggak ... sudah paten milik Gazalio Hernando,” kekeh Natasya. Gaza tergelak kecil, menyentuh lengan Natasya agar berhenti jalan mundur dengan kondisi jalanan yang tidak rata tersebut. Mendekatkan kepalanya pada kepala sang istri untuk mendaratkan
Read more

Mari Bercinta

“Ih aku mau udangnya, Gaza,” seru Natasya. “Iya iya.” Gaza terkekeh meletakan udang di tangan yang hendak masuk ke dalam mulutnya ke piring kecil istrinya. “Kamu ikannya saja, udang buat aku semua,” tambah Natasya. “Ia Sayang, besok aku belikan sekilo buat kamu sendiri. Jagung mau?” Gaza yang masih berdiri depan tempat barbeque membakar apa yang sudah ia minta siapkan pada mamang vila. “Mau ... buat agak gosong ya, Sayang.” Natasya duduk di atas ayunan dengan memegang piring kecil berisi lima potong udang besar yang sudah dibakar dan dilumuri bumbu racikan Gaza sendiri.Gaza berdecap. “Biasa banget apa-apa demennya gosong. Sudah tahu baru pulih.” “Agak gosong, bukan gosong. Dan aku sudah boleh makan apa saja kata dokternya untuk perbaikan gizi.” Natasya terkikik sendiri akan perkataannya. “Kenapa mamang dan teteh enggak mau bergabung, Sayang? padahal aku enggak masalah kok.
Read more

Kemesraan

“Iya Lan, gua sudah di Jakarta, antar bini sampai rumah dulu ya baru ke kantor.” Gaza menerima panggilan Olan saat menuju rumah mereka yang sudah cukup dekat. “Jangan lupa makan, kamu belum makan dari pagi.” Natasya mengingatkan pada suaminya. “Iya Sayang. Bye.” Gaza melambaikan tangan kala Natasya turun dari mobil sedangkan ia langsung menuju kantornya. Natasya mengeluarkan pakaian kotor mereka berdua selama di puncak saat memasuki rumah ke dalam keranjang pakaian kotor mereka. Mbak di rumah menyapanya hangat dan menanyakan ingin dibuatkan apa untuk makan siang mereka. Natasya mengatakan jika ia yang akan memasak hari itu. Dua hari di puncak membawa banyak perubahan suasana baik pada diri Natasya, ia menjadi lebih bersemangat untuk lekas lebih sehat. Ia ingin selalu sehat agar dapat mendampingi suaminya hingga batas usianya kelak. Sedikit berlebihan, tapi ia sungguh tidak ingin mengalami sakit seperti kemarin la
Read more
PREV
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status