Home / Romansa / Sang Primadona Rumah Bordil / Chapter 91 - Chapter 100

All Chapters of Sang Primadona Rumah Bordil: Chapter 91 - Chapter 100

117 Chapters

Umpatan

“Istirahat ya, matikan ponselnya dulu.” Natasya mengatakan usai mereka sampai rumah setelah mengunjungi sebuah panti asuhan di mana mereka tersentuh akan senyum ketulusan di sana. “Iya, aku sudah minta Olan istirahat juga. Kita akan berangkat bekerja lusa. Come here.” Gaza menepuk samping tempatnya duduk di hamparan karpet ruang keluarga bersandar kaki sofa, mengenakan celana pendek hitam polos dan kaos lengan buntung kusam. Natasya mengangguk, mengikat rambut panjangnya sebelum ikut duduk di samping Gaza. Layar televisi padam, tidak ada musik, Gaza hanya ingin duduk di sana saja ditemani istrinya. “Pasti mau tanya kenapa aku menyambangi banyak panti asuhan tiga hari ini,” terka Natasya. Gaza mengangguk menyentuh helai rambut istrinya dengan senyuman. “Karena aku teringat anak kita,” desah Natasya. “Awalnya aku sangat rindu sekali sama anak kita, tapi karena dia luruh tanpa
Read more

Saling Diam

“Aku enggak suka kamu bicara seperti itu, Sahaya Diwangkari.” Gaza mengatakan dengan suara dalam dan tegas. Natasya mengukir senyum sedihnya, Gaza marah, ia sangat tahu saat Gaza memanggil nama lengkapnya dengan intonasi penuh penekanan. Menepuk punggung tangan suami yang masih menggenggam tangannya, Natasya tidak berniat mengubah ucapannya tadi. “Kita pulang saja, aku sudah enggak mood belanja,” pinta Natasya. Gaza tidak bergeming, masih menatap tajam manik mata istrinya yang tergambar kesedihan samar dan dapat ia lihat walau Natasya coba menutupinya. “Ayo jalan, Sayang. Kita menghalangi jalanan orang lain.” Natasya menarik lebih kuat tangan Gaza sampai akhirnya mau melangkahkan kakinya. Sepanjang perjalanan pulang tidak ada yang mengeluarkan suara. Mereka diam dengan isi kepala masing-masing. Gaza dengan kemarahannya karena ucapan istrinya, Natasya yang sangat sedih karena diingatkan masa
Read more

Pukul Tiga Dini Hari

Natasya mengerutkan kening ketika merasa sampingnya kosong karena seingatnya ada suaminya. Memaksa membuka mata lengketnya untuk terbuka dan memeriksa, ternyata memang kosong sisi kirinya. Memandang pintu kamar mandi dalam kamar juga gelap, pertanda sang suami tidak berada di sana. Kemana gerangan Gaza. “Sayang.” Natasya memanggil setelah keluar dari kamar dengan rambut berantakannya. “Di dapur,” jawab Gaza dari kejauhan. Natasya menuju dapur tanpa alas kaki, ternyata Gaza sedang menggoreng nasi dengan potongan bakso dan karage. Serta sudah ada potongan mentimun serta kubis di dekat sink. Kelaparan rupanya suaminya. “Lapar jam segini? Ini masih jam tiga pagi,” ucap Natasya. “He’em,” jawab Gaza singkat. Natasya sudah sepenuhnya melek dan ia menyadari jawaban singkat suaminya pertanda belum sepenuhnya memaafkan dirinya. Natasya memutuskan memeluk Gaza dari belakang, menempelka
Read more

Di Kejar Psikopat

“Sudah aku bilang enggak apa-apa, aku belanja sama mbak dan driver kok jadi ada yang bantu bawa nanti. Kita ke pantinya tunggu kamu libur lagi. Enggak akan ditinggal, belanjanya saja pakai uang kamu masa ditinggal,” kekeh Natasya. Natasya bersama mbak berbelanja semua yang sudah ia list dari minggu lalu namun belum jadi dibeli lantaran bertemu wanita gila yang memaki-maki dirinya hingga menjadikan ia bertengkar dengan Gaza. Mengisi troli dengan barang-barang, Natasya menikmati sesi belanjanya. Ketika melihat sebuah mainan kuda yang bisa jalan jika di hentak, memiliki roda-roda kecil pada keempat kakinya. Natasya teringat Shaka tiba-tiba, dengan senyuman lebar ia segera masuk ke dalam toko mainan tersebut untuk membelikan sang keponakan kuda-kudaan. “Hallo Naren, ada di rumah?” tanya Natasya. “Iya di rumah, mau ke sini? ayo,” jawab Naren. “Ok aku ke sana ya.” Natasya segera mengakhiri panggi
Read more

Pelat Bodong

“Sayang buka pintunya, ini aku.” Gaza mengetuk pintu kemudi di mana istrinya berada tengah menenggelamkan kepala di kemudi yang sudah berhenti. Natasya tancap gas hingga hampir menabrak seorang pesepeda motor setelah melewati penantian perubahan lampu merah ke hijau yang terasa sangat lama di tengah ketakutan luar biasanya. Si penguntit memberinya ancaman berupa menyayatkan ujung pisau di sepanjang kaca jendela hitamnya. Ia terpental kala Natasya menginjak gas kuat dengan seluruh badan yang gemetar hebat.Psikopat tersebut jelas tertinggal jauh setelah mangsanya menginjak gas dalam. Natasya berkendara bagai orang gila mencari tempat yang ia arahkan Gaza, yaitu polda metro jaya. Gaza memintanya berhenti di dalam pelataran polda metro jaya karena yakin si psikopat tidak akan berani menyusul masuk ke sana.Begitu pintu terbuka, Natasya keluar dengan sisa keberaniannya. Menyambut pelukan suaminya dengan isak pelan, ia ketakutan setengah mati sedari dari.
Read more

Sentuhan Menjijikkan

“Simon .... “ “Benar ternyata kamu, Natasya ... Vallen bilang nama kamu Diwang. Ganti nama semenjak rumah merah dibongkar?” tanya laki-laki berkaos coklat di hadapan Natasya. “Kenapa kamu bisa ada di sini? kamu membuntuti saya?” Natasya cepat menguasai kekagetannya dan dalam sekejap ketenangannya terlihat kuat. “Tidak, kebetulan saja lewat dan lihat kamu keluar dari dalam sana, jadi benar kamu sekarang jadi istri Gazalio Hernando?” Seringai Simon jelas merendahkan wanita di depannya. “Benar ... Gazalio Hernando suami saya dan Vallen kakak ipar saya. Silakan dilanjutkan perjalanannya jika memang hanya lewat. Natasya mengurungkan niatnya membuka mobil guna mengambil ponselnya, ia memutar badan untuk kembali masuk ke dalam panti asuhan. Akan tetapi Natasya tidak menduga saat lengannya dicekal kuat. Sontak ia menghentak dengan berseru lepaskan.“Ups sorry Sya.” Simon terkekeh penuh nada meremeh
Read more

Gotcha

“Kamu di mana, Sayang?” Natasya bertanya setengah merajuk kala pukul enam sore suaminya belum juga sampai rumah. “Jalanan depan perumahan kita Sayang, tunggu ya.” Gaza berkata lembut pada Natasya yang sangat jarang berkata penuh rajukan seperti tadi. “Ok.” Natasya mematikan panggilan tanpa mengatakan apa-apa lagi menjadikan Gaza menghela nafas kemudian terkekeh kecil. Semenjak kejadian Simon, Gaza selalu pulang terlambat walau tidak sampai hari gelap. Natasya juga enggan menanyakan mengenai apa Gaza sudah menemukan Simon atau belum. Yang terpenting bagi Natasya adalah ia selalu baik-baik saja. “Jangan pakai baju,” seru Natasya. Gaza menoleh ke arah Natasya yang duduk bersandar di kepala ranjang, dengan tangan memegang kaos polos hitam yang hendak ia pakai. Mengerutkan kening penuh tanya pada istrinya yang meletakan ponsel di nakas dan menepuk samping tempatnya duduk santai. Sedari tadi ia m
Read more

Amukan Simon vs Ketenangan Gaza

“Tidak ada tentu saja,” kilah Simon. “Bagus kalau seperti itu, bapak Gazalio tidak untuk menjadi musuh pastinya. Benar seperti itu Bapak Gazalio?” Bramanta menatap Gaza dengan senyum teduh.Gaza mengangguk menyentuh dadanya. “Saya yang merasa terhormat bisa bekerja sama dengan senior hebat kita, semoga kerja sama kita langgeng terus ya Pak.” Gaza mengulurkan tangan untuk menjabat Bramanta yang melepas tawa kembali. Gaza memberikan senyuman lebar pada sosok berwajah merah padam, Simon. Setelah persetujuan antara kedua belah pihak,Gaza dan Olan berjalan meninggalkan ruangan Bramanta. Langkah keduanya terhenti saat nama Gaza dipanggil lantang. “Bapak Gazalio bisa kita bicara sebentar? hanya berdua saja,” tegas Simon. “Mengenai apa maaf ya, Pak? kalau mengenai alih nama, akan berurusan dengan bapak Orlando,” jawab Gaza. “Saya ingin bicara sama Bapak sendiri,” tegas Simon. Gaza me
Read more

Teror Panggilan

“Kena tonjok sekali,” ringis Gaza. “Astaga, mana coba aku lihat.” Natasya membuka kancing jas suami, hendak meneliti secara langsung. Gaza tertawa menahan kedua pergelangan tangan istrinya, membawanya menuju sofa dan mendudukkan bersama ia sendiri. “Nanti ada yang lihat kamu buka-buka baju aku di kantor, menyebarlah rumor CEO Gazalio berbuat mesum di ruang kantornya. Aduh Sayang.” Gaza tertawa dengan menangkis tangan Natasya yang mencubitinya kesal. “Mana ada yang berani masuk sini tanpa ketuk pintu. Mana aku mau lihat, lebam apa enggak.” Natasya tetap membuka kancing jas Gaza dan menarik keluar kemeja dari celana bahan hitam suami, kemudian mengangkat ke atas hingga terpampang perut berotot suaminya. “Enggak ada lebam, kalau kamu sampai meringis begitu pasti sakit. Kencang sekali memang?” Natasya menurunkan kembali kemeja dan singlet suaminya. “Enggak sekeras itu, hanya po
Read more

Jebakan Maut

Gaza menuliskan dengan cepat kertas yang ia ambil sembarang di meja kerja, meminta Natasya membacanya seolah memang sedang melakukan percakapan. Natasya mengangguk paham, berbicara pada ponsel yang sudah di loudspeaker oleh suaminya. “Baiklah ... aku yang tentukan tempat dan waktunya. Langgam besok malam pukul sembilan, kamarnya nanti aku infokan. Ingat ... jangan sampai terendus suami aku.” Natasya menelan ludah usai membacanya. Olan di kursinya menggelengkan kepala dengan seringai lebar, ia sangat mengerti rencana sahabat sekaligus bosnya. Berani sekali Simon mengusik wilayah teritorial si gila jika mengamuk, Gazalio Hernando. “Aku tidak sabar Sayang .... “ Gaza langsung mematikan tanpa memberikan kesempatan bersuara kembali. “Apa yang kamu rencanakan?” tanya Natasya. “Tentu saja membunuhnya,” dengus Gaza. “Sayang .... “ “Yang pasti enggak a
Read more
PREV
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status