Semua Bab Perangkap Sang Penguasa: Bab 11 - Bab 20

126 Bab

Bab 11. Hanya Memiliki Sedikit Harapan

Sesaat keheningan memenuhi ruangan besar itu. Tiga orang yang yang telah menjadi mayat tergeletak di lantai dalam genangan darah. "Kalian urus mereka. Aku akan pulang hari ini." Ned bangkit dari duduknya dan berjalan keluar ruangan. Saat melewati mayat John, dia hanya melirik sekilas dengan tatapan dingin kemudian melanjutkan langkah.Sementara beberapa penembak jitu yang berada di lantai atas masih berdiri di tempatnya. Mereka baru saja membereskan ketiga pelanggan yang membuat masalah. Tuan Zavier tidak pernah mengampuni orang-orang yang mencoba bermain-main dengannya. "Bagaimana kabar gadisku?" tanya Ned waktu sudah dalam perjalanan menuju bandara."Ibu Nona Neilson sekarang berada di rumah sakit Rosemary. Bukan rumah sakit yang bagus. Sepertinya nona Neilson kekurangan uang akhir-akhir ini." Nick yang duduk di sebelah sopir menjelaskan singkat. Dia memiliki semua informasinya secara terperinci tapi tak mengatakannya langsung. Ada dokumen yan
Baca selengkapnya

Bab 12. Menunggu Shein

"Itu Shein. Dia datang…." Qiana yang lebih dulu melihat ketika gadis itu turun dari mobilnya. Matanya memang tak berhenti memperhatikan dari tadi.Sedangkan Beatrice memang tidak terlalu fokus. Antara melihat-lihat sebentar ke arah pintu masuk dan jalanan di depan, lalu menunduk pada ponselnya bila mulai jenuh. Jadinya gadis itu sedikit terlambat melihat kehadiran Shein. Itu pun setelah Qiana memberitahunya. Dia hanya menemukan bayangannya sekelebat sebelum menghilang ke dalam klub yang ramai."Ayo masuk!" Qiana beranjak menuju pintu masuk tanpa menunggu jawaban dari Beatrice. Namun begitu langkahnya tinggal beberapa meter lagi dari pintu, dia tertegun melihat penjaga yang berdiri di sana. Penjaga itu memeriksa kartu yang dimiliki pengunjung sebagai tanda keanggotaan.Tentu saja, Qiana mentertawakan dirinya sendiri. Dia memukul dahinya karena benar-benar merasa bodoh. Bagaimana dia bisa lupa kalau klub termewah di kota Yardley memerlukan sebuah kartu keang
Baca selengkapnya

Bab 13. Bertemu Lagi

"Qiana?" Gadis itu tampak terkejut saat mengetahui orang yang menariknya."Shein?" Qiana menirukan nada terkejut Shein disertai ekspresi mengejeknya, tapi kemudian raut wajahnya berubah penuh amarah. "Mana uangku?"Qiana benar-benar mencekik Shein hingga gadis itu tampak kesulitan bernapas. Tangannya berusaha melepaskan kedua tangan Qiana. "Qi… Qiana. Lepas… kan dulu…." Shein megap-megap sambil memohon untuk dilepaskan. "Berikan uangku!" Bentak Qiana sambil mengendurkan cengkeraman tangannya di leher Shein.Kesempatan itu dimanfaatkan Shein untuk menepiskan tangan Qiana. Dia terbatuk sejenak sebelum menghirup udara sepuasnya. "Apa kau bodoh? Kenapa masih mengejarku? Kurasa uang kecil seperti itu bukan apa-apa bagi tuan Zavier." Shein cemberut saat mengatakan itu."Ini tidak ada hubungannya dengan tuan Zavier!" bentak Qiana. "Berikan uangku!" "Astaga! Bukankah sekarang kamu kekasih tuan Zavier. Apa kau tidak
Baca selengkapnya

Bab 14. Sebuah Hukuman

Mata Qiana membelalak lebar. Dia tak mengira Ned akan memperlakukannya seperti itu, memangkunya di depan orang-orang. Dengan terburu-buru Qiana hendak beranjak turun tapi kedua lengan Ned yang kuat menguncinya erat. Lelaki itu bahkan menunduk hingga wajah mereka menjadi sangat dekat."Tidak bisakah kau menjadi lembut sejenak? Ini sama sekali bukan dirimu." Suara lelaki itu pelan di telinganya tapi sanggup membuat kulit wajahnya memerah."A… apa maksudmu?" Qiana tergagap sambil berusaha memalingkan wajahnya agar tidak terlalu dekat."Aku baru saja kembali. Apa kau tidak rindu padaku?" Tuntut Ned sambil mengendus aroma shampo yang samar dari rambut gadis di pangkuannya."Tidak." Qiana nyaris menggeleng kalau tidak ingat akan berkemungkinan menyentuh wajah di sebelahnya. "Kenapa harus rindu pada orang yang tidak kukenal?""Tapi aku sangat merindukanmu." Ned berujar serak di dekat telinga gadis itu.Seluruh tubuh Qiana merinding. Jar
Baca selengkapnya

Bab 15. Kembali ke Rumah Sakit

Qiana berusaha menyembunyikan airmatanya sepanjang perjalanan dengan bis yang membawanya ke rumah sakit. Dia sudah melupakan Beatrice yang datang bersamanya. Sepanjang usianya yang sembilan belas tahun lebih, tak ada lelaki yang dengan kurang ajar menyentuhnya seperti itu. Bahkan  saat Qiana menyukai seseorang, dia belum pernah berkhayal berciuman dengannya. Kini, lelaki yang baru dikenalnya, yang memaksa menganggapnya sebagai kekasih, lelaki itu dengan paksa sudah menciumnya.Sesampai di rumah sakit, Qiana pergi ke kamar mandi lebih dulu, mencuci wajahnya di wastafel. Qiana memandangi raut menyedihkan di cermin. Sepasang matanya tampak bengkak dan merah. Sementara bibirnya, Qiana merasa malu dan marah saat teringat lagi ciuman lelaki itu. Dengan kasar digosoknya bibirnya dengan sabun pencuci tangan hingga perih kemudian membilasnya dengan air. Hasilnya malah membuat bibirnya menjadi semakin merah seperti habis digigit.  Dengan putus asa, Qiana
Baca selengkapnya

Bab 16. Hotel Phoenix

Kepala Qiana rasanya mau pecah saat keluar dari ruangan dokter. Dia tidak langsung kembali ke tempat ibunya di rawat melainkan terduduk bingung di dekat taman samping rumah sakit. Rasanya beban yang ditumpuk dibahunya ditambah dan terus ditambah. Belum sempat dia berdiri benar dengan kedua kaki kecilnya, sebuah beban seberat gunung kembali ditimpakan padanya.Ibunya harus segera menjalani operasi untuk mengurangi resiko serangan jantungnya.Sebuah operasi? Bahkan untuk makan hari ini pun dia sudah tak sanggup lagi membeli. Perasaan Qiana sangat kacau. Dia menangkupkan kedua telapak tangannya ke wajah. Tak ada gunanya lagi berpikir karena semua cara sudah dia pikirkan.Haruskah dia menjual dirinya pada seorang lelaki tua kaya seperti kerap dilakukan gadis-gadis miskin yang putus asa?Qiana menggeleng sedih. Harga diri terkadang memang susah dipertahankan saat keadaan sedang tidak berpihak pada kita. Benarkah dia begitu putus asa hingga te
Baca selengkapnya

Bab 17. Menemui Sang Pemilik Hotel

Gadis yang sudah memasang senyum manis di wajahnya itu tiba-tiba menarik kembali bibirnya menjadi sebuah garis lurus. Penampilan Qiana yang tampak seperti mahasiswi miskin membuat sang resepsionis mengernyitkan alisnya. Sementara pertanyaan yang Qiana lontarkan baginya sangat tidak masuk akal.Apa maksud gadis ini mencari tuan Zavier dengan penampilan menjijikkan? Sang resepsionis memandang dengan tidak senang. Sesekali ada juga gadis yang datang ke kamar tuan Zavier. Resepsionis itu cukup hapal. Semua gadis itu memiliki penampilan yang luar biasa. Tidak saja cantik tapi seluruh yang dikenakan di tubuh mereka juga bukan barang biasa. Tuan Zavier bukan orang yang pelit."Maksud Nona, tuan Zavier pemilik hotel ini?" Si gadis mencoba memastikan jika yang dicari Qiana adalah orang yang sama dalam pikirannya.Qiana mengangguk dengan antusias. "Benar. Bukankah dia tinggal di sini? Apa dia sedang ada di kamarnya?"Alis resepsionis itu mengernyit. "Apa Nona sudah punya janji?" tanyanya lagi.
Baca selengkapnya

Bab 18. Lantai Teratas Hotel Phoenix

Di depan sana di tengah lobi yang luas, Nick menghentikan langkahnya saat Qiana menghalangi jalannya. Dia langsung mengenali gadis di depannya dan seketika senyum kaku tercipta di wajahnya. Nick mengangguk hormat.Si resepsionis di belakang meja terlihat kaget. Jantungnya seperti hendak melompat keluar ketika melihat Nick tampak mengenal Qiana dan juga terlihat bersikap segan. Siapa sebenarnya gadis itu? Resepsionis itu mulai merasa tidak nyaman. Dia sudah mengabaikan gadis itu tadi "Nona Nielson?" Nick cukup terkejut saat melihat gadis yang telah ditandai tuannya sebagai kekasih ini.Qiana tersenyum canggung. "Apakah kau temannya tuan Zavier?" tanyanya tanpa basa-basi. "Panggil saya Nick. Tepatnya saya asisten tuan Zavier." Nick memberitahu. "Apa Nona ingin bertemu tuan?"Tentu saja Nick tahu Qiana sedang dalam kesulitan saat ini. Meski gadis itu sebelumnya bersikeras menolak tuannya, suatu saat dia akan datang juga untuk meminta bantuan. Adakah yang melebihi uang dan kekuasaan? Ji
Baca selengkapnya

Bab 19. Kakak, Aku Perlu Uang

Ned Zavier masih menatap layar laptop di depannya selama beberapa saat. Selama beberapa saat juga keheningan memenuhi ruangan besar itu. Qiana tidak berani bersuara. Dia bahkan hanya sempat melirik sekilas pada sosok agung dengan kemeja putih di sana lalu menundukkan wajahnya, mengamati ujung sepatunya yang kotor.Ah, dia bahkan berdiri di atas karpet tebal dengan bulu lembut. Sepatunya telah melewati banyak jalan membawa kotoran ke atas hamparan karpet bersih ini. Qiana tanpa sadar mendesah sedih. Bahkan dirinya sangat tidak cocok berada di ruangan ini."Kau bisa pergi." Suara Ned tiba-tiba terdengar. Dia telah mengangkat wajahnya dari layar dan tengah memperhatikan Qiana.Qiana yang terkejut mengangkat wajahnya yang semula menunduk. Pandangannya beradu dengan Ned. Dia sempat mengira, Ned menyuruhnya keluar. Tapi waktu mendengar Nick yang pamit, Qiana jadi sadar bukan dia yang dimaksudkan Ned."Kemarilah," ujar Ned sambil menarik punggungnya ke sandaran. Jari-jarinya mengetuk pada l
Baca selengkapnya

Bab 20. Cium Aku

"Berapa?" tanya Ned. Dia kini meraih jemari Qiana yang halus."Eh?" Qiana agak terkejut waktu Ned menanyakan jumlahnya. Dia menahan diri untuk tidak menarik tangannya dan membiarkan lelaki itu mencium telapak tangannya. Hatinya bergetar dengan perlakuan Ned itu . Panas dari bibir Ned terasa menyebar ke sekujur tubuhnya."Berapa banyak yang kau perlukan? Katakan saja." Ned memperjelas perkataannya."Mungkin seratus ribu…." Qiana menyebutkan jumlahnya setelah berpikir sejenak. Dia tidak begitu yakin saat mengatakannya. Itu jumlah uang yang sangat besar. Dia mengatakan akan membayarnya tapi menjadi ragu apakah dia akan sanggup melunasinya."Aku pasti akan membayarnya," ujar Qiana lagi dengan suara yang mengecil. Lebih kepada diri sendiri dibanding meyakinkan Ned. "Aku tidak akan hitung-hitungan pada kekasih sendiri, jangan kuatir." Ned membuka sebuah laci dan mengeluarkan sebuah buku cek kemudian mengambil sebuah pulpen dari tempatnya lalu mulai menulis di lem
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
13
DMCA.com Protection Status