Ia juga menyuapiku ketika luka di perutku pascaoperasi belum mengering. “Hati-hati. Biar aku saja,” katanya begitu melihatku kesulitan menyuap makanan. Kukira, lambat laun kami akan jadi pasangan sejati.“Aku mungkin tak bisa memberikan hatiku untukmu, namun aku bisa memberimu nafkah lahir dan batin, sesuai kemampuanku. Maaf jika hanya ragaku yang kamu miliki, sebab kamu tahu di mana hatiku berada.”Sekalipun kata-kata itu ia berikan padaku sebagai cambuk peringatan, namun kami bisa menutupinya dari orang-orang. Hingga berita perselingkuhannya menyambar-nyambar, aku masih memilih menutup mata.Tidak, Mas Danu tak mungkin begitu. Tak mungkin ia menistakan diri dan wanita yang ia cintai dengan skandal kotor, sanggahku. Akan tetapi, semua terbukti. Bahkan, ia pun tak menutupinya lagi. Api di dalam sekam, akhirnya membakar hutan. Tak ada yang tersisa, selain rasaku yang masih sekuat baja.***Sambil menyusui, kupandangi layar gawai. Seribu pesan yang kukirim ke gawai Mas Danu tak terba
Read more