Diingatkan pada dosa, aku merasa kian merana. Ya Rabbi, memang amat berdosa bersikap seperti ini padanya. Aku berhenti melayaninya, beralasan tubuhku tak enak badan, dan selalu menghindar jika suami mendekati.“Kalau ada masalah ngomong. Kita selesaikan sama-sama.” Diraihnya jemariku, dielusnya lembut. Rasa tenang yang biasa menjalar dalam situasi seperti ini, sudah tak ada lagi.Kutarik pelan jemariku. Namun, dia menahannya.“Ada apa sebenarnya?” desaknya. “Aku sudah cukup bersabar. Jika ada masalah katakan. Jika aku punya salah katakan!”Dibentak olehnya, hatiku yang bimbang sejak kepergian bapak, semakin goyang. Lagi-lagi, bulir bening saja yang berbicara.“Ya Tuhan, Laras. Kamu tahu, kamu lebih terpukul karena kematian bapak dibanding aku, putra kandungnya. Sebenarnya ada apa? Jika kamu hanya menangis dan tak mau bicara, aku bisa apa?” Suara Mas Danu terdengar frustrasi.Mas, ayahmu telah menjadi penyebab kematian kedua orangtuaku. Kenyataan itu hanya menggema di hati ini, tak san
Read more