Home / Pernikahan / Wanita Berhati Baja / Chapter 101 - Chapter 110

All Chapters of Wanita Berhati Baja: Chapter 101 - Chapter 110

122 Chapters

WBB 101

“Bapak selalu menemaninya saat ia terbaring di rumah sakit. Bapak selalu ada untuknya di saat dia terbaring koma. Kenapa saat Mas Danu sadar, bapak seolah tak mau tahu?” Jujur, hal itu sangat menggangguku. Kasih sayang bapak untuk putranya tak perlu diragukan. Hanya saja, hal itu tak ingin beliau tunjukan.“Aku tak mau terlalu memanjakan anak. Apalagi itu anak laki-laki, yang harus bertanggung jawab untuk memutuskan dan menetapkan aturan dalam kapal yang ia kemudikan. Ia selalu berada di bawah ketiak ibunya. Jadi manja dan menuntut kesempurnaan. Padahal tak ada yang sempurna, termasuk keluarga. Ia harus belajar menerima kekurangan masing-masing. Termasuk kekuranganku sebagai bapaknya.”Aku yang jarang berdialog dengan bapak, akhirnya hari ini memahami beliau. Memang Mas Danu cenderung ingin selalu diperhatikan dan diutamakan. Bahkan dalam situasi ini, ia memintaku selalu menemaninya, padahal benakku selalu melayang ke rumah. Memikirkan anak-anak. Rindu memeluk mereka dalam rengkuhan.
Read more

WBB 102

Ibu, menangis diam-diam? Aku sungguh tak mengerti rahasia ini. Almarhum ibu di mataku adalah wanita anggun, yang tenang, bahagia, dan murah senyum. Kenapa ibu bisa menangis diam-diam? Apa karena penyakit kanker ganas yang ia derita?“Kau akan mengerti suatu hari nanti, Laras. Jika aku sudah mati dan kamu baca suratku untukmu. Karena aku tak bisa meninggalkan apa-apa untuk kalian, kecuali surat-surat tulisan tangan itu.”Pernyataan bapak kembali membuatku terhanyut dalam kesedihan. Aku tenggelam. Tanganku bergetar, butuh pegangan. Aku belum siap melihat keluargaku meninggal lagi. Bapak, ia adalah satu-satunya bapak yang kukenal dalam hidupku sebagai seorang yatim piatu.“Danu tidak sebijak dirimu. Bantu dia. Temani dia. Bahkan saat dia menolak kamu temani, tetaplah bertahan. Aku takut dia salah jalan dan menghancurkan hidupnya sendiri,” ucap bapak dengan suara lirih yang terdengar jelas.“Harta yang paling berharga adalah anak-anak saleh. Kamu beruntung memiliki tiga permata untuk kamu
Read more

WBB 103

Bisakah orang hidup, puluhan tahun bersama, tanpa ada cinta? Ternyata bisa. Aku baru saja melihatnya. Seperti diriku yang naif, mungkin ibu sebenarnya menunggu sampai cintanya kepada bapak terbalas.“Bapak, bangun! Bangun, kataku!” Mas Danu hilang kontrol dan mengguncang-guncang tubuh bapak. Suster berusaha mencegahnya.“Jangan begitu, Pak. Harap ikhlas. Itu terbaik bagi pasien agar beliau tidak merasakan sakit lagi,” pinta suster yang melihat Mas Danu histeris mengguncang tubuh bapak.“Mas ... ikhlas ....” Berat, tercekat, tapi aku harus mengatakan sesuatu untuk membantu dia sadar dari keterpurukan.“Kenapa harus aku yang selalu ditinggalkan? Kenapa harus aku yang selalu kehilangan?” tanyanya padaku dengan mata nanar. Mata itu menyimpan kecewa yang besar. Hingga diriku pun merasa hancur berkeping-keping. Kupeluk dia, meminta dia membagikan kesedihannya kepadaku. Aku tahu, sakit ditinggal pergi orang yang dicintai, tapi kita bisa apa sebagai manusia?Tak ada yang abadi di dunia ini. S
Read more

WBB 104

“Hingga ujung menutup mata pun, kami gagal menunjukkan rasa saling cinta.”“Tidak mungkin bapak tidak mencintai ibu, Mas. Beliau selalu mengunjungi makam ibu. Bahkan setiap hari membawakan bunga untuk diletakkan di nisannya. Orang yang tak punya cinta, tak akan mau repot-repot melakukannya,” belaku.“Itu bukan cinta, Laras. Itu penyesalan.”“Kenapa Mas mengira begitu?”Sesaat ia mengalihkan pandangannya padaku. Menatap sayu, menyimpan ragu.“Bapak tidak mencintai ibu. Ia menikah dengan ibu karena tak sengaja telah menodai ibu, hingga lahirlah aku.”“Apa?”Aku tak pernah tahu itu. Sama sekali tak pernah tahu. Jika itu benar, berarti bapak telah berbuat dosa besar. “Ada orang lain yang bapak cintai. Orang yang membuat bapak menutup hati rapat-rapat untuk ibu. Juga aku ...,” lirih suara itu bercampur pilu.Semua misteri perlahan terungkap. Itukah sebabnya bapak tak bisa akrab dengan Mas Danu sejak dulu? Karena bapak menyesal dengan hadirnya putra yang membuat ia kehilangan kesempatan h
Read more

WBB 105

Kuseduh secangkir teh hijau untuk meredakan gemuruh di dada. Cerita ini sepertinya akan sangat berat. Karena tulisan tangan bapak pun terlihat bernoda oleh tetes air mata. Aku membayangkan bapak yang menulis ini sembari mengenang masa lalunya yang penuh duka.Setelah teh siap, aku duduk kembali duduk di sofa. Berusaha nyaman kala menikmati cerita usang yang menghunjam.____Aku masih mahasiswa kala itu. Ketika aku KKN di suatu desa dan bertemu gadis berparas jelita. Gadis yang cantik bak bunga. Pandanganku sulit berpaling darinya. Sayangnya, gadis cantik ini menjadi incaran banyak kumbang. Salah satunya, tetua desa tempat aku mengabdi selama 60 hari, yang akhirnya berhasil mempersuntingnya.Gadis itu tahu aku mengaguminya, dan kami pun berbalas surat untuk menuang rasa. Rasa yang kami sembunyikan. Surat-surat itu kami simpan di satu tempat rahasia milik kami berdua. Tidak ada yang tahu, kecuali satu sahabatnya, yang selalu menjadi temannya keluar rumah agar tidak memancing curiga warg
Read more

WBB 106

“Aku pun sama,” katanya. Dapat kurasakan dadanya berdegup kencang dan tubuhnya bergetar. Ia pun menangis bersamaku lagi. Kali ini untuk sesuatu yang berbeda. Mas Danu menangisi ayahnya, sedangkan aku menangisi isi surat yang tak masuk akal tadi.Sekarang ketakutanku bertambah. Aku takut Mas Danu membaca surat untuknya dari bapak. Kenyataan pahit apa yang akan Mas Danu temukan kemudian? Sepahit kisahku, kah?Semula, aku tak mau membaca isinya karena tak berhak. Kini aku sangat ingin membacanya, karena merasa berhak menjaga rumah tanggaku. Aku tak ingin Mas Danu terluka akibat masa lalu, tak ingin masa kini kami goyah karenanya. Namun, bolehkah Tuhan, aku menahan surat wasiat seseorang? Pasti azab yang diturunkan akan lebih dahsyat jika aku berani berbuat demikian. Baru berniat jelek saja sudah dosa, apalagi jika benar-benar menjalankan niat jelek. Namun, ya Allah, mana mungkin aku bisa membiarkannya membaca surat wasiat bapak begitu saja?Aku bisa bertahan karena tak memiliki banyak ke
Read more

WBB 107

Rasa hormatku pada bapak perlahan memudar.“Mas, kenapa ibu tak meminta cerai saja?”“Alasan yang sama seperti kamu yang tak mau kuceraikan.”“Cinta ....” sahut kami berdua. Mata kami bertautan. Hadir rasa teduh. Ya, cinta mampu menyatukan retakan-retakan parah menjadi satu bangunan utuh yang kukuh.“Sebesar apa cintamu padaku, Mas? Dapatkah cintamu itu bertahan dengan aneka guncangan?” gumamku.Mas Danu sudah kembali memejamkan mata, tak menjawab tanyaku padanya. Aku pun lelah. Bersandar di sofa dan ikut memejamkan mata. Raut wajah ibu mertuaku yang keibuan hadir menyapa. Aku rindu.***Keesokan paginya, suasana dukacita masih terasa. Beberapa kolega masih berdatangan ke rumah untuk mengucap belasungkawa. Sejenak terlupa dari isi surat itu.Seminggu berlalu. Surat yang terlupa dan tersimpan di balik toples gula itu kembali menggoda. Belakangan ini aku sibuk dengan para tamu, menenangkan Mas Danu juga menenangkan anak-anak yang sempat trauma akibat kepergian bapak yang mendadak. Bapa
Read more

WBB 108

Jika kalah dengan orang di atasku, aku masih bisa terima. Namun, jika kalah dengan orang susah, aku tak bisa terima. Sungguh tak masuk akal. Karena itu, lagi-lagi aku melakukan kesalahan. Aku menghadang ibumu yang pulang dari mengantar makanan untuk ayahmu. Aku meminta ibumu menjadi milikku. Walau hanya sekali, aku ingin ibumu menjadi milikku. Cinta yang terlalu besar telah menjadi obsesi yang membahayakan banyak orang. Sayang, tidak ada yang menahanku waktu itu.Pada ibumu, kujanjikan uang yang banyak, rumah, mobil mewah, asal mau menjadi kekasihku. Ibumu marah dan menamparku. Keras sekali. Tapi aku tak merasa sakit. Aku hanya merasa terhina.Hari itu, aku memaksa ibumu, dan ayahmu tahu. Ia membela kehormatan istrinya dan kami berkelahi di tempat proyek. Kecelakaan pun terjadi, ayahmu jatuh terpeleset dari atas gedung, disusul ibumu yang berusaha menolong tetapi ikut jatuh. Aku yang habis dipukuli ayahmu hingga babak belur, lebih dulu terkapar tanpa tahu apa yang terjadi pada mereka
Read more

WBB 109

Diingatkan pada dosa, aku merasa kian merana. Ya Rabbi, memang amat berdosa bersikap seperti ini padanya. Aku berhenti melayaninya, beralasan tubuhku tak enak badan, dan selalu menghindar jika suami mendekati.“Kalau ada masalah ngomong. Kita selesaikan sama-sama.” Diraihnya jemariku, dielusnya lembut. Rasa tenang yang biasa menjalar dalam situasi seperti ini, sudah tak ada lagi.Kutarik pelan jemariku. Namun, dia menahannya.“Ada apa sebenarnya?” desaknya. “Aku sudah cukup bersabar. Jika ada masalah katakan. Jika aku punya salah katakan!”Dibentak olehnya, hatiku yang bimbang sejak kepergian bapak, semakin goyang. Lagi-lagi, bulir bening saja yang berbicara.“Ya Tuhan, Laras. Kamu tahu, kamu lebih terpukul karena kematian bapak dibanding aku, putra kandungnya. Sebenarnya ada apa? Jika kamu hanya menangis dan tak mau bicara, aku bisa apa?” Suara Mas Danu terdengar frustrasi.Mas, ayahmu telah menjadi penyebab kematian kedua orangtuaku. Kenyataan itu hanya menggema di hati ini, tak san
Read more

WBB 110

menusuk tajam, bahkan di antara temaram, kilat marah di matanya masih terpancar.“Maaf ... lama ditinggal Ibu pergi. Membuatku tak terbiasa ...,” kilahku menutupi gejolak rasa.“Apakah jika Ibu pergi, maka semua kenangan kalian juga ikut pergi?” Nada suaranya menghakimi.Jantungku berdegup kencang. Merasa bersalah, juga takut kena marah. “Maaf, Mas.”“Jika kenanganmu dengan Ibu bisa kamu lupakan semudah itu. Bagaimana denganku? Apakah hanya papan nisanku saja yang akan kamu ingat, atau itu pun akan kau lupakan dengan cepat?” Nada kecewa kental di sana.Ah, Mas Danu, mungkin kamu tak tahu perihnya jadi diriku yang tak pernah mengenal orangtua. Pada masa itu, belum musim ada kamera seperti saat ini. Masih langka orang yang memiliki foto. Hanya selembar foto usang yang diwariskan nenek padaku untuk mengenalkan diriku pada dua sejoli yang membuatku terlahir ke dunia ini.Sejak dulu kami miskin. Tak ada pesta besar yang dirayakan. Hanya syukuran kecil-kecilan, begitu nenek bilang ketika ak
Read more
PREV
1
...
8910111213
DMCA.com Protection Status