Penyesalan meletup-letup. Dalam hatiku terus berulang-ulang meminta maaf padanya. Apa salah dia? Punya ayah sebejat Bapak mertua, tentu bukan keinginannya.“Laras ... kamu di sini? Sudah kubilang untuk tidak mengabarimu,” ujarnya begitu sadar.“Kenapa jangan mengabariku? Aku harus tahu keadaan Mas. Harus jadi yang pertama tahu,” suaraku tercekat. Kini gerimis kembali mengundang.Aku menyesal, Mas. Bukan hanya aku yang berduka, kamu juga. Mengapa aku bisa larut dalam kesedihan sendiri dan berpikir hendak melampiaskan semuanya padamu? Padahal jika kamu tahu, mungkin kemarahanmu akan lebih besar dariku. Engkau anak seorang penjahat, yang selama ini kaupandang sebagai pria terhormat.“Maafin aku ya, ngerepotin kamu terus. Di saat seperti ini, di saat kamu butuh bahu untuk bersandar, malah aku harus terkapar. Memalukan!” Wajahnya yang pucat merona merah. “Aku benci rumah sakit. Muak dengan bau obat. Juga aroma kematian di setiap lorong-lorongnya. Bisakah kaubawa aku keluar secepatnya?”Aku
Terakhir Diperbarui : 2023-05-14 Baca selengkapnya