Dia menggeleng. “Tidak, jangan sebut nama itu lagi.” Aku lega dia sudah bisa diajak bicara.“Jadi, apakah Mas akan terus begini? Katakan, berapa lama waktu yang Mas butuhkan untuk berduka?”“Apakah ada obatnya, Laras? Obat yang manjur untuk hati yang terluka karena sedih dan rasa bersalah?”Kugenggam tangannya erat. Membelai wajahnya yang bersih karena rajin kurawat. “Ada, Mas. Salat. Mengaji. Pasrahkan pada Illahi Rabbi. Jika Mas masih merasa bersalah, salat taubatlah. Mohonlah ampun pada Sang Maha Pengampun. Jika hati Mas masih sakit, mohonlah obat pada Sang Maha Penyembuh. Jika Mas merasa tak berdaya, mohonlah kekuatan pada Sang Maha Perkasa. Kita punya Allah, yang kuasa-Nya jauh lebih besar daripada semua masalah yang kita punya.”Mas Danu bergeming.“Setelah itu, kembalilah pada kami. Seperti dulu, saat kamu tersesat di alam bawah sadar, lalu kembali mencari kami. Bisakah Mas lakukan itu? Bukan untuk kami, tapi untuk diri Mas sendiri.”Dia memandangku dengan tatapan kosong. Hingg
Read more