Semua Bab Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan: Bab 361 - Bab 370

525 Bab

S3| 49. Layak Diberi Pelajaran

"Kau sungguh kacau, Sophia. Kau menikah dengan Finnic, menginginkan putraku, dan tidur dengan Jeremy. Tapi kenapa kau masih menjunjung harga dirimu tinggi-tinggi?" Mendengar informasi dari Melanie itu, bola mata Finnic bergetar. Mulutnya ternganga, wajahnya agak pucat. "Kau tidur dengan pria lain?" Napas Sophia tersekat. Matanya berkedip-kedip cepat. "Tidak. Aku tidak ada hubungannya dengan laki-laki itu. Mustahil aku tidur dengannya." "Tapi Nyonya Harris tidak mungkin mengada-ada." Finnic melirik Jeremy, meminta penjelasan. Jeremy pun mendesah samar. "Itu tidak disengaja. Dia mencoba merayu Frank dengan obat, tapi aku yang masuk perangkapnya." Finnic mendesah tak percaya. Sudut bibirnya berkedut samar. "Kau telah meniduri istriku, tapi kau masih bisa santai?" Frank bergegas mengangkat tangan, seolah memberi batas. "Sophia mengaku kalau kalian sudah bercerai. Jadi, dia adalah seorang janda dalam otak Jeremy." "Meskipun dia perawan, aku tidak akan mau menyentuhnya," tegas Jeremy
Baca selengkapnya

S3| 50. Memperhitungkan Risiko

Finnic telah pergi, tetapi kata-katanya masih membekas dalam benak Frank. Melanie menyadari itu."Frank, apakah semua baik-baik saja?" Frank mengerjap. "Ya, tentu. Aku hanya sedang memperhitungkan risiko. Siapa tahu, ada cara lain untuk meminimalisasi dampaknya. Aku tidak mau gegabah."Sambil menerbitkan senyum, Frank mengedarkan pandangan. "Sekarang karena misi kita di sini sudah selesai, mari kita pulang. Mama tidak apa-apa, kan? Apa perlu kita mampir dulu ke rumah sakit?" Ia menyentuh lengan Melanie.Melanie memeriksa dirinya sendiri. "Mama rasa Mama sehat."Ava turut mengangguk. "Ya, Nyonya Harris tidak apa-apa. Perkembangannya sangat pesat." Frank tersenyum lega. "Terima kasih telah membantu ibuku pulih.""Seperti yang sudah saya katakan, saya yang sudah memberi Nyonya Harris obat, saya harus bertanggung jawab." Ava meringis di akhir. Frank mengangguk-angguk. Tanpa membuang waktu lagi, ia memimpin jalan, keluar dari rumah Sophia. Setibanya di beranda depan, mobil polisi sudah
Baca selengkapnya

S3| 51. Papa Pulang

"Mama, kenapa Papa belum pulang juga? Ini sudah jam berapa?" gerutu Louis yang sedang berbaring di sofa. Kepalanya dibiarkan menjuntai, sedangkan kakinya diangkat ke sandaran. Bibir Emily langsung menguncup. "Sabarlah, Louis. Sebentar lagi, Papa pasti pulang. Aku yakin Papa berhasil menyelesaikan misi." Dengan raut lesu, Louis meraih tablet di sisi kanannya. "Sudah kubilang, aku seharusnya ikut. Kalau aku membantu, misi pasti terselesaikan lebih cepat. Aku sudah sering berlatih menjadi agen rahasia ataupun mata-mata." Kara terkekeh mendengar gumaman itu. Susan yang sedang merajut ikut tersenyum. "Memangnya kamu bisa apa?" tanya sang nenek, geli. "Aku bisa menyelinap ke kamar Nenek Melanie, lalu membantu Ava membius Gerald. Itu mudah." "Memangnya kamu tahu di mana Nenek Melanie disekap?" celetuk Emily sambil meninggikan alis. Louis berkedip dua kali. "Aku bisa mencarinya." "Lalu, kalau kamu tertangkap? Sophia bisa marah karena tahu Papa tidak datang sendiri." Kelopak mata Louis
Baca selengkapnya

S3| 52. Kunjungan yang Mengejutkan

"Siapa yang datang, Papa? Apakah itu Sean?" Emily memundurkan kepalanya agar bisa melihat tanpa terhalang oleh Kara. Namun, tangannya enggan lepas dari leher kedua orang tuanya. "Tidak mungkin, Emily. Sean masih dalam perjalanan menuju Garcia Hospital. Untuk apa dia ke sini? Dia harus menjaga ibunya Ava," terang Louis dengan lengkung alis yang tinggi. Emily pun mengerucutkan bibir. "Benar juga. Kalaupun itu Sean, dia pasti bersama ambulance. Lalu itu siapa?" "Mungkinkah itu Nenek Melanie? Bisa saja dia tidak mau menginap di rumah Jeremy." Louis melirik Frank, menantikan jawaban. Sang ayah menggeleng samar. "Sepertinya bukan, Jagoan. Papa juga tidak tahu siapa yang datang." Dalam hati, Frank bertanya-tanya mengapa penjaga mengizinkan mobil asing melewati gerbang. Tiba-tiba, Philip dan Barbara menghampiri mereka dengan berlari. Napas Barbara terengah-engah, kewalahan mengimbangi kecepatan pria yang menggenggam tangannya. "Anak-Anak!" panggilnya di sela desah napas. Telunjuknya mer
Baca selengkapnya

S3| 53. Pelukan Hangat

"Nenek menangis sesenggukan tadi," celetuk Abigail sembari memakai ranselnya. Philip yang sedang menenteng tas milik Diana pun terbelalak. "Nenek menangis? Kenapa?" "Dia menemukan surat dari Louis dan Emily. Aku tidak tahu apa isinya. Nenek tidak mau berhenti menggenggamnya. Jadi, demi mengatasi kesedihan Nenek, kuputuskan untuk mengajaknya ke sini. Untung saja masih ada tiket pesawat yang tersedia." Abigail berkacak pinggang dan mengangkat pundaknya ringan. Si Kembar kompak memiringkan kepala. "Surat apa? Kami tidak menulis surat." Diana tersenyum kecut. "Itu daftar keinginan kalian. Aku menemukannya di bawah bantal." Ia menepuk-nepuk saku celananya. Louis menjentikkan jari walaupun tidak berbunyi. "Sekarang aku ingat! Aku menyelipkannya di bawah bantal sebelum tidur kemarin malam. Aku lupa menaruhnya ke dalam tas." "Tapi karena kamu lupa, Nenek jadi membacanya. Dan sekarang, Nenek dan Abi bersama kita!" Emily melompat kecil dengan dua tangan menggenggam bahagia. Diana tersenyu
Baca selengkapnya

S3| 54. Ternyata

"Anda?" Susan tak sadar bahwa telunjuknya telah meruncing menunjuk Diana. Wanita yang lebih tua itu berkedip heran. "Apakah aku mengenalmu?" Tanpa terduga, Susan mendesahkan tawa sembari menepuk-nepuk dadanya. "Apakah Anda ingat sepasang suami istri yang memberi Anda tumpangan saat Anda mencari pemakaman dulu?" Diana mendongak sedikit lalu menyipitkan mata. Selang keheningan singkat, ia terkesiap. "Kau perempuan muda itu? Kau dan suamimu adalah orang yang kuhentikan di tengah jalan itu?" Susan mengangguk-angguk. Binar matanya sangat cerah. "Astaga, saya sungguh tidak menduga bahwa Anda adalah nenek dari menantu saya. Pantas saja saya merasa tidak asing saat melihat foto Anda. Ternyata itu Anda!" Diana ikut tertawa. Sambil menggenggam tangan Susan, ia menggeleng samar. "Ini sungguh sulit dipercaya. Aku tidak pernah berpikir bisa bertemu lagi denganmu. Kau tahu? Kalau tidak ada kau dan suamimu, aku pasti sudah terluntang-lantung. Tapi kalian dengan baik hatinya, menungguku di pema
Baca selengkapnya

S3| 55. Bukan Seleraku

Ava menutup pintu dengan perlahan. "Sudah, Nyonya Harris baru saja terlelap." "Bagaimana keadaannya?" selidik Jeremy lagi. "Aman." Ava mengangguk lalu berkedip canggung. Keheningan menggantung sesaat. "Benarkah kau bersedia mengantarku ke rumah sakit? Kalau kau keberatan, aku bisa memesan taksi." Belum sempat Jeremy membuka mulut, suara lain menjawab, "Tentu saja bersedia. Ini sudah malam. Tidak baik seorang gadis bepergian seorang diri." Jeremy dan Ava spontan menoleh ke samping. Vivian ternyata sudah berdiri tidak jauh dari mereka. "Mama? Kenapa keluar kamar? Kalau Nyonya Harris tahu, bisa gawat." Jeremy menghampiri Vivian, hendak mengajaknya menjauhi pintu. Namun, kaki sang ibu seperti telah membatu. "Bukankah kau melarang Ava untuk meninggalkan Melanie sebelum dia tertidur?" Vivian meninggikan alis, tersenyum penuh arti. Sementara Jeremy mengembuskan napas panjang, Vivian melirik Ava. "Dia di sini sekarang. Itu berarti Melanie sudah tidur. Dia tidak akan tahu aku di luar ka
Baca selengkapnya

S3| 56. Kepribadianmu Bermasalah

Jeremy mendesah cepat. "Ternyata kau menguping pembicaraanku dengan ibuku?" Ia seperti menyindir. "Aku berjalan di belakang kalian. Tentu saja aku mendengar." Ava membenamkan punggungnya lebih dalam pada sandaran. Ekspresinya tetap datar walau nada bicaranya agak canggung. "Sebetulnya, aku tidak masalah kau menganggapku apa. Tapi ibumu sepertinya berharap padaku. Bisakah kau mengatakan kepadanya untuk tidak salah paham terhadapku? Aku merasa tidak nyaman." Jeremy mendengus tak percaya. Merasa risih, ia pun menepikan mobil dan berhenti. "Oke, aku tahu kau terburu-buru ingin menemui ibumu, tapi kita harus meluruskan hal ini terlebih dulu." Ava mengangguk. Telapak tangannya terangkat singkat, mempersilakan Jeremy untuk bicara. "Aku sama sekali tidak tertarik padamu, dan kurasa kau juga begitu." Ava mengangguk. "Itu benar." "Ibuku bersikap begitu karena nalurinya sebagai orang tua yang ingin melihat putranya menemukan pasangan. Jadi, perempuan mana pun dianggapnya sebagai pilihan.
Baca selengkapnya

S3| 57. Jalanan Mulai Sepi

Ava hanya bisa menurut. Wajahnya memucat dan otaknya lumpuh. Tangannya mulai dingin membayangkan kalau ia tidak bisa menyentuh sang ibu lagi. "Tuan Harper, tolong aku. Aku belum mau mati. Aku masih harus merawat ibuku," bisik Ava ketika Jeremy menempati jok di balik kemudi. Sang pria meliriknya dengan sebelah alis berkerut. "Kau mendadak sopan karena bergantung padaku?" "Sekarang bukan saatnya berdebat." Ava mengguncang lengan Jeremy. "Kumohon ... jangan biarkan mereka membawaku. Aku mau bertemu ibuku." Jeremy menautkan alis lebih rapat. "Kau masih mau menemui ibumu dalam keadaan seperti ini?" Ava mengerjap. Tangannya melepas Jeremy dan badannya menegak. "Benar juga. Kalau kita ke rumah sakit sekarang, mereka bisa langsung tahu posisi ibuku. Itu bisa mempercepat rencana mereka untuk melancarkan balasan." Selang satu helaan napas, Ava melembutkan suaranya. "Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang? Apakah kau akan meminta beberapa pengawal untuk menyusul?" "Dan membiarkan keama
Baca selengkapnya

S3| 58. Sarapan Lengkap

"Bisakah kau berhenti melihatku?" Ava merapatkan lipatan tangannya, tidak sadar bahwa hal itu malah membuatnya terlihat semakin menggoda. "Apa? Aku tidak melihatmu. Aku melihat spion," tutur Jeremy seraya meluruskan pandangan ke depan. Sembari mengerutkan alis, Ava menggosok-gosok lengannya. "Aku sudah cukup kesal karena gagal menemui ibuku. Jadi, tolong jangan membuatku risih." Jeremy mendesah samar. "Kau mau aku menyetir dengan mata terpejam?" Ava terdiam. "Tenanglah. Aku sama sekali tidak tertarik padamu. Kau lebih mirip cabai merah ketimbang wanita menggoda. Kalau terkena mata bisa pedas." Kerut alis Ava mulai terurai. "Bagus kalau begitu." Sambil mengerucutkan bibir, ia memperhatikan jalan yang mereka telusuri. "Jadi, kita ke mana?" Jeremy menunjuk tulisan hotel yang bersinar tinggi kejauhan. Belum sempat ia menjelaskan, Ava menyela, "Kau bercanda?" Jeremy menghela napas. "Bisakah kau berhenti mencurigai ataupun mengkritikku?" Suaranya membuat Ava bergidik. "Aku tidak ma
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
3536373839
...
53
DMCA.com Protection Status