Home / Pendekar / PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA: Chapter 21 - Chapter 30

124 Chapters

GUDANG SENJATA

Rumah Wariman. Jatibarang. Di ruang tamu masih berkumpul Sarip, Lasmini, Wariman, Suta, Mahesa, Siwa, Bima, dan Harsa. Mereka masih memikirkan cara bagaimana membebaskan tumenggung Jatibarang, yang sedang dipenjara di hutan rungsep. Sarip mengusulkan untuk meledakkan penjara itu. Terdengar mudah, tapi sulit dilaksanakan. Pertama, mereka tidak punya bahan peledak. Kedua, penjara itu pasti dijaga dengan sangat ketat oleh pasukan Karta Sentana, untuk mendekat saja pasti cukup sulit.“Darimana kita dapatkan bahan peledak?” tanya Suta.“Aku tidak tahu, mungkin kalian yang lebih tahu,” jawab Sarip.“Hmm, pasukan VOC mungkin punya banyak mesiu di gudangnya,” kata Mahesa.“Gudang, ada yang tahu tempatnya?” tanya Sarip.“Kami semua tahu, tempatnya ada di dekat kadipaten, cukup terbuka dan penjagaan sangat ketat,” jawab Wariman.“Mungkinkah kita mengambil dari gudang itu?” tanya Lasmini.“Agaknya tidak mungkin, cukup berat, tapi tetap harus dicoba, kalau benar-benar mesiu itu sangat kita butuhk
Read more

BENTROK DUA JAWARA

Batavia. Menjelang siang rombongan Kyai Rangga sudah tiba. Mereka berkuda dengan pelan menuju pusat kota ke tempat Gubernur Batavia Jan Pieterzoncoen berada. Kyai Rangga berkuda paling depan didampingi oleh Bhre Wiraguna, diikuti oleh prajurit pengawalnya. Di belakang barisan ada Untung Suropati dan Sakera. Paling belakang adalah Badra dengan Jalak, kuda putihnya, serta tak lupa wanara, kera kecil, yang setia ada di Pundak Badra.Ketika memasuki perkampungan penduduk, mendadak rombongan itu dikejutkan oleh suara ribut-ribut. Dua orang berpakaian hitam-hitam sedang berhadap-hadapan dengan golok masing-masing.“Gue udah sering ingetin elu untuk nyerah aje, tapi lu bebal, sekarang udah gak ada kesempetan lagi,” kata seorang berpakaian hitam yang mengenakan ikat kepala abu-abu, dia adalah Ki Sima.Ki Sima adalah jawara yang terkenal dengan kemampuan bela dirinya, dan menjadi antek VOC.“Gue kagak peduli, selama elu masih jadi antek VOC, elu pasti berhadapan dengan gue,” kata yang berkumis
Read more

PERSIAPAN PENYERBUAN

Jatibarang. Pagi hari di rumah Wariman. Sarip dan Lasmini sedang memasukkan serbuk-serbuk mesiu ke dalam wadah-wadah kecil, yang nanti akan digunakan untuk menyerbu penjara hutan Rungsep. Sementara di luar tampak orang-orang membicarakan kejadian kebakaran di gudang senjata, yang menewaskan penjaga dan menghancurkan semua senjata yang ada di sana. Sementara itu, rekan-rekan Wariman mempersiapkan senjata yang akan digunakan untuk menyerang penjara rungsep.“Bagaimana persiapan persenjataan?” tanya Lasmini kepada Wariman.“Sejauh ini semuanya sudah siap, tinggal melengkapi hal-hal kecil saja,” jawab Wariman.“Apakah ada tambahan pasukan?” tanya Lasmini lagi.“Suta masih mencari sisa pasukan yang setia kepada kanjeng tumenggung Jatibarang,” jawab Wariman.“Kukira sudah tidak perlu pasukan tambahan lagi,” mendadak Simo Wongso muncul.“Hah, dari mana saja kau? Tiba-tiba pergi tanpa pemberitahuan dan datang juga tiba-tiba,” kata Sarip.“Maaf, aku terbiasa tinggal di hutan, tidak bercampur m
Read more

HUTAN RUNGSEP

Jatibarang. Rumah Wariman. Tengah malam. Persiapan pasukan untuk menyerang penjara Rungsep telah lengkap. Sarip tampak menyisipkan sebuah golok di ikat pinggangnya. Sedangkan dipunggungnya terdapat bubuk mesiu yang sudah di masukkan kedalam wadah. Lasmini sibuk mengatur pasukan. Sementara Simo Wongso hanya memandang semua itu sambil duduk bersila di teras rumah.“Saatnya kita berangkat, ayo bergerak!” kata Lasmini memberi aba-aba, setelah waktu tengah malam sudah lewat.Serentak semua pasukan bergerak, keluar dari rumah Wariman menuju hutan rungsep. Mereka sengaja tidak naik kuda, untuk menghindari suara ribut akibat suara derap kaki kuda. Rombongan bergerak dalam kelompok lima-lima, berjalan tanpa suara menuju ke arah hutan Rungsep, sekitar 10 kilometer dari rumah Wariman.Simo Wongso tidak ikut dalam kelompok, dia berjalan sendiri paling belakang. Kadang dia sedikit berlari, agar bisa menyusul rombongan di depannya, tetapi dia tetap menjaga jarak a
Read more

TEMBOK KEDUA

Penjara Rungsep. Menjelang subuh. Dihadapan Sarip, Lasmini, dan pasukannya, menjulang tembok dari batu gunung setinggi 5-meter dengan duri-duri dari baja di seluruh permukaannya. Duri-duri dari baja itu berdiameter sekitar 3 cm dan panjang 10 cm, membuat dinding itu sulit dipanjat.Sarip dan Lasmini saling memandang. Saling bertanya-tanya bagaimana cara masuk ke dalamnya.“Apakah ini kita ledakkan juga?” tanya Sarip.“Ya, kita coba saja,” kata Lasmini.“Sebenarnya ada pintu masuk rahasia, tapi sebelah mana dan tandanya apa, aku lupa,” lanjut Lasmini.“Hmm, baiklah, kita coba ledakkan di sini,” kata Sarip sambil menyiapkan serbuk mesiu.Setelah selesai memasang serbuk mesiu dan menyalakan sumbunya, Sarip meminta Lasmini dan lainnya untuk menjauh.“Blaaar!!” terdengar ledakan yang keras, menimbulkan bekas lubang yang cukup besar di dinding. Tetapi tidak cukup besar untuk dapat dimasuki manusia.“Wah lubangnya kurang besar, kita belum bisa masuk!” kata Sarip.Tanpa dikomando lagi pasukan
Read more

TEMBOK KETIGA

Lasmini dan kawan-kawan telah sampai di tembok ketiga. Tembok yang terbuat dari bata itu menjulang setinggi 5 meter. Permukaannya sangat halus. Sarip mengetuk-ngetuk permukaan dinding itu.“Hmm, tampaknya cukup mudah untuk diledakkan,” gumam Sarip.Sarip memandangi ke sekelilingnya, di depannya ada tembok tinggi itu sedangkan di belakangnya ada kolam. “Seharusnya ada pintu yang dapat dimasuki dengan mudah, jika tidak ada pintunya sama sekali, bagaimana mereka dapat memasukkan tahanan ke dalam penjara yang ada di dalam?” tanya Sarip pada Lasmini.“Ada pintu rahasia di masing-masing dinding, tetapi aku lupa tempatnya, karena waktu diajak kesini aku masih kecil,” jawab Lasmini.“Coba kita berjalan keliling, mungkin kita dapat menemukan pintu atau jalan masuknya,” kata Sarip bergerak untuk mengelilingi tembok itu.“Tidak perlu!” kata Lasmini.“Mengapa?” Sarip keheranan.“Kita akan kehabisan waktu, sebentar lagi matahari akan terbit, semakin sulit bagi kita,
Read more

TEMBOK KE-EMPAT

Penjara Rungsep. Menjelang subuh. Tujuh orang tampak berdiri di atas dinding bata lapis ketiga penjara Rungsep, mereka adalah Lasmini dan kawan-kawan, yang berniat membebaskan ayah Lasmini yang ditahan di penjara itu. Di depan mereka terbentang jembatan dari tali tambang, yang terbentang dari dinding bata ke dinding baja runcing di depannya. Di bawah mereka sejauh 5 meter terdapat kolam lumpur. Tidak ada yang tahu berapa dalam kolam lumpur itu dan apa yang ada di dalam kolam lumpur itu.Tambang itu terhubung ke seberang terikat kuat di baja runcing. Sedangkan di sisi sebelah tembok hanya diikatkan pada dua buah golok yang ditancapkan Lasmini.“Kuatkah ini?” kata Sarip sambil memegang ikatan tali tambang pada golok yang ditancapkan Lasmini.“Cukup kuat kukira,” kata Lasmini.“Biarkan mereka menyeberang dulu, baru kita,” usul Sarip.“Ya, betul, kita menjaga di sini, sampai semua selamat di seberang!” ka
Read more

TEMBOK KELIMA

Penjara Rungsep. Menjelang fajar. Matahari sudah hampir muncul. Sarip, Lasmini, dan kawan-kawan masih menerjang semak belukar untuk mencapai lapis kelima penjara Rungsep. Dinding terakhir terbuat dari baja, yang lurus dan licin, tidak bisa dipanjat atau diledakkan dengan serbuk mesiu.Golok Sarip, Lasmini, dan kawan-kawannya bergerak kesana kemari dengan cepat untuk membabat semak-semak yang menghalangi jalan mereka. Potongan-potongan semak itu menghambur ke udara seperti dilemparkan.“Aah!” salah seorang menjerit kesakitan.“Ada apa?” tanya temannya.“Aku disengat kalajengking!” teriaknya.“Apa?!!”Semua segera melihat ke bawah, di balik semak-semak, ratusan kalajengking siap menyerang dengan sengatnya yang beracun. Hewan kecil berwarna hitam seukuran telapak tangan itu bergerak dari segala penjuru siap menyengat siapapun yang ada di dekatnya.“Ayo loncat, ikuti aku!” teriak
Read more

BATAVIA

Batavia. Siang hari. Di sebuah kedai dan penginapan tak jauh dari pusat kota Batavia. Rombongan Kyai Rangga singgah untuk istirahat. Banyak orang yang lalu-lalang dan makan di kedai itu. Jampang yang mengalami luka-luka akibat tembakan pasukan VOC kondisinya mulai membaik setelah dirawat dan diobati oleh Kyai Rangga. Jampang memutuskan untuk bergabung dengan rombongan Kyai Rangga.“Ini kalau di tempatku namanya pecel!” kata Sakera pada Suropati sambil menunjuk kemudian mulai memakan makanan yang ada di depannya.“Ya, sama,” jawab Suropati.“Di sini namanya ketoprak!” jawab Jampang.“Lho, ketoprak itu kan sandiwara, tari dan nyi-nyanyi?” kata Sakera.“Ketoprak ya ini, sayur mayur ditambah bumbu kacang!” kata Jampang.“Lho, kalau ini, ya pecel!” Sakera tidak mau kalah.“Terserahlah, yang penting dimakan saja!” kata Suropati menengahi.“Pecel
Read more

KERIBUTAN DI BATAVIA

Batavia. Siang hari. Di depan kedai tempat pasukan Kyai Rangga berisitirahat, seorang pemuda berusia kira-kira 21 tahun sedang di kejar-kejar oleh puluhan pasukan VOC. Pemuda bernama Ballan itu memegang pedang di tangannya, darah tampak menetes dari ujung pedangnya. Rupanya dia sudah  membunuh beberapa orang pasukan VOC, membuatnya harus ditembaki dan dikejar-kejar oleh pasukan VOC. Ballan berlari menuju kedai tempat pasukan Kyai Rangga berada, dan masuk ke dalam kedai. Tentu saja hal itu menimbulkan kepanikan para pengunjung.“Eh, ada apa ini?” tanya Sakera yang sedang asyik minum dawet.“Tampaknya, pemuda ini dikejar VOC, yuk kita bantu!” kata Suropati.“Ayok!” Sakera menghunus celuritnya dan langsung beraksi, disabetnya pasukan VOC yang sedang mengejar Ballan. Pasukan VOC itu jatuh dengan dada berlumur darah.Melihat temannya diserang oleh orang tak dikenal, pasukan VOC terpecah perhatiannya. Mereka menjadi pani
Read more
PREV
123456
...
13
DMCA.com Protection Status