Home / Pendekar / PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA: Chapter 11 - Chapter 20

124 Chapters

PERSEKUTUAN RAHASIA

Sindurejo merasakan sekujur tubuhnya pegal dan linu. Bahu dan tangan kanannya tampak memar-memar akibat menabrak dinding karang saat dihantam raksasa jelmaan Kyai Rangga.  Sindurejo berbaring di bawah sebuah pohon rindang yang membuatnya merasa nyaman. Pasukan Sindurejo juga tampak berisitirahat, ada yang berbaring, duduk, tidur, makan, dan minum. Mereka tampak kelelahan dan kesakitan akibat pertempuran dengan pasukan Kyai Rangga. Mereka berhasil melarikan diri dari amarah Kyai Rangga yang berubah menjadi raksasa ganas. Rasa ngeri masih terbayang di raut wajah mereka, sebab mereka tidak pernah menduga kalau Kyai Rangga bisa berubah menjadi raksasa.Sindurejo berbaring sambil merenungkan kegagalan demi kegagalan yang dialaminya. Rasanya dia sudah merencanakan dengan baik, tetapi tetap saja dia gagal. Sekarang dia harus menghadapi kenyataan, pasukannya kocar-kacir dan terluka. Tubuhnya serasa sakit semua. Jika saja pasukan Kyai Rangga mengejar mereka, pastilah dia dan pasu
Read more

KEMELUT DI JATIBARANG

Jatibarang. Pagi hari. Suara derap kuda bercampur dengan teriakan membahana di seluruh penjuru hutan membuat Sarip merasa terganggu dan ingin tahu apa yang membuat keributan itu. Sarip segera mencari arah suara itu dengan memanjat sebuah pohon yang ada di dekatnya. Dari kejauhan dilihatnya 5 prajurit VOC yang menaiki kuda sambil salah satunya membawa seorang wanita yang meronta-ronta. Sarip segera turun dari pohon, kemudian berlari menuju ke arah rombongan yang datang itu untuk menghadangnya.“Tolong-tolong!! Lepaskan aku!” teriak wanita yang dipegang erat oleh seorang prajurit VOC di atas seekor kuda itu.“Schreeuwen hardop, niemand gehoord! Teriaklah sekerasmu, tak ada yang mendengar!” kata prajurit VOC sambil menahan tubuh wanita yang meronta-ronta.Wanita yang duduk menyamping di atas kuda itu semakin keras meronta, hingga akhirnya prajurit VOC itu tak kuasa lagi memeganginya. Akibatnya wanita dan prajurit VOC itu terjatuh dari kuda m
Read more

MISTERI DI KANDANGHAUR

Siang hari di Kandanghaur, Indramayu. Rombongan Kyai Rangga tampak berkuda dengan pelan di tengah teriknya matahari. Kyai Rangga dan Bhre Wiraguna berada di depan, diiikuti oleh pasukan pengawalnya yang kini tinggal berjumlah 18 orang. Suropati dan Sakera berkuda beriringan di belakang Kyai Rangga. Sedangkan paling belakang sendiri adalah Badra dengan kuda putihnya. Setelah menolong Sarip dan Lasmini, Kyai Rangga dan pasukannya terus melanjutkan perjalanan menuju Bativia, sedangkan Sarip tetap tinggal di Jatibarang untuk membantu Lasmini melakukan perlawanan tehadap Karta Sentana.“Sebaiknya kita mencari tempat istirahat,” usul Bhre Wiraguna.“Ya, kita cari sumber air dan pohon yang besar,” kata Kyai Rangga sambal memandang ke sekeliling.“Kamu merasa ada keanehan di daerah ini?” tanya Suropati pada Sakera.“Aneh, aneh apa, pertanyaanmu aneh, kita ini juga orang-orang aneh…ha.ha,” kata  Sakera.
Read more

PANTAI SAMBOJA

Senja. Matahari masih terlihat jelas di atas laut pantai Samboja. Tidak ada pasir pantai yang membatasi antara daratan dan lautan, yang ada hanya batu-batu kecil dan kerikil. Tak jauh dari tepi pantai, berjajar gubuk-gubuk bambu yang baru dibangun. Di dalam gubuk itu ratusan penduduk desa Kandanghaur ditampung. Laki-laki, Wanita, tua, muda, anak-anak, semua berada dalam gubuk-gubuk bambu itu. Sementara itu binatang-binatang ternak tampak berkeliaran di sekitarnya. Pasukan VOC bersenjata lengkap tampak berjaga di sekitar gubuk bambu. Pasukan VOC dipimpin oleh Cornelis de Bagijn, seorang Belanda keturunan India.“Tot wanneer wachten we hier? Sampai kapan kita menunggu di sini?” tanya Beenhouwer, seorang pasukan VOC kepada Cornelis.“Weet niet, tidak tahu. Tapi menurut kabar yang kuterima, hari ini dan waktunya sebentar lagi!” jawab Cornelis.“Eigenlijk, op wie wachten we? Sebenarnya, siapa yang kita tunggu?” desak Beenhouwer.
Read more

KAPAL RAKSASA

Pantai Samboja. Senja hari. Matahari sedikit lagi tenggelam. Langit tampak berwarna kemerahan. Penduduk Kandanghaur Sebagian besar sudah memasuki kapal raksasa itu diikuti oleh pasukan VOC pimpinan Cornelis. Begitu semua sudah memasuki kapal, pintu segera tertutup. Kemudian mereka diarahkan untuk memasuki sebuah Lorong Panjang. Di ujung Lorong mereka tiba di sebuah ruangan yang luas, di depan mereka ada sebuah panggung. Kemudian seorang berpakain warna putih berdiri dihadapan mereka.“Selamat datang di kapal Iluminati. Sebut saja saya Siva! Kalian adalah orang terpilih yang akan menjadi bagian dari tata dunia baru yang akan kami bentuk!” kata orang yang menyebut dirinya Siva itu dihadapan penduduk Kandanghaur.“Kalian tidak akan punya apa-apa, tapi kalian akan Bahagia. Semua kebutuhan hidup kalian akan kami penuhi, semua! Semua kenikmatan hidup dunia, makan minum, pakaian, harta, semua akan kami penuhi! Dengan hanya satu syarat! Kalian harus menurut s
Read more

BANTUAN MANUSIA HARIMAU

Jatibarang. Pagi hari. Sarip tampak menyiapkan makanan dari hasil berburu. Dia sedang membakar daging kelinci yang baru ditangkapnya subuh tadi. Lasmini masih lelap tertidur diatas tumpukan daaun-daun kering yang ditata sedemikian rupa, sehingga menjadi nyaman untuk dibuat tidur. Tak jauh dari mereka, dua kuda hasil rampasan dari pasukan VOC ditambatkan di sebuah pohon. Sarip memutuskan tinggal sementara di Jatibarang untuk membantu Lasmini menghadapi gerombolan Karta Sentana. Setelah bangkit dari kematiannya, Sarip merasa kesempatan hidup kedua harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk berbuat baik dan banyak membantu manusia yang membutuhkan. Kebetulan manusia yang pertama kali ditolongnya adalah Lasmini, putri dari Tumenggung Jatibarang.Sarip membolak-balik daging kelinci yang dibakarnya. Baunya harum dan membangkitkan rasa lapar. Lasmini tampak membuka matanya, rupanya bau harum daging kelinci bakar membuatnya terbangun.“Hmm, tampaknya lezat sekali,&rd
Read more

PERANGKAP MAUT

Rawabelong. Tengah malam. Tiga sosok mengendap-endap dalam kegelapan. Mereka mengenakan pakaian hitam dan sarung untuk menutup wajah mereka. Gerakan mereka ringan dan cekatan. Melompat dari satu tempat ke tempat lain. Di sabuk mereka terselip golok yang siap digunakan untuk bertarung. Tiga orang itu adalah Pitung, Rais, dan Ji’i. Masyarakat mengenal mereka dengan sebutan tiga perampok dari Rawabelong, dipimpin oleh Pitung yang terkenal akan kehebatan bela dirinya. Tujuan mereka adalah rumah besar di ujung jalan. Rumah seorang tuan tanah yang kaya raya. Rumah itu berpagar tinggi dan dijaga oleh centeng atau pengawal yang bertugas bergantian selama 24 jam.Ketiganya berhenti di dekat sebuah pohon besar tak jauh dari rumah itu.“Itu rumah yang akan kita satroni,” kata Pitung setengah berbisik.“Hmm, tampaknya mudah,” sahut Rais.“Belum tentu,” kata Ji’i.“Apa rencana lu,” tanya Rais.“Gue akan melompat ke tembok di depan itu, dan lu berdua masuk dari arah kanan dan kiri,” perintah Pitung
Read more

PERTOLONGAN DARI TIMUR

Rawabelong. Menjelang subuh. Pitung, Rais, dan Ji’i masih terdiam di tempatnya ketika puluhan centeng mendekat dari belakang mereka, siap menghabisi. Pasukan VOC di depan menghadang dengan senapan siap tembak. Dalam suasana itu muncullah Mayor Isaac st Martin, tuan tanah pemilik rumah besar itu.“Ha.ha. ha. goed werk! Kerja bagus, kalian orang sudah bekerja sangat baik!” kata Mayor Isaac sambil bertepuk tangan, tentu saja ditujukan kepada centeng dan pasukan VOC.Pitung hanya mendengus saja, dia memberi tanda kepada Rais dan Ji’i untuk melakukan perlawanan sampai titik darah penghabisan mereka tidak akan mau ditangkap hidup-hidup. Mereka berdiri saling membelakangi membentuk segitiga, siap menghadapi serangan dari manapun. Tetapi pasukan centeng dan pasukan VOC tidak segera menyerang mereka bergerak perlahan maju mendekat pada Pitung dan kawan-kawannya.Pitung segera menghitung peluangnya untuk lolos, mereka dapat menghadapi pasukan centeng yang bersenjatakan golok. Tetapi menghadapi
Read more

MENGATUR SIASAT

Jatibarang. Siang hari. Kedatangan Lasmini di kadipaten sudah diketahui oleh Karta Sentana dan juga oleh pasukan yang masih setia kepada Tumenggung Jatibarang. Setelah ditolong oleh Simo Wongso dan pasukan ularnya, Lasmini dan Sarip segera melarikan diri mencari tempat persembunyian yang aman.“Ayo, ikuti aku!” kata Simo Wongso memandu Sarip dan Lasmini berlari menyusuri jalan-jalan setapak di sekitar kadipaten Jatibarang. Mereka berlari sambil sesekali memandang ke belakang untuk melihat apakah ada pasukan Kerta Sentana yang mengejar mereka. Tetapi tampaknya tidak ada satu pun pasukan Kerta Sentana yang terlihat. Mereka hanya menemukan pandangan heran dari beberap penduduk yang melihat mereka berlarian tanpa tujuan. Setibanya mereka di rumah paling ujung, mendadak ada seorang lelaki tua keluar dari rumah dan langsung menghentikan Langkah mereka.“Berhenti, ayo masuk ke dalam rumah saja!” teriak lelaki tua Bernama Wariman itu.Lasmini memandang ke arah Sarip, Sarip memandang ke arah S
Read more

MENUJU BATAVIA

Pagi hari. Di sebuah sungai di tepi hutan tak jauh jauh dari Rawabelong. Rombongan Kyai Rangga sedang beristirahat. Seperti biasa, Badra duduk di atas pohon dan beristirahat di sana ditemani oleh Wanara, kera kecilnya. Wanara tampak asyik mencari kutu di rambut Badra yang panjang. Sedangkan Suropati dan Sakera tampak duduk di tepi sungai.Pitung, Rais, dan Ji’i tampak bersama Kyai Rangga.“Mengapa kalian memutuskan untuk ikut dengan kami ke Batavia,” tanya Kyai Rangga.“Kami merasa keadaan di Rawabelong sudah tidak aman bagi kami, setiap saat nyawa kami terancam,” jawab Pitung.“Sebenarnya apa yang kalian lakukan sehingga bermusuhan dengan pasukan VOC dan para tuan tanah beserta centengnya?” tanya Kyai Rangga menyelidik.“Kami hanya sedih melihat kesenjangan yang terjadi. Banyak rakyat yang sangat miskin sampai tidak ada yang dapat dimakan, sementara para tuan tanah berlaku semene-mena. Kami hanya mengambil sedikit dari harta para tuan tanah untuk kami bagikan kepada masyarakat,” jawa
Read more
PREV
123456
...
13
DMCA.com Protection Status