"Sudah toh, Nak. Sudah jangan bertengkar. Kalian ini bersaudara."pekik Ini histeris."Dia bukan saudaraku, Bu! Perempuan tak tau berterima kasih! Sudah aku kuliahin dia. Apa balasannya! Dia malah melawan padaku!" Bentaknya.Lelaki itu menghembus-hembuskan napas ka sar. Bahunya turun naik karena emosi."Mas, balasan apalagi? Kebutuhan anak-anakmu, kebutuhanku, bahkan kebutuhan dirumah ini Dinara yang mencukupi. Kau sendiri sibuk dengan perempuan ja lang itu." Mbak Ulya ikut bicara. "Halah, itu sudah kewajibannya!""Astaghfirullah, Mas! apa yang dilakukan Dinara bukan tanggung jawab dia. Dia perempuan, Mas! Kau seharusnya yang menggantikan tugas Bapak setelah beliau meninggal!" "Kau ga usah ikut campur, Ulya! Perempuan mura han! Sebentar lagi kau juga akan kuceraikan!""Ceraikan saja! Aku tak takut!" "Sudah Nak, ya Allah. Sudah! Kalian ini kenapa sih! Jangan seperti ini. Tak ada yang boleh bercerai. Tolonglah, Damar. Jangan emosi seperti ini." Ibu yang masih memegang tangan dan menah
Last Updated : 2023-02-08 Read more