Share

Bab 45

Author: Mutiara Sukma
last update Last Updated: 2023-03-30 00:05:03

Back to Dinara

Aku tersadar. Entah sudah berapa lama aku pingsan. Mencoba bangun. Tapi, tangan dan kakiku terikat. Ingin berteriak, mulut juga ditutup dengan lakban. Kurang aj ar! Beraninya sama perempuan. Aku masih ingat saat jendela mobilku mereka pecahkan. Aku yang masih duduk di kursi kemudi baru hendak melancarkan serangan hingga sebuah cairan mereka semprotkan tepat ke arah wajah. Sempat kuhantam kepala laki-laki yang wajahnya ditutup kain hitam itu, tapi tenagaku habis seiring kesadaran yang mulai menghilang.

"Gimana dia belum sadar?" Aku kenal suara itu. Tapi, aku belum bisa menebak. Karena rasanya tak mungkin jika itu adalah orang yang sama yang ada dalam pikiranku.

"Belum, Bos!"

"Kalau sudah bangun, kasih dia makan. Lalu minta dia memberikan informasi yang kita mau."

"Pasti, bos. Hmmm ... Anu Bos ..."

"Apa?"

"Soal bayaran kami bagaimana?"

"Tenang! Kalian akan dapat bagian yang setimpal dengan pekerjaan kalian. Mobilnya gimana? Sudah laku?"

"Sudah, Bos. Sudah dibawa pemilik b
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 46

    "Jangan kalau itu. Nanti biar aku yang membersihkan kotoranmu.""Cuih! Lebih baik aku tak buang air dari pada kau menyentuhku!" Lelaki itu mengusap air liur yang menetes diwajahnya. Kedua bibirnya terangkat membentuk senyum seringai."Berani juga kau, ya!" Dai mendekat lalu meraih daguku."Kalau kau macam-macam aku pastikan kau akan menjadi laki-laki yang tak akan lagi menikmati Syurga dunia!" Geramku.Dia tertawa terbahak-bahak. Jantungku berdebar kencang. Takut jika dia nekat. Tapi, untungnya dia melepaskan ikatan di tangan diganti dengan cengkraman erat di pergelanganku. Dia menarik keluar. Mataku langsung memicing karena paparan cahaya yang terang. Lampu ruangan itu belum dimatikan. Samar terdengar suara orang tertawa diteras. Pikiranku masih berkeliaran, menerawang sedang berada dimana aku sekarang. Rumah ini tampak biasa saja. Ada kursi kayu di rumah tamu. Sebelah kamarku ada kamar yang tertutup rapat. Lanjut jalan lagi ada dapur. Namun, sepertinya jarang dipakai, karena tampak

    Last Updated : 2023-03-30
  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 47

    Empat orang laki-laki itu memegangku erat. Aku berusaha meronta. Namun,tetap saja kekuatanku tak seimbang dengannya."Kalian paksa dia bicara. Nanti jika sudah di dapatkan suratnya saya akan bawa notaris dan calon pembelinya kesini. Bayaran kalian akan langsung saya serahkan, tunai.""Siap, Bos." Sahut mereka. "Mbak Ulya, mbak hanya buang-buang waktu. Aku tak tau apa-apa tentang surat itu. Ibu kemungkinan yang tau," seruku."Jangan bohong, Dinara. Mas-mu juga sedang mengincar surat itu. Sampai sekarang dia masih belum mendapatkan nya. Jika surat itu ada pada Ibumu. Sudah pasti dia sudah menyerahkan pada Mas Damar. Karena Ibumu kan sangat sayang pada Mas Damar dibandingkan kamu!" Perempuan itu tertawa lebar.Aku tak menanggapi. Toh tanpa dikasih tau, aku juga menyadari sedari lama.Hari itu aku kembali dikurung di kamar. Kedua tangan terikat dan mulut ditutup lakban. Sementara Mbak Ulya entah pergi kemana."Kau yakin dia akan bayar kita? Perempuan itu terlihat kere. Ke sini aja naik o

    Last Updated : 2023-04-03
  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 48

    Bug! Sebuah tend angan mendarat tepat di perut laki-laki yang hendak mengapaiku. Tak puas kutambah dengan han taman pada area tempat cacing berototnya berada. Teriakan dan erangannya makin membuat ketiga temannya berang."Sia lan! Punya nyali juga dia!" Mereka serentak menyerang. Aku melompat menyiapkan kuda kuda. Aku yakin mereka hanya modal tampang. Untuk urusan adu mekanik mereka tak ada apa apanya."Hiaaaaat ...!" Lelaki bertato naga memulai serangan dengan tangan terulur, mengepal. Dia memu kul angin. Karena aku dengan mudah mengelak. Dengan cepat aku menangkap dan memelintir tangannya itu."Ampun ampun...!" Pintanya memelas. Dengan semua"Sekarang kalian lebih baik membatalkan niat kalian untuk mencelakai saya. Kalau tak ingin kaki atau tangan kalian kubuat patah." Ancamku.Mereka justru tertawa menghina. Melihat mereka yang tak punya itikad baik untuk melepas, aku pun terpaksa mengeluarkan jurus-jurus andalanku. Tiga preman sudah jatuh mengerang kesakitan. Untuk menghemat tenag

    Last Updated : 2023-04-03
  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 49

    "Pak Reyhan?" Lirihku sambil menahan rasa sakit di perut dan lengan. Aku dapat merasakan tanganku yang basah oleh darahku sendiri.Lelaki itu terus mengha ntam empat pen jahat di hadapannya tanpa lelah, Aku sendiri sudah terjatuh ke lantai karena sakit yang teramat sangat kini kurasakan. Melihat hal itu Mbak Ulya memanfaatkan kesempatan untuk melarikan diri. Ketika dia melewatiku, sengaja aku membentangkan kaki. Perempuan itu tersungkur dan membentur meja. Sumpah serapah keluar dari mulutnya. Tapi, dia masih berusaha untuk kabur. Aku menyeringai. Hingga beberapa orang laki-laki kemudian berlari dan membantu Pak Reyhan menghadapi preman preman itu."Mbak Dinara, kamu tak apa-apa?" Pak Reyhan berlari ke arahku. Memeriksa luka yang masih mengeluarkan darah, merah."Lukanya lumayan dalam kita harus segera ke rumah sakit." Tanpa menunggu jawaban dariku dia mengangkatku dan membawa keluar. Sementara para pelaku keja hatan itu di ringkus warga begitu juga dengan mbak Ulya."Bertahanlah kita

    Last Updated : 2023-04-21
  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 50

    "Kamu sudah bangun?" Tanyanya lembut.Aku tersenyum. Selama dirawat hanya dia yang menungguku. Bahkan, perawat di sini mengira dia adalah suamiku."Penja hat penja hat itu sudah ditangkap polisi. Jika kamu sudah kuat kita akan ke sana untuk memberi kesaksian.""Insya Allah aku sudah kuat. Tapi, aku ingin menghubungi Ibu dan temanku. Aku tidak memiliki ponsel. Entah di mana jatuhnya Aku tidak tahu.""Saat ini kamu masih lemah Dinara. Lukamu cukup dalam, bersabarlah dulu. Oh ya, kamu boleh memakai ponselku." Dia merogoh sakunya dan mengeluarkan benda pipih itu lalu menyerahkan padaku. Aku menerima tentu saja dengan senang hati.Aku memilih menghubungi cheryl saja. Entah kenapa aku merasa agak berat menelpon Ibu. Cheryl sangat histeris saat mengetahui jika aku yang menghubunginya. Katanya dia dan Mas Joshua sudah mencari kemana-mana. Polisi juga orang-orang suruhan Mas Joshua telah bekerja maksimal. Hingga mobilku ditemukan di Banten. Ternyata benar mbak Ulya telah menjualnya.Kini merek

    Last Updated : 2023-04-21
  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 51

    "Ga usah khawatir. Apapun nanti yang terjadi. Aku akan tetap memilih kamu, Ra." Mata itu menatapku tulus."Apa kamu yakin? Sebaiknya, Mas pulang saja. Biar aku yang masuk.""Apa kamu melarangku bertamu?" Dia mengerlingkan mata. Masih sempat-sempatnya dia santai seperti itu."Bukan begitu, aku hanya takut orang tuamu marah jika aku dekat denganmu.""Mereka belum tau tentang hubungan kita. Aku akan sekalian memberitahukan hari ini." Mas Joshua pun akhirnya turun dari mobil begitu juga denganku. Dia berjalan mendahului. Entah kenapa ada rasa cemas di dalam hati. Saat kami mengucapkan salam, semua mata menatap. Pak Edward dan Bu Harsanti langsung berdiri. Sorot matanya dingin."Pa, Ma ... Papa dan Mama ada apa kesini?" Mas Joshua mendekat. Aku pun mengikuti. Aku menyalami Pak Edward. Namun, saat hendak meraih tangan Bu Harsanti dia berpaling buang muka."Bu, saya sudah jelaskan pada Anda. Tolong anda beri pengertian pada Putri Anda, bahwa apapun yang terjadi dia tak layak dekat dengan p

    Last Updated : 2023-04-23
  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 52

    Aku mengeryitkan kening. Apa soal belanja barang barang? Bukankah aku sudah mengajarinya semuanya. Dan mempercayakan semua pengeluaran dan pemasukan kepada Aulia. Laporannya pun terlihat jujur."Memang ada apa Aulia?"balasku cepat."Nanti saja di toko Mbak.""Baiklah, nanti pulang dari kantor aku segera kesana."Setelah rapi aku meraih tas dan keluar kamar. Rumah sepi, aku memanggil Ibu berkali-kali. Namun tidak ada jawaban. Hingga Aku berangkat ke kantor pun Ibu tidak menampakkan batang hidungnya. Mungkin Ibu sedang ke warung atau ke pasar berbelanja. Walau itu di luar kebiasaannya.Saat aku sampai di kantor semua mata menatapku. Sungguh tidak seperti biasanya."Mbak Dinara, disuruh keruang Pak Edward." Ucap Pak Adi, orang kepercayaan Papa Mas Joshua itu."Baik, Pak. Saya mau menaruh tas dulu." Jawabku. Sedikit aneh memang karena kemarin Pak Edward dibawa ke rumah sakit pakai ambulans. Tapi, aku tak bertanya apa-apa lagi pada Edward. Nanti saja aku cari jawabannya. Sesampainya diruan

    Last Updated : 2023-04-23
  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 53

    Aku menatap dua amplop coklat yang ada di hadapanku itu nanar. Harga diriku seakan sedang ditawar. Aku mengulas senyum lalu kembali melayangkan pandangan kepada perempuan dengan dandanan yang mencetak wajah yang punya, makin terlihat angkuh itu. Yang sayangnya dia adalah ibu dari lelaki yang aku cintai."Ini kunci mobil Mas Joshua, Bu. Tolong sampaikan kepadanya ucapan terima kasih saya. Jika, memang Ibu meminta saya untuk pergi dari hidup anak Ibu. Saya mohon suruh dia untuk tidak mencari saya lagi! Satu lagi, semoga dia bersabar mempunyai seorang Ibu tapi tidak memiliki jiwa yang penyayang." Ucapku lirih.Bu Harsanti membulatkan mata, marah. Aku langsung bangkit dan meninggalkannya, tanpa mengambil salah satu dari amplop itu walau itu adalah hakku sebagai mantan karyawan disini. Hatiku patah berserak seiring langkah kaki meninggalkan perusahaan ini. Tenang Dinara, Allah membentangkan seluruh bumi ini untuk manusia-manusia yang mau berusaha. Allah Maha Kaya, jangan takut untuk miskin

    Last Updated : 2023-05-05

Latest chapter

  • IBUKU BUKAN BABUMU    Tamat

    "Ma ..." "Saya bukan Mamamu!"sentaknya lalu masuk tanpa kupersilahkan. Bahunya bahkan sampai menyengol lenganku."Ini rupanya rumah yang dibelikan suamiku untukmu?" Mama mengitari ruang tamu dengan mata menatap lukisan lukisan alam yang sengaja dipajang Mas Yazid."Mana foto pernikahan kalian, kalau benar kamu sudah resmi menikah dengan anakku!" Mata itu kini mengarah tajam padaku."Kami memang tidak memajang foto, Ma. Tapi pernikahan kami tercatat resmi dalam catatan sipil.""Halah, kalian bisa saja membayar calo untuk mendapatkan itu.""Astaghfirullah, buat apa, Ma? Pernikahan tanpa ijab qobul, tidak disaksikan oleh para saksi sama saja batal. Apalagi pernikahan palsu. Itu hanya akan menambah dosa, merugikan diri sendiri. Tinggal berdua dengan pasangan yang belum sah menjadi suami, sama saja dengan berzina!" Suaraku sedikit meninggi. "Halah! sok ngomong dosa. Dalam agama kamu, memisahkan seorang anak dengan ibunya apakah tidak berdosa?" Wajah Bu harsanti memerah. Aku menunduk samb

  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 69

    Semua mata menatap ke arah Papa. Aku dan Zahra saling pandang. Sangat jelas jika Zahra tampak sangat kecewa dengan penolakan Papanya.Aku menepuk pundak sahabat sekaligus adik iparku itu pelan. Lalu memeluknya. Ada isak kecil yang terdengar sumbang."Saya tak bisa kalau saya tak diajak ikut ke dalam kebahagiaan yang anak saya dapatkan." Lanjut Papa lantang.Zahra melepas pagutannya dan langsung membalikkan badan menoleh ke arah Papa. Aku pun sama. Yang kulihat sungguh diluar dugaan. Papa meraih tangan Ustadz Hanif."Bantu saya untuk masuk dan mempelajari Islam."Mas Yazid yang berbeda disana bergegas mendekati Papa. Dan langsung memeluknya. Lelaki itu menangis haru. Bagaimana tidak, cukup berat perjuangannya meyakini papa akan kepercayaan barunya ini. Kalau akhirnya harus meninggalkan kedua orang tuanya. Dan kini tanpa diminta ataupun dipaksa. Papa Edward menyatakan ingin masuk Islam.Hari itu juga Papa mengikrarkan keislamannya dengan membaca dua kalimat syahadat. Suara haru menyelim

  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 68

    Tak menyangka jika Bu harsanti telah menyiapkan preman-preman itu untuk membuatku menyerah. Itu tidak akan pernah terjadi. Meski nyawa harus kukorbankan. Bagiku pernikahan adalah ikatan suci yang dapat terpisah karena memang sudah tidak ada kecocokan di antara pasangan suami-isteri. Atau salah satunya menyerah dan melepaskan tanggung jawabnya dengan cara baik-baik. Tidak dengan cara seperti ini.Enam orang preman sudah kutaklukkan. Begitulah mereka hanya modal tampang seram dan tubuh besar menganggap remeh seorang perempuan.Tepat saat preman terakhir kujatuhkan. Perutku terasa kram. Aku meringis, menahan sakit. Lalu terduduk dilantai. "Lepas! Lepaskan!" Suara teriakan perempuan di belakang mengejutkanku. Aku menoleh seketika darahku terkesiap. Kini Pak Edward dan Mama Mas Yazid sedang bergelut memperebutkan sebuah stik golf yang ada di tangan Bu Santi. "Sudah cukup, Ma! Cukup! Papa tak pernah mengijinkan Mama sampai sejauh ini!""Iya! Ini kemauan Mama sendiri. Papa terlalu lemah. P

  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 67

    POV Yazid "Pulanglah, Josh. Kalau kamu pulang. Mama akan memberikan apa yang kamu mau."Entah dari mana datangnya, Mama sudah berada di samping mobilku."Mama? Mama kok tau josh disini?" Tanyaku agak khawatir. Namun, melihat mama yang memakai kerudung aku jadi ragu. Jangan-jangan Mama sadar setelah setahun ini ditinggalkan anak-anaknya."Josh, kamu sudah mendapatkan jalan kebenaran. Kenapa kamu tidak mengajak Mama?" Mata Mama sendu. Tak ada lagi sinar keangkuhan seperti dulu. Agaknya Mama sudah menyesali semuanya."Maksud Mama?" "Pulanglah Josh. Kita mulai lagi hidup seperti dulu. Mama tak akan memaksa apa yang tidak kamu suka. Kamu bebas memilih jalan hidupmu, Nak." Suara Mama begitu lembut. Menggetarkan hati yang memang selalu merindukannya. Aku mendekat dan memeluk Mama. Mama memelukku erat. Bahunya turun naik menahan isak. Kini aku sebenar yakin jika Mama memang sudah berubah."Joshua akan pulang bersama mama. Tapi, ijinkan Joshua untuk kerumah terlebih dahulu, Ma. Karena mama s

  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 66

    Hari ini Zahra memutuskan untuk pulang. "Za, kamu yakin?" Tanyaku lagi. Zahra menatap sejenak lalu menyunggingkan senyum. Perempuan itu masih terus berkaca membetulkan letak kerudungnya. Pembawaannya sangat tenang, berbeda sekali denganku. Aku khawatir, padahal Zahra mau bertemu dengan orang tuanya sendiri. Namun, mereka kan sudah berbeda. Orang tua mana yang rela melihat anak-anaknya berpindah haluan seperti itu."Wajah kamu tegang banget, Ra," cetusnya sambil tertawa kecil."Aku cuma mau bertemu Mama dan Papa, Ra. Bukan kawanan mafia," pungkasnya lagi."Tapi, aku takut, Za.""Kamu tenang aja. Aku tak akan mati karena bertemu mereka kok. Bagaimanapun mereka adalah orang tuaku 'kan, Ra. Yah, semoga saja Kak Yazid ada disana."Aku mengangguk lalu menunduk."Ra, jangan gitu dong. Mana Dinara yang kuat, tegar dan tangguh dulu. Masa kamu melepasku dengan wajah cemberut begitu."Aku masih bergeming. Pikiranku bercabang kemana-mana. Melihat ancaman dan sikap Bu Harsanti waktu itu, masih me

  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 65

    "Za, apa Mas Joshua bersamamu?" Tanyaku ketika telepon tersambung."Lho, tumben kamu panggil Kak Yazid, Mas Joshua?" Kekehnya. Aku tersenyum tipis, walau aku tau Zahra tak bisa melihat. Pikiranku sedang tidak enak."Eh, maksudnya Mas Yazid." Ralatku."Enggak, kan tadi ke kajian. Memang belum pulang?" Aku mendesah sambil menatap jam di dinding yang sudah menunjukkan angka sepuluh. Aku telah memberi udzur sampai dua jam atas keterlambatan Mas Yazid. Tapi, laki-laki itu tetap saja belum menampakkan diri."Belum, Ra. Tadi katanya lagi ngobrol sama Ustadz Hanif. Tapi, kok lama banget, ya? Menurut kamu Mas Yazid masih disana ga sih?""Hmm ... Aku juga kurang tau, Ra. Tapi, kan Mas Yazid bukan tipe orang yang suka mengobrol lama. Dan aku yakin Ustadz Hanif pun juga sama."Aku menghela napas panjang. Aku sepemikiran. Tapi, aku tak punya alasan lain untuk membenarkan keterlambatan ini."Apa kamu punya nomor telepon Ustadz Hanif?""Ga lah, Ra. Aku ga kuat menahan hati nanti." Dia cekikikan. Aku

  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 65

    Darah mengucur dari perut ibu. Aku berteriak histeris. Mas Damar yang melihat tik*mannya yang salah sasaran berdiri mematung. Ibu mulai rebah tepat saat tanganku memegang tubuhnya.Mas Yazid yang baru datang terpaku melihat keadaan yang mengerikan itu."Mas, hayo bawa Ibu ke rumah sakit!" Pekikku memecah kebuntuan.Dengan sigap Mas Yazid menggendong ibu dan membawanya masuk ke dalam mobil. Dia tak peduli dengan bajunya yang terkena noda darah. "Aku tak sengaja, sungguh aku tidak ingin memb*nuh ibu."Aku mengabaikan raungan Mas Damar yang terlihat frustasi. Warga yang berdatangan sangat terkejut. Mereka langsung berinisiatif untuk meringkus Mas Damar. Sementara aku dan Mas Yazid segera meluncur ke rumah sakit. Semua berjalan begitu cepat. Maghrib yang syahdu, berubah menjadi sebuah tragedi yang menakutkan. Ternyata ada iblis di dalam hati lelaki itu. "Ibu bertahanlah, Bu." Aku memegang tangan Ibu erat. Tangannya terasa dingin. Air mataku tak henti mengalir. Jalanan yang mulai padat m

  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 64

    Suara tangis anak-anak terdengar ramai dari dalam. Bukankah hanya ada Dani--anaknya Retna. Aku terus mengetuk pintu, tak sabar ingin segera masuk. "Sabar, Sayang. Mungkin Ibu lagi di kamar mandi." Mas Yazid menyentuh bahuku."Aku khawatir, Mas." Mas Yazid yang memakai topi dan kaca mata hitam itu merangkul pundakku lalu ikut mengetuk pintu. Beberapa kali mencoba memutar kenopnya, tapi tak bisa sepertinya terkunci dari dalam."Assalamu'alaikum, Bu. Buka pintunya, Bu."Ceklek. Pintu terbuka. Bau busuk langsung menusuk hidung. Tiga anak kecil sedang bertangisan dilantai. Pakaian mereka kumuh. Bahkan, anak yang kukenali seperti Alesha sedang memegang pakaian penuh kotorannya."Astaghfirullah, Mas Damar?" Mataku membola melihat laki-laki dengan wajah kusut itu memegang sebuah pisau. Matanya tajam, menatapku."Kau baru kembali? Puas lihat semua ini?" Bentaknya penuh emosi. "Ada apa, Mas? Kenapa bisa seperti ini?" Mataku liar menatap kekacauan dirumah ini. Ruangan yang dulu selalu rapi dan

  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 63

    IBUKU BUKAN BABUMU 42 POV Damar 2 "Maaf, Mas Damar. Alesha dan Fikri kami antar ke sini. Kami pun bukan orang mampu. Kami tak sanggup untuk membiayai mereka. Mamanya Mbak Ulya juga sudah tua. Jadi kami kembalikan kesini." Nuri--saudara Ulya memulai kata. "Tapi, aku ..." "Aku pamit dulu, Mas. Takut ketinggalan, Bis." Perempuan memotong ucapanku lalu bangkit dan menyalami Ibu yang duduk lemas sambil memangku Alesha, di sampingku. "Nur ..." Panggilku. Namun, perempuan itu tak menoleh lagi. "Pa, Fikri lapar. Dari kemarin belum makan." Rengek Fikri. Helaan napas Ibu terdengar jelas. Kini ada 3 anak yang masih kecil-kecil dirumah ini. Astaga! Aku menyugar rambut. Kenapa perempuan yang aku nikahi tidak ada satupun yang beres. "Kasih Fikri makan dulu, Mar. Itu masih ada sisa nasi sama goreng telor dadar. Alesha mungkin juga lapar. Sekalian kamu suapin. Ibu lelah sekali, Mar." "Damar mana bisa, Bu." Aku mengeluh. Selama ini aku tak pernah ikut membantu menjaga anak-anak. Aku tak bi

DMCA.com Protection Status