Share

Bab 53

Author: Mutiara Sukma
last update Last Updated: 2023-05-05 06:44:39

Aku menatap dua amplop coklat yang ada di hadapanku itu nanar. Harga diriku seakan sedang ditawar. Aku mengulas senyum lalu kembali melayangkan pandangan kepada perempuan dengan dandanan yang mencetak wajah yang punya, makin terlihat angkuh itu. Yang sayangnya dia adalah ibu dari lelaki yang aku cintai.

"Ini kunci mobil Mas Joshua, Bu. Tolong sampaikan kepadanya ucapan terima kasih saya. Jika, memang Ibu meminta saya untuk pergi dari hidup anak Ibu. Saya mohon suruh dia untuk tidak mencari saya lagi! Satu lagi, semoga dia bersabar mempunyai seorang Ibu tapi tidak memiliki jiwa yang penyayang." Ucapku lirih.

Bu Harsanti membulatkan mata, marah. Aku langsung bangkit dan meninggalkannya, tanpa mengambil salah satu dari amplop itu walau itu adalah hakku sebagai mantan karyawan disini. Hatiku patah berserak seiring langkah kaki meninggalkan perusahaan ini. Tenang Dinara, Allah membentangkan seluruh bumi ini untuk manusia-manusia yang mau berusaha. Allah Maha Kaya, jangan takut untuk miskin
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 54

    Setelah beberapa saat menenangkan diri akhirnya aku memutuskan untuk keluar setelah melaksanakan sholat Dzuhur. Rumah sepi, tak ada Ibu. Ah, biarkanlah, aku sudah merasa menjadi anak sebatang kara. Bahkan, tak pantas untuk merasakan cinta.Aku menatap pantulan diriku dikaca. Mata sedikit bengkak. Karena hampir seharian ini menghabiskan waktu untuk menangis. Usai menulis sedikit bedak dan merapikan penampilan aku pun beranjak keluar. Meraih kunci motor yang ada di atas lemari. Aku tersenyum getir. Baru kemarin dia pensiun menjadi besti-ku kemanapun pergi. Kini, terpaksa tenaganya aku pakai kembali.Aku bergegas melangkah, menyalakan motor yang sudah beberapa bulan ini tak pernah kupakai lagi. Walau beberapa kali gagal akhirnya motor itu menyala juga. Aku mengusap keringat yang mengucur di dahi. Seketika bayangan bapak kembali menari-nari dalam benakku. Bapak tidak pernah membiarkan aku kecapekan seperti ini. Apalagi urusan motor yang mogok, pasti Bapak yang turun tangan menyalakannya.

    Last Updated : 2023-05-05
  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 55

    "Mas, kok tau saya disini?" Mas Reyhan tersenyum."Aku tahu semua tentang kamu, Dinara. Sekarang kamu ikut aku. Kamu akan aku rekomendasikan untuk menjadi staff di perusahaan tempat aku bekerja. Aku jamin kamu akan mendapatkan posisi yang istimewa."Aku menatap lelaki itu lekat. Jelas aku sangat paham jika dibalik penawaran itu tentu saja akan ada timbal baliknya."Tidak usah Mas. Aku mau fokus membesarkan usaha peninggalan bapak saja. Lagi aku masih kuliah. Mau menyelesaikan pendidikanku dulu.""Tidak apa-apa, Ra. Kamu kuliah sambil kerja saja seperti di kantornya Pak Joshua. Jangan khawatir soal gaji."Aku tersenyum tipis. "Mohon maaf Mas Reyhan. Saya sangat menghargai kebaikan, Mas. Saat ini saya mau menenangkan diri dulu. Agar kuliah saya juga cepat selesai."Lelaki itu menghela nafas panjang. "Kalau gitu biar aku antar kamu pulang." Dia memegang stang motorku."Sekali lagi terima kasih, Mas. Saya tidak bisa meninggalkan motor ini di sini. Karena ini satu-satunya kendaraan yang a

    Last Updated : 2023-05-16
  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 56

    "Ibu tak bisa datang, Ra. Kamu tau sendiri Retna masih belum bisa merawat bayinya." Jawab Ibu ketika aku memintanya datang dalam acara itu. Aku mengangguk lemah lalu tersenyum. Meski hatiku berdarah-darah. Bukankah ibu yang sangat ingin karena aku menjadi seorang sarjana? Andai ada Bapak ...Hari yang kutunggu pun tiba. Semua teman-teman tampak begitu bahagia dengan kedatangan, orang tua, sahabat dan orang terdekatnya. Sementara aku menepi sendiri. Meski kelulusanku mendapatkan nilai yang terbaik.Dengan memesan taksi aku meninggalkan tempat itu. Menatap wajah-wajah ceria mereka di balik mobil yang sedang melaju. Tak lama aku sampai di makam Bapak. Seketika tangisku pecah. Aku mengusap nisan bapak dengan air mata yang membuat kabur penglihatan."Pak, Nara sudah jadi Sarjana. Bapak lihat, anak Bapak akhirnya lulus dengan nilai yang membanggakan. Kenapa Bapak tak menunggu Nara mewujudkan mimpi, Bapak?"Tiba-tiba sebuah tangan menyentuh pundakku. Aku menoleh."Selamat, Besti. Kamu jadi s

    Last Updated : 2023-05-16
  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 57

    Sudah seminggu sejak kejadian itu. Aku tak begitu memikirkan. Semua kuserahkan pada Allah. Dalam sujud panjang aku memohon Allah memilihkan untukku jalan yang terbaik. "Ra, tunggu aku." Ini pesan yang kesekian yang dikirimkan oleh Mas Joshua. Dia tak lagi memakai nomor yang biasa. Mungkin agar tidak ketahuan oleh Mamanya. Yang sejak hari itu pulang setiap pagi Mas Reyhan selalu datang membujukku untuk mau bekerja di perusahaan yang. Lagi lagi aku menolak."Nduk, kamu mikirin apa lagi sih? Dari pada kamu menghabiskan usiamu di toko lebih baik kamu kerja bareng Reyhan. Sekolah tinggi tinggi tapi hanya untuk menjadi seorang penjaga toko foto copy," sungut Ibu didepan Mas Reyhan. Aku menundukkan kepala. Malu sungguh."Tak apa-apa, Bu. Kerja di toko Itu juga bagus dan yang penting halal. Namun, saya berharap Dinara mau bekerja lagi di kantor. Saya akan jamin dia mendapatkan posisi yang enak."Aku menghirup nafas dalam-dalam. Toko sudah stabil ditangan Aulia. Anak itu juga dapat di percay

    Last Updated : 2023-05-20
  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 58

    Aku tak berani menjawab apa-apa selain mengucapkan terima kasih atas kebaikan Mas Reyhan padaku. Cincin itu aku terima tapi tidak untuk aku pakai.Meski wajah Itu tampak kecewa. Aku tidak bisa berbuat banyak. Bagiku pernikahan merupakan sesuatu yang sakral. Bukan hal remeh yang bisa dipermainkan. Karena itu, bersungguh-sungguh mencari calon pasangan adalah salah satu prinsip hidupku. Kebaikan Mas Reyhan baru kulihat dalam dua bulan ini. Walau dalam syariat cinta itu bisa saja tumbuh setelah pernikahan. Tapi, saat ini aku belum yakin apakah setelah nanti kami terikat akad. Cinta itu akan bersemi dengannya sementara debar itu masih bersemayam untuk lelaki lain.Sejak saat itu Mas Reyhan rajin datang ke rumah. Hal itu dimanfaatkan oleh Mas Damar untuk meminta hal-hal aneh yang membuatku malu. Awalnya memang sebungkus rokok, makin kesini laki-laki tak tau malu itu meminta Mas Reyhan untuk membeli susu, popok dan pakaian bayi untuk anaknya. Darahku mendidih."Mas, kamu punya malu tidak? Ka

    Last Updated : 2023-05-21
  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 59

    "Dinara! Buka pintunya, Nduk." Ibu terus mengetuk pintu kamar. Aku bergeming. Mereka keterlaluan. "Ra, buka Ra! Besok orang tua Reyhan mau kesini. Kita rembukan sebelum kita memberikan keputusan." Kini terdengar suara Mas Damar. Aku membuang napas kasar. Lalu membuka pintu."Bu, Mas Damar, Nara yang akan menikah. Maka Nara yang akan memutuskan dengan siapa akan menikah dan kapan waktunya!" Ibu memalingkan wajahnya ke arah Mas Damar."Kamu itu dalam perwalian kami." Sentak Mas Damar."Wali? Mas belajar agama lagi yang benar. Kita bukan saudara kandung. Mas bahkan bukan mahromku," Ujarku dengan suara meninggi. Mas Damar terbahak. "Kalau tidak aku, siapa lagi yang akan kamu harapkan? Bapak sudah tiada. Kamu itu tergantung kami, Ra!" Wajahnya menyeringai."Aku masih punya Pakde di Surabaya. Aku akan mendatangi keluarga Bapakku disana. Kalian tak perlu repot-repot mengurusi hidupku. Jika hanya ingin aku segera keluar dari rumah ini."Mata mereka terbelalak. Aku sudah mendengar percakapa

    Last Updated : 2023-05-23
  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 60

    Diam-diam aku mencoba membuka pintu disebelahku. Ceklek. Huff! Terkunci. Mataku terus awas menatap laki-laki yang hanya terlihat bagian topinya itu dari balik spion. Sementara tangan masih berusaha membuka pintu dan jendela. Keduanya sama-sama terkunci.Panik? Tentu saja. Aku sangat panik, tanganku mendadak dingin. "Stop! Stop, Pak. Tolong, tolong ...!" Aku berteriak histeris. Jalanan yang gelap dan mobil yang melaju kencang sama sekali tak membantu. Lelaki yang memakai kaca mata hitam itu menoleh ke arah spion. "Tolong, Bang. Tolong buka pintunya. Tolong jangan sakiti saya, Bang. Saya akan memberikan apa pun yang Abang minta." Mobil perlahan melambat. Dan beberapa saat kemudian dia menepi lalu benar-benar berhenti.Jantungku berdebar kencang. Lelaki itu menghela napas dalam-dalam, membuka kaca mata lalu topinya. Aku waspada. Dalam keadaan terdesak aku harus bisa menyelamatkan nyawaku."Jika aku meminta hatimu, apakah akan kau berikan?" Ucapnya. Aku tersentak. Aku kenal suara itu.

    Last Updated : 2023-05-27
  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 61

    "Ra, kamu gapapa?" pintu kamar mandi diketuk. Mas Yazid pasti cemas karena aku terlalu lama mengurung diri di sini."Gapapa ... Se-sebentar lagi aku selesai," Sahutku ragu ragu. "Kenapa lama banget? Keluarlah, aku tidak akan mengigitmu," serunya. Aku menutup wajah dengan kedua tangan. Kakiku tiba-tiba gemetaran. Tadi, setelah acara usai aku langsung masuk ke kamar mandi, meninggalkan Mas Yazid yang menunggu di kamar. "Ra, kamu gapapa?" Kini suara Zahra yang terdengar memanggil. Rupanya Mas Yazid meminta adiknya untuk memanggilku."Iya gapapa, aku hanya lagi mules." Aku beralasan. "Mules apa mules? Kamu sudah hampir sejam lho di dalam. Ngapain aja?" Entah hanya halusinasiku saja atau memang ada suara cekikikan yang terdengar dari luar."Iya sebentar lagi." Terpaksa aksi melarikan diri ini aku akhiri. Sabar Dinara. Kamu tak akan cidera di malam pertama. Tenang ... tenang ... Aku mensugesti diriku sendiri. Apa yang teman-temanku dulu pernah katakan terngiang-ngiang."Apa enaknya mala

    Last Updated : 2023-06-10

Latest chapter

  • IBUKU BUKAN BABUMU    Tamat

    "Ma ..." "Saya bukan Mamamu!"sentaknya lalu masuk tanpa kupersilahkan. Bahunya bahkan sampai menyengol lenganku."Ini rupanya rumah yang dibelikan suamiku untukmu?" Mama mengitari ruang tamu dengan mata menatap lukisan lukisan alam yang sengaja dipajang Mas Yazid."Mana foto pernikahan kalian, kalau benar kamu sudah resmi menikah dengan anakku!" Mata itu kini mengarah tajam padaku."Kami memang tidak memajang foto, Ma. Tapi pernikahan kami tercatat resmi dalam catatan sipil.""Halah, kalian bisa saja membayar calo untuk mendapatkan itu.""Astaghfirullah, buat apa, Ma? Pernikahan tanpa ijab qobul, tidak disaksikan oleh para saksi sama saja batal. Apalagi pernikahan palsu. Itu hanya akan menambah dosa, merugikan diri sendiri. Tinggal berdua dengan pasangan yang belum sah menjadi suami, sama saja dengan berzina!" Suaraku sedikit meninggi. "Halah! sok ngomong dosa. Dalam agama kamu, memisahkan seorang anak dengan ibunya apakah tidak berdosa?" Wajah Bu harsanti memerah. Aku menunduk samb

  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 69

    Semua mata menatap ke arah Papa. Aku dan Zahra saling pandang. Sangat jelas jika Zahra tampak sangat kecewa dengan penolakan Papanya.Aku menepuk pundak sahabat sekaligus adik iparku itu pelan. Lalu memeluknya. Ada isak kecil yang terdengar sumbang."Saya tak bisa kalau saya tak diajak ikut ke dalam kebahagiaan yang anak saya dapatkan." Lanjut Papa lantang.Zahra melepas pagutannya dan langsung membalikkan badan menoleh ke arah Papa. Aku pun sama. Yang kulihat sungguh diluar dugaan. Papa meraih tangan Ustadz Hanif."Bantu saya untuk masuk dan mempelajari Islam."Mas Yazid yang berbeda disana bergegas mendekati Papa. Dan langsung memeluknya. Lelaki itu menangis haru. Bagaimana tidak, cukup berat perjuangannya meyakini papa akan kepercayaan barunya ini. Kalau akhirnya harus meninggalkan kedua orang tuanya. Dan kini tanpa diminta ataupun dipaksa. Papa Edward menyatakan ingin masuk Islam.Hari itu juga Papa mengikrarkan keislamannya dengan membaca dua kalimat syahadat. Suara haru menyelim

  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 68

    Tak menyangka jika Bu harsanti telah menyiapkan preman-preman itu untuk membuatku menyerah. Itu tidak akan pernah terjadi. Meski nyawa harus kukorbankan. Bagiku pernikahan adalah ikatan suci yang dapat terpisah karena memang sudah tidak ada kecocokan di antara pasangan suami-isteri. Atau salah satunya menyerah dan melepaskan tanggung jawabnya dengan cara baik-baik. Tidak dengan cara seperti ini.Enam orang preman sudah kutaklukkan. Begitulah mereka hanya modal tampang seram dan tubuh besar menganggap remeh seorang perempuan.Tepat saat preman terakhir kujatuhkan. Perutku terasa kram. Aku meringis, menahan sakit. Lalu terduduk dilantai. "Lepas! Lepaskan!" Suara teriakan perempuan di belakang mengejutkanku. Aku menoleh seketika darahku terkesiap. Kini Pak Edward dan Mama Mas Yazid sedang bergelut memperebutkan sebuah stik golf yang ada di tangan Bu Santi. "Sudah cukup, Ma! Cukup! Papa tak pernah mengijinkan Mama sampai sejauh ini!""Iya! Ini kemauan Mama sendiri. Papa terlalu lemah. P

  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 67

    POV Yazid "Pulanglah, Josh. Kalau kamu pulang. Mama akan memberikan apa yang kamu mau."Entah dari mana datangnya, Mama sudah berada di samping mobilku."Mama? Mama kok tau josh disini?" Tanyaku agak khawatir. Namun, melihat mama yang memakai kerudung aku jadi ragu. Jangan-jangan Mama sadar setelah setahun ini ditinggalkan anak-anaknya."Josh, kamu sudah mendapatkan jalan kebenaran. Kenapa kamu tidak mengajak Mama?" Mata Mama sendu. Tak ada lagi sinar keangkuhan seperti dulu. Agaknya Mama sudah menyesali semuanya."Maksud Mama?" "Pulanglah Josh. Kita mulai lagi hidup seperti dulu. Mama tak akan memaksa apa yang tidak kamu suka. Kamu bebas memilih jalan hidupmu, Nak." Suara Mama begitu lembut. Menggetarkan hati yang memang selalu merindukannya. Aku mendekat dan memeluk Mama. Mama memelukku erat. Bahunya turun naik menahan isak. Kini aku sebenar yakin jika Mama memang sudah berubah."Joshua akan pulang bersama mama. Tapi, ijinkan Joshua untuk kerumah terlebih dahulu, Ma. Karena mama s

  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 66

    Hari ini Zahra memutuskan untuk pulang. "Za, kamu yakin?" Tanyaku lagi. Zahra menatap sejenak lalu menyunggingkan senyum. Perempuan itu masih terus berkaca membetulkan letak kerudungnya. Pembawaannya sangat tenang, berbeda sekali denganku. Aku khawatir, padahal Zahra mau bertemu dengan orang tuanya sendiri. Namun, mereka kan sudah berbeda. Orang tua mana yang rela melihat anak-anaknya berpindah haluan seperti itu."Wajah kamu tegang banget, Ra," cetusnya sambil tertawa kecil."Aku cuma mau bertemu Mama dan Papa, Ra. Bukan kawanan mafia," pungkasnya lagi."Tapi, aku takut, Za.""Kamu tenang aja. Aku tak akan mati karena bertemu mereka kok. Bagaimanapun mereka adalah orang tuaku 'kan, Ra. Yah, semoga saja Kak Yazid ada disana."Aku mengangguk lalu menunduk."Ra, jangan gitu dong. Mana Dinara yang kuat, tegar dan tangguh dulu. Masa kamu melepasku dengan wajah cemberut begitu."Aku masih bergeming. Pikiranku bercabang kemana-mana. Melihat ancaman dan sikap Bu Harsanti waktu itu, masih me

  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 65

    "Za, apa Mas Joshua bersamamu?" Tanyaku ketika telepon tersambung."Lho, tumben kamu panggil Kak Yazid, Mas Joshua?" Kekehnya. Aku tersenyum tipis, walau aku tau Zahra tak bisa melihat. Pikiranku sedang tidak enak."Eh, maksudnya Mas Yazid." Ralatku."Enggak, kan tadi ke kajian. Memang belum pulang?" Aku mendesah sambil menatap jam di dinding yang sudah menunjukkan angka sepuluh. Aku telah memberi udzur sampai dua jam atas keterlambatan Mas Yazid. Tapi, laki-laki itu tetap saja belum menampakkan diri."Belum, Ra. Tadi katanya lagi ngobrol sama Ustadz Hanif. Tapi, kok lama banget, ya? Menurut kamu Mas Yazid masih disana ga sih?""Hmm ... Aku juga kurang tau, Ra. Tapi, kan Mas Yazid bukan tipe orang yang suka mengobrol lama. Dan aku yakin Ustadz Hanif pun juga sama."Aku menghela napas panjang. Aku sepemikiran. Tapi, aku tak punya alasan lain untuk membenarkan keterlambatan ini."Apa kamu punya nomor telepon Ustadz Hanif?""Ga lah, Ra. Aku ga kuat menahan hati nanti." Dia cekikikan. Aku

  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 65

    Darah mengucur dari perut ibu. Aku berteriak histeris. Mas Damar yang melihat tik*mannya yang salah sasaran berdiri mematung. Ibu mulai rebah tepat saat tanganku memegang tubuhnya.Mas Yazid yang baru datang terpaku melihat keadaan yang mengerikan itu."Mas, hayo bawa Ibu ke rumah sakit!" Pekikku memecah kebuntuan.Dengan sigap Mas Yazid menggendong ibu dan membawanya masuk ke dalam mobil. Dia tak peduli dengan bajunya yang terkena noda darah. "Aku tak sengaja, sungguh aku tidak ingin memb*nuh ibu."Aku mengabaikan raungan Mas Damar yang terlihat frustasi. Warga yang berdatangan sangat terkejut. Mereka langsung berinisiatif untuk meringkus Mas Damar. Sementara aku dan Mas Yazid segera meluncur ke rumah sakit. Semua berjalan begitu cepat. Maghrib yang syahdu, berubah menjadi sebuah tragedi yang menakutkan. Ternyata ada iblis di dalam hati lelaki itu. "Ibu bertahanlah, Bu." Aku memegang tangan Ibu erat. Tangannya terasa dingin. Air mataku tak henti mengalir. Jalanan yang mulai padat m

  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 64

    Suara tangis anak-anak terdengar ramai dari dalam. Bukankah hanya ada Dani--anaknya Retna. Aku terus mengetuk pintu, tak sabar ingin segera masuk. "Sabar, Sayang. Mungkin Ibu lagi di kamar mandi." Mas Yazid menyentuh bahuku."Aku khawatir, Mas." Mas Yazid yang memakai topi dan kaca mata hitam itu merangkul pundakku lalu ikut mengetuk pintu. Beberapa kali mencoba memutar kenopnya, tapi tak bisa sepertinya terkunci dari dalam."Assalamu'alaikum, Bu. Buka pintunya, Bu."Ceklek. Pintu terbuka. Bau busuk langsung menusuk hidung. Tiga anak kecil sedang bertangisan dilantai. Pakaian mereka kumuh. Bahkan, anak yang kukenali seperti Alesha sedang memegang pakaian penuh kotorannya."Astaghfirullah, Mas Damar?" Mataku membola melihat laki-laki dengan wajah kusut itu memegang sebuah pisau. Matanya tajam, menatapku."Kau baru kembali? Puas lihat semua ini?" Bentaknya penuh emosi. "Ada apa, Mas? Kenapa bisa seperti ini?" Mataku liar menatap kekacauan dirumah ini. Ruangan yang dulu selalu rapi dan

  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 63

    IBUKU BUKAN BABUMU 42 POV Damar 2 "Maaf, Mas Damar. Alesha dan Fikri kami antar ke sini. Kami pun bukan orang mampu. Kami tak sanggup untuk membiayai mereka. Mamanya Mbak Ulya juga sudah tua. Jadi kami kembalikan kesini." Nuri--saudara Ulya memulai kata. "Tapi, aku ..." "Aku pamit dulu, Mas. Takut ketinggalan, Bis." Perempuan memotong ucapanku lalu bangkit dan menyalami Ibu yang duduk lemas sambil memangku Alesha, di sampingku. "Nur ..." Panggilku. Namun, perempuan itu tak menoleh lagi. "Pa, Fikri lapar. Dari kemarin belum makan." Rengek Fikri. Helaan napas Ibu terdengar jelas. Kini ada 3 anak yang masih kecil-kecil dirumah ini. Astaga! Aku menyugar rambut. Kenapa perempuan yang aku nikahi tidak ada satupun yang beres. "Kasih Fikri makan dulu, Mar. Itu masih ada sisa nasi sama goreng telor dadar. Alesha mungkin juga lapar. Sekalian kamu suapin. Ibu lelah sekali, Mar." "Damar mana bisa, Bu." Aku mengeluh. Selama ini aku tak pernah ikut membantu menjaga anak-anak. Aku tak bi

DMCA.com Protection Status